Bali sudah mulai melakukan perbukaan perbatasan, sebab kasus covid 19 sudah menurun drastis di Bali. Kasus-kasus covid 19 minggu-minggu belakangan ini sangat rendah di bawah 50 kasus harian. Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sudah mulai dibuka untuk negara-negara tertentu. Persyaratan karantina bagi wisman sudah mulai diturunkan dari wajib lima hari menjadi wajib tiga hari (Kompas, 12 Nopember 2021), tetapi di tengah kondisi tersebut, pasar pariwisata dunia masih lesu. Pasar-pasar potensial masih bergulat dengan persoalan covid 19, seperti halnya pasar China.
Berdasarkan data kunjungan wisman ke Bali dari Provinsi Bali, China merupakan negara asal wisman yang selalu masuk lima terbesar ke Bali. Sekitar 688.469 wisman China ke Bali pada tahun 2015. Tahun 2016 menjadi 975.152, tahun 2017 menjadi 1.356.142, tahun 2018 menjadi 1.361.512, dan tahun 2019 menjadi 1.186.057. Asal wisman Asia berikutnya berasal dari India. Tahun 2015 berjumlah 119.304, tahun 2016 berjumlah 180.770, tahun 2017 berjumlah 264.516, tahun 2018 berjumlah 353.894, dan tahun 2019 berjumlah 374.043. Pasar-pasar lain yang dominan adalah Australia dan Prancis.
China saat ini sedang mengalami masalah protokol kesehatan yang rumit. Bepergian ke luar negeri memerlukan protokol kesehatan yang rumit, dengan kewajiban karantina. Karena itu, wisatawan China lebih suka bepergian ke dalam negerinya untuk tahun-tahun ini. Pasar Australia juga belum terbuka dengan baik. Karena itu, pasar yang terbuka hanya India dan Prancis. Bahkan, pada bulan November 2021 ini direncanakan akan datang rombongan wisatawan India dan Prancis ke Indonesia (Kompas, 12 Nopember 2021). Sebagian besar rombongan ini tentunya akan datang ke Bali.
Pergeseran pasar ini mengingatkan sejarah pengaruh raja-raja China dan India pada masa lalu di Asia Tenggara. Kedua wilayah ini memiliki pengaruh saling mempengaruhi wilayah Asia Tenggara. Apabila China mengalami kemunduran maka India yang mempengaruhi Asia Tenggara, demikian juga sebaliknya. Sampai pada era modern ini, pengaruh ekonomi kedua wilayah ini dengan Asia Tenggara sangat tinggi, termasuk persoalan pasar wisata.
Bali dan India tentu memiliki sejarah yang panjang. Bagi wisatawan India, melihat Bali sama seperti melihat India dengan dewa-dewa Veda yang sama, tetapi Bali tentu memiliki perbedaan dengan daerah-daerah lain di India yang juga berbeda ragam budayanya. Ragam pura (temple) bertingkat (meru) bisa dijumpai di Nepal. Ritual-ritual bisa dijumpai di berbagai daerah di India, dengan berbagai perbedaannya.Â
Demikian juga tarian-tariannya yang beraneka ragam dapat dijumpai pada berbagai etnis di India, tetapi Bali memiliki kekhasannya karena perpaduannya dengan berbagai kebudayaan lain di luar India. Tetapi Bali seperti juga Indonesia adalah imagenery of India, dengan candi, alam, dan budaya masyarakatnya.
Wisatawan India seperti juga prilaku orang-orang Bali yang bepergian, mereka suka melihat kesamaan (similarity). Orang-orang Bali misalnya berwisata ke Jawa, untuk berkunjung ke Pura Semeru Agung atau berkunjung ke Prambanan.Â
Orang-orang India juga demikian, berkunjung ke luar negeri untuk melihat kesamaan-kesamaannya, walaupun tidak sama 100 persen. Kunjungan ke Bali, akan seperti melihat India di masa lalu dengan berbagai ritualnya. Demikian juga, kunjungan ke Prambanan misalnya, seperti akan melihat peninggalan-peninggalan candi di India yang berbeda. Karena itu, berkunjung ke Indonesia (Bali) seperti melihat India yang berbeda.
Wisatawan darimana pun, memiliki klasifikasi yang sama. Orang-orang muda (usia 20-40 tahun) memiliki kecenderungan untuk bersenang-senang. Usia 40 tahun ke atas, wisatawan biasanya mulai tertarik kepada kebudayaan.Â
Belajar dari budaya baru yang dijumpai dan keinginan untuk mengenal budaya baru yang lebih dalam. Wisatawan usia 40 tahun ke atas biasanya adalah wisatawan yang memiliki pendapatan lebih besar, sehingga pasar pariwisata budaya merupakan pasar yang potensial, yang dikenal sebagai pasar pariwisata berkualitas.
India memiliki penduduk sekitar satu milyar lebih. Jika 10 persen dari penduduk India adalah orang kaya, maka ada sekitar 100 juta pasar yang bisa digarap untuk berkunjung ke Indonesia (Bali).Â