Khasus kekerasan seksual kembali terjadi di Luwu Timur yang dilaporkan oleh ibu korban bernama Lydia, sebenarnya pelaku merupakan mantan suami dari Ldydia yang bekerja sebagai aparatur sipil negara yang punya posisi di kantor dinas pemerintah Kabupaten Luwu Timur. Walaupun sebagai mantan suami Lydia tetap mengijinkan ketiga anaknya muntuk sering berjumpa dengan ayah kandung atau pelaku. Lydia mengijinkan anak-anaknya untuk selalu bertemu dengan pelaku karena ia tau pelaku selaku ayah kandung korban hanya untuk menjemput anak-anaknya saat pulang sekolah serta membelikan jajan atau mainan. Tetapi pada suatu hari anak sulung dari lydia mengeluh akan rasa sakit yang dialaminya pada area kewanitaannya, Lydia tentu merasakan khawatir dan meminta anaknya untuk bercerita kepadanya mengapa bisa sakit. Dengan rasa takut dan suara yang pelan anak sulung dari Lydia mulai bercerita dan mengatakan bahwa ia telah diperkosa oleh ayahnya. Lydia sangat kaget lantas bertany kepada kedua anaknya yang lain untuk memastikan kebenaran dari apa yang diucapkan oleh si sulung, kedua anaknya yang lain pun membenarkan apa yang dikatakn oleh kakaknya dan juga bercerita telah diperkosa oleh ayahnya. Ketiga anak Lydia ini masih sangat belia yang dimana semunya masih dibawah umur 10 tahun. Perilaku kekerasan seksual yang dialami anak-anak Lydia sudah sangat bertentangan dari norma, entah itu norma kesusilaan maupun norma agama. Apalagi ditambah dengan keadaan psikologi dari korban seperti depresi dan tentu saja trauma yang mendalam serta kemungkinan besar tidak akan hilang dengan cepat. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang dimana berstatus sebai ayah kandungnya akan meninggalkan luka yang sangat dalam, ayah yang mereka anggap sebagai pelindungn justru malah merusak apa yang serahusnya dijaga oleh anak-anaknya.Â
Lydia selaku ibu dari para korban setelah mendengar cerita dari ketiga anaknya ia segera pergi ke Pelayan Terpadu Pemberdayaan dan Anak Luwu Timur untuk mengadukan apa yang dialami oleh anak-anaknya serta Lydia juga pergi ke Polres Luwu Timur untuk melaporkan perilaku bejat yang dilakukan oleh mantan sumaninya tersebit. Tetapi tidak sesui apa yang diharapkan oleh Lydia, di keduan institusi yang seharusnya Lydia mendapatkan keadilan tetapi tidak, khasus yang di utarakan oleh Lydia tidak ditanggapi dan Lydia dituding memiliki gangguan kesehatan mental. Proses penyelidikannya pun dilakukan kepada anak-anak Lydia yang tanpa didampingi oleh penasihathuku, Lydia sebagai ibu kandung korban, tim hukum , serta pekerja sosial tau psikologi. Pada saat itu Lydia sebagai ibu korban diminta untuk menandatangi sebuah surat yang anak-anak Lydia dilarang untuk membacanya, Lydia juga pada saat itu diintrogasi oleh penyidik serta diminta menandatangani keterangannya. Lydia pun akhirnya menandatangani surat tersebut karena hari yang sudah semakin siang dan ia ingin segera pulang dan memasak untuk ketiga anaknya.
Pada tanggal 10 Desember 2019 khasus kekerasan seksual yang dialami ketiga anak Lydia dihentikan oleh polisi dengan alasan tidak adanya bukti serta adanya kejanggalan serta kesalahan dalam proses penyelidikan. Dari pemberhentian khasus ini sangat terlihat keberpihakan polda Sulsel yang lebih condong kearah pelaku, seharusnya khasus ini diselidiki lebih mendalam untuk menggali bukti-bukti pendukung tetapi malah diberhentikan. Pemerintah seharusnya lebih tegas apalagi ini berngaruh kepada anak-anak yang akan menjadi gnerasi emas bangsa indosenia, semoga ada keadilan untuk Lydia beserta ketiga anaknya sebab khasis bejat seperti ini harus dibeikan hukuman yang berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H