Klub Sepakbola tanpa supporter bagaikan nasi kurang sayur dan lauk pauk. Fanatisme kebablasan terkadang memunculkan konflik, dendam dan kebencian. Pelemparan dan pengrusakan bis pemain Persib Bandung pekan lalu sebelum melakoni laga melawan Persija oleh oknum yang lari dari tanggung jawab menambah catatan buruk citra sepakbola Indonesia yang semrawut.
Padahal seandainya para pecinta sepakbola tersebut melepaskan baju dan bendera kebencian, bisa menjadi satu kekuatan besar untuk memajukan citra sepakbola Indonesia. Menekan para pemangku kekuasaan yang menjadikan sepakbola sebagai alat politik yang menimbulkan dualisme kompetisi sepakbola nasional atau masalah gaji pemain yang tidak dibayarkan oleh pihak klub.
Apakah menjadi pendukung suatu klub sepakbola harus menciptakan musuh? Ketidaksukaan terhadap salah satu klub karena rivalitas itu wajar, namun harus disertai sportifitas dan fair play baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.
Membangun kedewasaan sikap sportifitas dalam lingkungan sepakbola memang butuh dukungan dari berbagai pihak. Apabila semua lini sudah terpenuhi, mendambakan stadion yang penuh ditonton oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang dewasa bisa terwujud. Rasa ketakutan karena ulah pendukung yang radikal itu sirna, sehingga rasa untuk datang ke stadion itu nyaman dan menjadi sebuah hiburan dan bisnis yang menarik.
Mari kita mulai catatan baru di wajah sepak bola Indonesia ini dengan wajah ramah bukan marah. Menorehkan tinta emas di setiap daerah dengan dukungan dari semua pihak untuk mewujudkan tradisi yang membangun. Salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H