Singkong yang saya tanami beberapa bulan lalu sudah berdiri tegak. Di kebun seluas 1,5x3 meter, jagung yang saya semai juga sudah mulai berbunga. Begitu juga dengan belimbing wuluh dan pakis sayur semakin menghijau. Daun pisang tumbuh bergantian, daun pandan tumbuh juga.
Panas membakar kulit, jalanan mulai terasa menyengat. Sabtu, 27 Mei 2023 saya memulai obrolan dengan para mahasiswa yang baru tiba di Yogyakarta setelah menghadiri acara nasional di Surakarta.
“Di Jogja memang panas seperti ini ya mas?” Tanya salah satu dari mereka.
Selama beberapa tahun terakhir, krisis iklim telah dirasakan oleh warga Yogyakarta, tak terbantahkan. Mulai dari kekeringan berkepanjangan, cuaca yang menyengat, hingga anomali cuaca.
Salah satu penyebabnya adalah naiknya jumlah kendaraan bermotor. Menyitir data yang dirilis oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) DIY, setiap tahun, sekitar 100.000 kendaraan baru mengaspal di DIY. Jumlah ini belum termasuk kendaraan dengan pelat nomor luar wilayah tersebut.
Pada tahun 2017, tercatat 124.070 kendaraan baru, dan angka ini terus meningkat menjadi 136.241 pada tahun 2019. Meskipun penambahan kendaraan mengalami penurunan saat pandemi, jumlahnya kembali meningkat pada tahun 2022. Dominasi kendaraan roda dua juga terlihat, dengan 90% di Kota Jogja dan 87% di seluruh DIY.
Kondisi ini diperparah dengan semakin minimnya ruang terbuka hijau, termasuk sawah, sebagai penghasil oksigen yang dapat mengurai gas rumah kaca dari kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Dalam artikel ini, kita akan memfokuskan pada tindakan individu yang dapat menjadi contoh bagi pembaca di rumah. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan, dampak emisi karbon pada perubahan iklim, cara meminimalisir dampaknya, tindakan nyata yang bisa kita lakukan untuk membuat bumi lebih kuat, dan langkah-langkah yang bisa diambil oleh pemegang kebijakan untuk mengurangi risiko perubahan iklim.
SAAT MENULIS ARTIKEL INI explore media sosial saya dipenuhi dengan berita dan informasi seputar keadaan yang mengkawatirkan terkait sampah yang menumpuk di pantai Labuan, desa Teluk di Pandeglang. Pantai yang seharusnya indah dengan air dan pasir, kini tertutup oleh tumpukan sampah.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, produksi sampah plastik di Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai angka 66 juta ton. Menurut laporan Greenpeace Indonesia, di tahun 2018, Indonesia dinobatkan sebagai negara terbesar kedua setelah Cina sebagai penyumbang sampah plastik di laut.