Pernahkah kamu merasakan waktu berlalu begitu cepat? Kok rasanya tiba-tiba sudah bulan Ramadan lagi aja? Rasanya baru kemarin kita tarawih pertama, tapi kini sudah hampir seperempat bulan berlalu.Â
Usia hampir menginjak kepala tiga, banyak orang, termasuk saya, dihantui rasa kekosongan: apakah kita telah memberikan kontribusi, bahkan untuk diri sendiri? Rasanya, tiga dekade waktu telah terbuang sia-sia.
Kegelisahan ini melanda di tengah hiruk pikuk kehidupan. Kita melihat teman-teman yang telah meraih kesuksesan, membangun keluarga, dan berkarya nyata. Di sisi lain, kita masih terjebak dalam rutinitas yang monoton, tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Akar dari krisis identitas dan makna hidup ini terletak pada kurangnya efektivitas dalam menjalani hidup. Kita sering terjebak dalam kebiasaan yang tidak produktif, kehilangan fokus, dan terjebak dalam kesibukan yang tidak esensial.Â
Gusdurian Jogja, komunitas yang berlandaskan nilai-nilai Gus Dur, hadir dengan solusi: Kelas 7 Habits. Kelas ini, membedah buku The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey, menawarkan paradigma baru untuk menemukan efektivitas dan makna hidup.
Awalnya, jujur, saya termasuk yang meremehkan buku self-improvement. Namun, karena kelas ini diasuh oleh Jay Akhmad, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian, rasa penasaran saya terusik.
Akhirnya, saya memutuskan untuk mengikuti kelas ini. Apa yang saya temukan di Kelas 7 Habits?
Dalam pertemuan perdana, para peserta diajak menyelami pertanyaan mendasar: Siapakah aku? Mendefinisikan diri sendiri menjadi langkah awal untuk menemukan makna dan tujuan hidup.Â
Eksplorasi diri di Kelas 7 Habits berlanjut dengan pembahasan mendalam tentang karakter dan kepribadian. Paradigma menjadi pondasi untuk memahami diri secara lebih mendalam.
"Selama ini kita selalu disodori kepribadian yang bagus, bukan karakter yang bagus," ungkap Adit, salah satu peserta kelas. "Personal branding yang diutamakan, terutama di media sosial," lanjut Siva, peserta lainnya.