Tenaga pendidik dan tenaga kesehatan menjadi masalah yang sangat krusial di Pulau Runduma, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ada istilah "Runduma tempat pembuangan para PNS baru" yang sering digunakan untuk menggambarkan pulau yang dihuni oleh 170 kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan hingga petani kopra ini.
Akibatnya, banyak pegawai yang telah ditempatkan di Pulau Runduma memilih untuk pindah, sehingga hanya tersedia guru-guru lokal yang mengajar dengan merangkap mata pelajaran.
Hal ini mengakibatkan kurangnya ketersediaan guru dalam proses belajar mengajar di pulau tersebut, bahkan dalam satu minggu terkadang tidak ada guru yang hadir.
Akses menjadi faktor utama mengapa pulau ini sering luput dari perhatian publik.
Faktor penyebabnya adalah dominasi lautan dalam wilayah kabupaten Wakatobi, yang mencakup sekitar 95,70% dari total luas wilayah. Sementara itu, sisanya sekitar 4,33% adalah daratan, termasuk karang, dengan total luas kurang lebih 19.160 kilometer persegi.
Selain keterbatasan tenaga pendidik, pendidikan di Pulau Runduma juga menghadapi masalah esensial lainnya, antara lain tidak adanya akses jaringan telekomunikasi, minimnya akses terhadap sumber belajar seperti tidak tersedianya perpustakaan, dan rendahnya budaya pendidikan.
Keempat faktor tersebut saling terkait dan memiliki dampak yang signifikan pada sistem pendidikan di pulau tersebut.
Dari empat faktor esensial tersebut, persoalan yang paling krusial adalah ketersediaan tenaga pendidik.
Menurut konsep metrocentricity yang dijelaskan oleh Campbell dan Yates, banyak tenaga pendidik cenderung memilih posisi kerja yang berada di daerah perkotaan dan enggan mengajar di daerah terpencil atau pedesaan.