Masyarakat Hukum Adat didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang hidup menetap di suatu wilayah tertentu secara turun temurun, memiliki kesamaan asal-usul, tempat tinggal, budaya dan sistem hukum (hukum adat). Indonesia mengakui eksistensi Masyarakat Hukum Adat melalui Pasal 18b ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, jika diuraikan isi pasalnya mengatur sebagai berikut "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang". Jauh sebelum Negara Indonesia terbentuk, Masyarakat Hukum Adat sudah menghuni wilayah Nusantara, oleh karena itu Masyarakat Hukum Adat mempunyai hak-hak tradisional yang masih melekat kepadanya sampai saat ini.Â
Apa itu otonomi asli Masyarakat Hukum Adat?
Desa adat (self-governing community) adalah bentuk desa asli dan tertua di Indonesia, memiliki sebuah konsep otonomi yang disebut sebagai konsep "otonomi asli" dimana masyarakatnya mengatur dan mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang dimiliki tanpa campur tangan negara. Jadi desa adat (self-governing community) pada praktiknya tidak menjalankan tugas-tugas administrasi yang diberikan negara. Desa Pakraman di Bali merupakan contoh desa adat dimana keberadaannya telah diakui dalam ordonansi pemerintahan kolonial Belanda dalam IGO, IGOB, dan Desa-Ordonnantie. Kedua, desa administrasi (local state government) adalah desa yang merupakan satuan wilayah administrasi, yaitu satuan pemerintahan terendah untuk memberikan pelayanan administrasi dari pemerintah pusat. Desa administrasi dibentuk oleh negara dan merupakan kepanjangan negara untuk menjalankan tugas-tugas administrasi yang diberikan negara.
Apa itu Hak Ulayat?
Hak ulayat didefinisikan sebagai hak penguasaan tertinggi atas tanah oleh Masyarakat Hukum Adat dan merupakan hak tradisional yang bersifat komunal. Pelaksanaan hak ulayat diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur pelaksanan hak ulayat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.Â
Lebih jauh mengenai pelaksanakan hak ulayat yang diadakan oleh negara tercantum pada bagian penjelasan undang-undang tersebut. Masyarakat Hukum Adat menjadikan tanah adat sebagai sumber kehidupan terutama Masayrakat Hukum Adat yang memiliki tanah ulayat berupa hutan adat, selain menjadi sumber kehidupan juga mengandung nilai-nilai religius dan disucikan oleh Masyarakat Hukum Adat.Â
Untuk melindungi dan melestarikan tanah ulayatnya Masyarakat Hukum Adat mempunyai konsep konservasi alam secara tradisional yang sesuai dengan kearifan lokal masyarakatnya. Pengetahuan tradisional ini diturunkan dari leluhur mereka dan akhirnya berkembang menjadi sebuah kebiasaan dalam internal masyarakatnya. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa masyarakat hukum adat adalah penjaga kurang lebih 80% keanekaragaman hayati  di dunia, dan di dalamnya termasuk  11% hutan dunia. Dari laporan ini membuktikan bahwa konservasi alam secara tradisional yang dilakukan Masyarakat Hukum Adat berdampak baik untuk lingkungan hidup dan dalam pelaksanaannya menjunjung tinggi konsep keadilan antar generasi.
Hukum adat dalam konteks hukum negara terkait dengan pengelolaan sumber daya alam.Â
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945 Pasal 33 (3). Bertalian dengan hal itu Masyarakat Hukum Adat mempunyai sebuah hak atas suatu wilayah tertentu, yang berupa lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, air serta isinya yang disebut sebagai hak ulayat.Â
Dari sini dapat kita tarik bahwa Masyarakat Hukum Adat mempunyai hak untuk turut serta mengelola sumber daya alam yang menjadi hak ulayatnya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Hidup menegaskan, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas kearifan lokal.Â
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah cara-cara tradisional yang bersumber dari local wisdom masyarakat setempat dalam upaya menjaga sumber daya alamnya, kembali lagi hukum adat mengambil peran dalam hal ini. Walaupun negara secara konstitusional telah mengakui hak-hak masyarakat hukum adat namun masih banyak masyarakat hukum adat yang hak ulayatnya dirampas oleh swasta dan negara demi proyek strategis maupun untuk investor karena dalam hal ini negara mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada masyarakat hukum adat dalam mengelola sumber daya alam.Â