Mohon tunggu...
I Ketut Alit Bintang Mahardika
I Ketut Alit Bintang Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Film

Perpaduan Budaya Jepang, Hinduisme, dan Buddha dalam Animasi Naruto

4 Maret 2024   22:03 Diperbarui: 25 Maret 2024   13:47 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://surl.li/rfcov

Naruto merupakan salah satu seri anime (animasi khas dari Jepang) yang diciptakan oleh Masashi Kishimoto. Seri Naruto pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 1999 oleh Shueisha dalam edisi 43 majalah Shonen Jump yang tamat pada tahun 2014. Naruto pertama kali disiarkan di Indonesia pada stasiun televisi Trans TV pada tahun 2004 kemudian pada tahun 2007 penayangannya pindah ke Global TV.

Serial Naruto bercerita tentang kehidupan seorang ninja asal desa Konoha yang bernama Uzumaki Naruto, ia merupakan seorang ninja yatim piatu yang dikucilkan oleh beberapa masyarakat desa Konoha, karena di dalam tubuhnya terdapat monster berekor sembilan yang sempat menghancurkan desa Konoha.

Cerita Naruto banyak terinspirasi dari cerita rakyat dan mitologi Jepang, serta memuat unsur-unsur elemen Shintoisme, agama asli dari negeri matahari terbit tersebut. Namun, jika dianalisis lebih lanjut, serial ini juga dipengaruhi dari elemen-elemen Hinduisme dan Buddha, dua agama yang berbeda dengan konsep yang saling terhubung.

Berikut beberapa konsep/unsur-unsur yang dimaksud:

Chakra, chakra di dalam serial Naruto merupakan energi yang terlahir dari kombinasi energi spiritual dan fisik, dalam Hinduisme chakra juga berarti titik energi atau dapat dipahami sebagai pusat energi metafisik dalam tubuh manusia.

Reinkarnasi, konsep ajaran kelahiran kembali yang diyakini dalam agama Hindu dan Buddha. Dalam cerita Naruto, Naruto dikisahkan sebagai reinkarnasi Ashura sementara Sasuke sebagai reinkarnasi Indra. Bila dikonsepkan dalam konteks Hinduisme, naratif yang paling sesuai adalah pertempuran antara Ashura dan Deva, di mana Indra menjadi Raja dewa.

Rinne Sharingan, dalam cerita Naruto, ini merupakan suatu jutsu mata legendaris yang memiliki kekuatan luar biasa untuk menjebak lawan dalam ilusi tsukuyomi yang tak terbatas, dan mata ini muncul sebagai mata ketiga di dahi penggunanya. Dalam konteks Hinduisme, Dewa Siwa juga disebut Trinetra, yang berarti “Dewa bermata tiga”, diyakini bahwa mata ketiga Dewa Siwa terbuka ketika Dewa Siwa sedang marah.

Edo Tensei, jurus untuk membangkitkan orang yang sudah meninggal, ini terdapat pada episode Naruto Shippuden 366: Yang Mengetahui Segalanya. Dalam episode tersebut, para hokage yang sudah meninggal dibangkitkan kembali untuk mengetahui kebenaran dari apa yang sudah terjadi di masa lalu. Di Hindu Bali ada kepercayaan yang mirip dengan edo tensei, sering disebut dengan meluasin, matuun atau nunas baos. Meluasin, matuun ataupun nunas baos ini pada intinya yaitu memohon petunjuk ataupun solusi kepada leluhur yang sudah meninggal melalui perantara balian(ahli spiritual di Bali).

Itulah beberapa perpaduan antara budaya Jepang, Hinduisme dan Buddha dalam serial animasi Naruto. Meskipun sebagian besar cerita Naruto didasarkan pada budaya Jepang, tetapi dalam beberapa hal, serial ini juga dipengaruhi dari kebudayaan Hindu dan Buddha.

Dengan demikian, serial Naruto tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi juga memperkenalkan penikmatnya pada berbagai konsep agama, mitologi, dan tradisi budaya yang mendalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun