Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai , penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tahun 2019 utamanya masih ditopang dari penerimaan cukai khususnya Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA). Â Di dalam APBN 2019 sendiri, realisasi penerimaan cukai telah berkontribusi terhadap penerimaan Negara sebanyak Rp 172,4 triliyun atau hampir 9% dari total penerimaan Negara.Â
Bahkan di tengah pandemi Covid-19 saat ini, cukai juga menjadi salah satu sektor andalan bagi penerimaan Negara di tengah menurunnya penerimaan di beberapa sector lainnya. Berdasarkan data MPN s.d. 30 April 2020, cukai bahkan mampu membukukan penerimaan Negara sebesar Rp 43,33 triliyun dengan pertumbuhan sekitar 26% YoY dari tahun 2019. Dengan kontribusi yang besar tersebut, melalui tulisan ini Penulis akan mengulas mengenai prinsip-prinsip pengenaan cukai yang berlaku di Indonesia guna menambah wawasan kita tentang salah satu pilar penerimaan negara.
Objek dan Subjek Cukai
Pada prinsipnya Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-undang (UU) yaitu: (1) konsumsinya perlu dikendalikan; (2) peredarannya perlu diawasi; (3) pemakaiannya menimbulkan dampak negatif serta (4) perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Lalu apa saja barang-barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai (BKC) menurut Undang-Undang?? Berdasarkan UU Cukai (UU 11/1995 dan UU 39/2007) terdapat 3 (tiga) jenis barang yang ditetapkan sebagai BKC yaitu:
- Hasil Tembakau (HT): meluputi Sigaret, Cerutu, Rokok Daun, Tembakau Iris, dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL);
- Etil Alkohol (EA): merupakan senyawa dengan rumus kimia C2H5OH; dan
- Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA): merupakan minuman yang yang mengandung EA termasuk konsentrat MEA. diklasifikasikan berdasarkan kadar alkoholnya meliputi Golongan A (<= 5%), B (>5%,<=40%), dan C (>40%)
Adapun penambahan BKC dapat dilakukan atas barang tertentu sepanjang memenuhi karakteristik yang diatur dalam UU dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Salah satu upaya penambahan BKC (ekstensifikasi cukai) yang sedang dipersiapkan Pemerintah adalah pengenaan cukai plastik dan minuman berkarbonasi.
![ilustrasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/16/subject-cukai-5f0f3bdcd541df4f0d565552.png?t=o&v=770)
Selain sebagai wajib cukai, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan Importir BKC juga bertindak sebagai penangung cukai dikarenakan harus melunasi cukai terutang terlebih dahulu sebelum BKC dikeluarkan ke peredaran bebas (diperdagangkan hingga konsumen akhir).Â
Sedangkan penetapan Penyalur dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran sebagai wajib cukai adalah dalam rangka pengawasan atas peredarannya di peredaran bebas. Sementara itu, pemikul cukai adalah konsumen akhir BKC yang sesungguhnya membayar pungutan cukai. Adapun konsep mengenai peredaran bebas sendiri menjadi dasar pemahaman atas Pemasukan Pengeluaran Pengangkutan BKC dan akan dibahas lebih lanjut oleh Penulis dalam artikel berikutnya.
Terutang Cukai dan Pelunasan Cukai
Penegasan saat pengenaan cukai atas BKC akan menentukan sejak saat itulah secara yuridis telah timbul utang cukai sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap barang tersebut sebab terhadapnya telah melekat hak-hak Negara. Pasal 3 UU Cukai membagi saat pengenaan cukai atas BKC berdasarkan asas domisili yaitu dimana BKC tersebut berasal.Â