Pada saat ini, Indonesia sedang menghadapi salah satu tantangan terberat pada sektor pangan, yaitu kenaikan harga beras yang dipicu oleh fenomena El Nio. Fenomena ini terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, khususnya bagian tengah dan timur, mengalami pemanasan signifikan, sehingga mengganggu pola cuaca global.
 Biasanya, El Nio menyebabkan pelemahan angin pasat yang membawa udara lembap, sehingga curah hujan di Indonesia berkurang drastis. Akibatnya, musim kemarau menjadi lebih panjang dan intensif, yang berdampak langsung pada pertanian, khususnya sawah yang sangat bergantung pada irigasi.Â
Di pasar-pasar tradisional, harga beras melonjak tajam hingga melampaui Rp 15.000 per kilogram. Di desa-desa pertanian utama seperti di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, petani berjuang dengan hasil panen yang jauh di bawah ekspektasi. Pemerintah mencoba mengatasi situasi ini melalui kebijakan impor beras, tetapi langkah ini mendapat kritik karena dianggap hanya solusi jangka pendek.
El Nio juga membawa dampak signifikan pada pola tanam di Indonesia. Sebagai gambaran, luas area sawah yang mengalami gagal panen mencapai ribuan hektar pada tahun 2024. Sawah-sawah yang tidak memiliki sistem irigasi modern paling terdampak, dengan hasil panen yang hampir tidak ada di beberapa wilayah.Â
Selain itu, distribusi beras yang terganggu akibat infrastruktur logistik yang tidak memadai semakin memperburuk situasi, terutama di daerah terpencil. Situasi ini menunjukkan bagaimana fenomena iklim global seperti El Nio dapat menciptakan krisis nasional, terutama di sektor pangan yang menjadi kebutuhan dasar seluruh masyarakat.
Langkah pemerintah mengimpor beras sebagai respons terhadap krisis ini merupakan solusi pragmatis, tetapi tidak sepenuhnya tepat. Ketergantungan pada impor menunjukkan lemahnya ketahanan pangan nasional, sementara solusi jangka panjang seperti investasi dalam teknologi pertanian dan infrastruktur irigasi masih kurang digarap.Â
Indonesia dapat belajar dari negara-negara tetangga seperti Thailand yang sukses menggunakan teknologi pemantauan cuaca dan sistem irigasi pintar untuk menjaga stabilitas produksi beras meskipun menghadapi ancaman El Nio.Â
Selain itu, perlu ada strategi diversifikasi pangan. Ketergantungan masyarakat pada beras sebagai bahan pokok utama menempatkan Indonesia dalam posisi rentan. Meningkatkan konsumsi bahan pokok alternatif seperti singkong, sagu, atau jagung dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan pada beras.
Krisis harga beras ini memengaruhi berbagai lapisan masyarakat. Bagi masyarakat kelas bawah, kenaikan harga beras berarti berkurangnya daya beli, sehingga mereka terpaksa mengurangi konsumsi atau mencari alternatif yang kurang bergizi.Â
Sementara itu, bagi petani kecil, dampak ini menjadi lebih rumit. Walaupun harga jual meningkat, banyak dari mereka tidak memiliki hasil panen yang cukup untuk dijual karena efek El Nio. Akibatnya, ketimpangan ekonomi di pedesaan semakin melebar.
Krisis ini mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem ketahanan pangan Indonesia. Ketergantungan pada faktor cuaca, minimnya diversifikasi pangan, dan infrastruktur pertanian yang kurang memadai adalah masalah-masalah struktural yang perlu segera diatasi. Pemerintah juga harus memperbaiki sistem logistik dan distribusi agar stok beras dapat tersebar merata, khususnya ke daerah-daerah yang sulit diakses.