Sirkuit Pertamina Mandalika dibuka Presiden Jokowi pada Jumat, 12 Nopember 2021 (Kompas, 13 Nopember 2021). Sirkuit internasional ini mengundang wisman dari berbagai negara. Berbagai komentar muncul di permukaan.Â
Salah satunya bahwa Lombok akan menjadi pesaing Bali dalam dunia pariwisata di masa mendatang. Investasi pun akan mulai bergerak dari Bali ke Lombok, sedangkan Bali yang sudah begitu penuh akan ditinggalkan. Kekhawatiran pengusaha di Bali, terungkap begitu saja di berbagai media sosial. Benarkah Lombok akan menjadi pesaing Bali?
Sirkuit Mandalika hanya salah satu pengembangan pariwisata, dari Bali ke Lombok. Sebelumnya, telah terjadi pengembangan kreatif di Pantai Senggigi, Gili Terawangan, Gili Meno, dan pantai-pantai lainnya di Lombok. Bandara Lombok pun sudah ditingkatkan menjadi bandara internasional.Â
Dengan penambahan berbagai fasilitas ini, wisatawan diharapkan mau bergeser dari Bali ke Lombok sebab daya tampung Bali sudah sangat tidak memadai untuk menampung target kunjungan wisman nasional, yang akan mencapai 20 juta wisman. Dengan target ini, destinasi-destinasi lain perlu dikembangkan sehingga tidak berfokus di Bali.
Bali direncanakan menjadi destinasi pariwisata massal pada tahun 1971 melalui Sceto Plan. Perencana dari Prancis ini merencanakan Bali hanya menampung maksimal 700 ribu wisman, dengan resort Nusa Dua, Kuta, dan Sanur. Pada tahun 1980-an, perluasan bandara internasional dilakukan.Â
Persiapan untuk pelatihan tenaga kerja lokal dilakukan pada tahun 1982 dengan membuka Badan Pusat Pelatihan Pariwisata (BPLP). Dengan berbagai persiapan ini, target ini telah terlampaui pada tahun 1994 dengan satu juta kunjungan wisman.
Prestasi ini membuat pemerintah daerah berniat untuk menampung dua juta wisman, sehingga mengembangkan kawasan wisata menjadi 21 kawasan wisata. Alasannya adalah untuk pemerataan kue pariwisata, yang tidak boleh hanya berpusat di Bali selatan. Kawasan-kawasan lain pun berkembang di Bali setelah tahun 1994, seperti Tanah Lot, Lebih, Tulamben dan sebagainya.
Perkembangan ini tercatat telah mengkonversi sawah Bali sekitar seribu hektar pertahun. Pengurangan sawah ini terus terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan investasi di Bali.
Pada 1997-2006, Bali menghadapi berbagai hambatan dalam pengembangan pariwisata sehingga target dua juta wisman belum tercapai. Tantangan itu adalah krisis ekonomi dunia dan teror bom Bali.Â
Pada tahun 2008, Bali telah mencapai target dua juta wisman. Kemudian melejit tiga kali lipat menjadi enam juta wisman pada tahun 2018 dan 2019. Pada tahun  2020, dan 2021, Bali menghadapi covid 19 sehingga pertumbuhan kunjungan wisman terhenti. Jika ini tidak terhenti maka Bali akan menampung sekitar 10 juta wisman atau setengah dari target nasional.
Lonjakan kunjungan wisman ini tentu saja mengabaikan daya tampung Bali. Sampai saat ini (2021), belum terdengar ada studi khusus tentang daya tampung Bali, sehingga berapa wisatawan yang seharusnya bisa maksimal berkunjung ke Bali, belum ada studinya secara matang.Â