Gubernur Bali, I Wayan Koster menyatakan valentine adalah bukan budaya Bali. Gubernur kemudian mengatakan Tumpek Krulut merupakan hari kasih sayang dalam budaya Bali (Detik News, 8/2).Â
Media sosial di Bali pun diwarnai pro dan kotra tentang seruan Gubernur Bali ini. Valentine adalah bukan budaya Bali tentu merupakan pernyataan yang tidak bisa dibantah, tetapi menyatakan Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang dalam budaya Bali menjadi pernyataan yang banyak dipertanyakan.Â
Sebab, selama ini, Bali tidak mengenal hari kasih sayang pada Tumpek Krulut. Benarkah hari kasih sayang Bali pada Tumpek Krulut? Mengapa harus diperkenalkan hari kasih sayang dalam budaya Bali? Adakah relasinya dengan industri pariwisata yang berkembang di Bali?
Tumpek Krulut merupakan hari suci bagi umat Hindu di Bali. Hari suci ini lahir berdasarkan teks-teks lokal di Bali.Â
Teks-teks yang mendasarinya adalah Lontar Medangkumulan, Lontar Sundarigama dan Wariga Gemet. Lontar Medangkumulan menceritakan tentang mitologi wuku dalam kisah Watugunung yang merupakan manusia terkuat.Â
Watugunung menaklukkan banyak kerajaaan sampai menaklukkan kerajaan ibunya. Salah satu kerajaan yang ditaklukan adalah Kerajaan Krulut. Kerajaan Krulut ini entah berada di mana?Â
Tetapi ada kerajaan yang masih ada sampai sekarang seperti yang disebutkan dalam mitologi wuku ini yaitu Kerajaan Pahang, yang kini ada merupakan salah satu negara bagian di Malaysia.
Secara tradisi di Bali, Tumpek Krulut disebutkan sebagai hari untuk iber-iber yaitu bunyi-bunyian, sehingga merupakan hari untuk mengupacarai gong dan unggas peliharaan.Â
Dewa yang dihadirkan pada Tumpek Krulut adalah Dewa Iswara, yang merupakan manesfestasi dari Shiva. Iswara menempati arah timur dalam kosmologi agama di Bali, dengan memiliki senjata bajra.Â
Bajra adalah musik spiritual untuk mengantarkan puja mantra kepada Shiva. Dalam Lontar Barongswari juga disebutkan Iswara turun ke dunia menjadi topeng putih.