Indonesia adalah negara yang paling lama dijajah Belanda yaitu sekitar 350 tahun, dalam penjajahan tersebut sudah banyak penderitaan rakyat dan pengambilan sumber daya alam Indonesia. Indonesia pun banyak melakukan pergerakan – pergerakan dari mulai perjuangan dengan mengangkat senjata, maupun perjuangan melalui diplomasi dan melalui penyuaraan suara oleh aktivis – aktivis untuk dukungan kemerdekaan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, aktivis - aktivis yang menyuarakan suara untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia diasingkan oleh belanda. Tempat – tempat pengasingan mereka adalah Indonesia timur. Aktivis – aktivis yang diasingkan tidaklah diam atau menyerah begitu saja kepada Belanda, mereka menggunakan cara – cara pintar untuk bisa menyuarakan kemerdekaan Indonesia salah satunya adalah melarikan diri dari daerah pengasingan dan pergi ke negara lain. Negara yang mereka tuju adalah negara Australia karena negara tersebut paling dekat dengan Indonesia. Disana para aktivis menyamar dan berbaur dengan masyarakat, kisah ini diceritakan dalam film Indonesian Calling. Film dokumenter Indonesian calling adalah film yang sangat bagus dan banyak sekali mengandung nilai sejarah. film ini di sutradarai oleh Joris Ivens yaitu seorang sutradara terkenal.
Film ini menceritakan tentang para aktivis menjadi buruh pekerja dan pelaut dan menjalin pertemanan dan membentuk perserikatan buruh pelaut dengan Australia. Pada saat perang dunia ke 2 berlangsung terdapat pemutusan laut yang terjadi antara Indonesia dengan Australia. Namun setelah perang besar itu ada satu kapal yang berlayar dari Australia dan menuju ke Indonesia, kapal itu adalah Esperance Bay yang berlayar ke jawa dan membawa 1400 warga Indonesia. Australia memberikan jaminan ke warga Indonesia bahwa mereka tidak akan mendarat di Pelabuhan yang dikuasai belanda, jaminan itu dipastikan lagi dengan ikut sertanya salah satu pejabat Australia ke Indonesia. Sebelum kapal berlayar, EV Elliot mewakili gabungan perserikatan Buruh Australia berbicara dengan warga Indonesia dan memberikan hadiah berupa Bendera Merah Putih yang akan digunakan di Indonesia sebagai smbol dukungan para pekerja Australia dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Namun dibalik kejadian bersejarah ini, ada kisah tentang kapal – kapal yang tidak berlayar yang terjadi jauh sebelum kejadian ini. Kisah ini bermula Ketika warga Australia dan warga Indonesia menjalin hubungan baik dengan hidup Bersama di kota selama bertahun – tahun. Mereka menjalin hubungan baik bagaikan sesama keluarga, tidak ada jarak antara warga Australia dengan Indonesia. Pada saat pawai kemenangan Australia di Martin Place, warga Indonesia menampilkan musik adat Indonesia dan banyak warga Australia yang menyukai dan memberikan dukungan berupa ribuan poundsterling. Warga Australia menyukai lagu adat Indonesia walaupun tidak mengerti dengan kata – katanya. Disaat perayaan ini, warga Indonesia yang merupakan aktivis diam dan berfikir. Mereka memikirkan kampung – kampung di tanah air, sesuatu yang tidak mereka miliki sebelum perang, sesuatu yang mereka perjuangkan dengan pihak sekutu, yaitu Kemerdekaandonesia yang menyatakan bahwa Indonesia telah diproklamasikan. Siaran tersebut pastinya membuat warga Indonesia yang berada di Australia merasa senang. Para aktivis kemudian mengadakan pidato dengan warga Indonesia di jalanan Sydney dan mengucapkan sumpah kesetiaan kepada Republik Indonesia yang diikuti oleh semua yang hadir. Malam harinya mereka merayakan kemerdekaan dengan tarian ksatria dan putri kerajaan. Meskipun dalam pengasingan, mereka tidak melupakan budaya leluhur mereka. Tarian ini menurut warga Indonesia sudah berusia lebih dari 1500 tahun, sebelum bangsa Portugis dan Belanda dating ke Jawa. Pada pagi harinya 72 juta warga Indonesia mengucapkan sumpah untuk setia kepada Republik Indonesia.
Tiba – tiba pihak Australia mendengar bahwa kapal – kapal ini adalah kapal bantuan kemanusiaan yang berisikan makanan dan obat – obatan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan persenjataan didalamnya. Belanda tidak mengetahui bahwa kapalnya telah digeledah dan dilaporkan perserikatan buruh Australia, mereka pun tidak bisa membantah pernyataan Mr Chifley yaitu perdana Menteri Australia yang akhirnya membuat kapal tersebut diusir oleh Australia. Disisi lain ada kapal yang bermuatan pasukan tentara belanda yang dicegat pejuang Australia juga berkata mendukung Indonesia merdeka, dan menolak kolonialisme belanda.
Indonesia memanggil, terdengar suara radio yang memerintahkan agar warga Indonesia yang ada di Australia menahan kapal – kapal Belanda yang mengangkut senjata untuk dikirim ke Indonesia. Para pekerja kemudian menyatakan jawaban mereka untuk mendukung Indonesia dengan membuat pernyataan larangan hitam, mereka mulai meninggalkan kapal demi kapal yang ada di seluruh Pelabuhan di Australia, meninggalkan dermaga, banyak pekerja yang menghentikan pekerjaannya, dan pejabat banyak yang tidak mematuhi perintah belanda. Larangan hitam tersebut cepat menyebar yang membuat banyak perserikatan buruh bergabung dan membuat kegiatan pengiriman barang di Pelabuhan tersebut berhenti total. Hal ini juga menyebabkan kapal belanda tidak dapat berlayar. Pelaut Australia sudah terlibat sejak awal, kemudian diikuti oleh 11 awak kapal inggris yang mendukung, surat kawat dukungan juga dating dari Harry Bridges Presiden dari American Longshoreman’s Union, dan dari Cina, India, Malaya, para pelaut dan pekerja dermaga Selandia Baru dan Kanada. Para pekerja disetiap negara mendukung aksi pekerja Australia.
Rakyat sudah bergerak kini giliran pemimpin – pemimpin negara yang bersuara mendukung prinsip Atlantic charter. Pemimpin – pemimpin itu seperti Pandit Nehru dan Jinnah dari India, Manuilsky dan Vyshinsky dari Uni Soviet, dan President Romulo dari Filipina memprotes penggunaan pasukan bersenjata untuk menekan bangsa Indonesia. Dalam pertemuan di Domain, pemimpin pasukan mengatakan bahwa Bangsa Indonesia telah membuktikan mereka dapat memimpin negaranya sendiri, dan Jan Wilanda selaku perwakilan Indonesia dalam pidatonya mengucapkan terima kasih kepada Australia atas bantuannya menghentikan kapal – kapal belanda, karena jika tidak dihentikan republik Indonesia pasti akan dihancurkan. Sementara itu di kantor Perserikatan Pelaut Indonesia, Max Sekantu dan Tukliwan memeriksa kapal – kapal yang tidak jadi berlayar dan dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada satu kapal yang lepas yaitu kapal swarten dengan awak kapal India. Hal ini membuat pelaut Indonesia Bersama pelaut beberapa negara bergegas ke dermaga untuk mengejar dan memperingatkan kapal itu agar Kembali. Dengan menggunakan kapal kecil mereka berusaha mengejar kapal tersebut. Mereka melakukan negosiasi dengan awak kapal India dan berusaha membujuk mereka agar bisa mematikan mesin. Karena keterbatasan suara membuat awak kapal tidak terlalu mendengar suara dari pelaut Indonesia dan akhirnya kapal itupun menjauh pergi. Tapi siapa sangka orang – orang India tersebut berfikir akan perkataan : Perjuangan Indonesia adalah perjuangan anda” dan mereka pun akhirnya berubah pikiran dan mematikan mesin serta Kembali ke dermaga.
Dari kisah ini banyak sekali nilai – nilai yang dapat kita ambil dari mulai nilai perjuangan bangsa Indonesia i nilai heroisme yang tercermin dari awak kapal India yang berani tidak mengirim muatannya dan memilih kembali ke Australia untuk demi bangsa Indonesia, nilai kemanusiaan yaitu banyaknya sumbangan yang disumbangkan untuk bangsa Indonesia salah satunya dari China, nilai persahabatan yaitu persahabatan antara Indonesia dan Australia yang erat dan saling tolong menolong dan masih banyak nilai lainnya yang bisa kita amalkan di kehidupan saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H