Mantan presiden Afrika Selatan Nelson Mandela pernah berujar bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Selain itu dalam kutipan bait pupuh Ginanti disebutkan bahwa Kaweruhe luir senjata yang berarti pengetahuan itu bagaikan senjata. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah senjata yang ampuh untuk kemajuan bangsa.
      Jika kita telusuri ke zaman pergerakan nasional, pergerakan kaum pemuda yang berpendidikan memiliki andil yang besar dalam kemerdekaan republik Indonesia. Mereka mendirikan berbagai organisasi pergerakan nasional, partai politik dan juga kongres pemuda untuk menggelorakan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Hal itu juga berdampak positif sehingga bangsa Indonesia bisa meraih kemerdekaannya dari kaum penjajah.
      Setelah lebih dari tujuh decade Indonesia merdeka, kita masih dihadapkan pada hegemoni bangsa asing. Hegemoni ini tentunya dapat dipadankan dengan penjajahan modern alias penjajahan non fisik. Kita tahu bahwa secara ekonomi perdagangan, Indonesia masih "dijajah" oleh bangsa asing. Hal itu dapat kita lihat jika kita pergi ke pusat perbelanjaan berbagai produk asing membanjiri ruang belanja. Itu juga terjadi pada industri transportasi dan alat elektronik.
      Kemudian dari segi karakter, bangsa Indonesia juga sudah masih di bawah pengaruh hegemoni bangsa asing. Misalnya bangsa Indonesia bangga jika mampu menjalankan kebiasaan atau budaya asing atau dikenal dengan westernisasi. Hal ini merupakan bentuk penjajahan budaya. Jika hal ini dibiarkan maka Indonesia akan menjadi Indonesia tanpa bangsa Indonesia. Ya, bangsa Indonesia yang dikenal karena budaya dan karakternya yang ramah, konsisten dengan kearifan lokal dan karakter lainnya.
      Hegemoni itu dapat dilawan dengan pendidikan berkualitas. Dengan pendidikan yang berkualitas akan dilahirkan sumber daya manusia yang berkualitas namun tidak lupa dengan identitas budaya dan bangsa Indonesia. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang adaptif dengan karakter manusia abad ke-21 yaitu mampu berkomunikasi, kolaborasi, kritis dan kreatif. Hal itu dapat diterapkan dengan menerapkan pembelajaran kolaboratf, pembelajaran berbasis masalah, berbasis proyek dan mengadopsi penggunaan IT dalam pembelajaran. Selain itu pendidikan dari proses dan konten juga harus mengakomodasi potensi lokal.
      Selain itu pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi pendidikan secara holistic dan juga memfokuskan pada daerah 3T tertinggal, terdepan dan terluar. Fokus pada perbaikan sarana dan prasarana agar memenuhi standar, kesejahteraan guru yang ditingkatkan dan pembangunan infrastruktur penunjang pendidikan. Kita berharap dengan adanya pendidikan berkualitas kita akan memiliki senjata untuk melawan hegemoni atau penjajahan non fisik di era globalisasi ini.
Penulis adalah mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H