Pekalongan - Penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi kesulitan untuk mengakses pasar tenaga kerja di tanah air. Minimnya aksebilitas dan stigma yang melekat merupakan masalah klasik yang hingga kini masih menjadi tantangan utama penyerapan talenta difabel ke Angkatan kerja. Para penyandang disabilitas memiliki berbagai macam tantangan dalam hidupnnya. Baik tantangan aksesbilitas,kesetaraan dan stigma. Tak hanya bagi individu disabilitas, tantangan serupa juga dirasakan atau berpengaruh pada keluarga yang non disabilitas.
Ketika aksesbilitas kesempatan kerja bagi disabilitas telah terbuka luas, hal ini tidak serta merta dapat terimplementasikan dengan optimal di dunia kerja. Terdapat tantangan-tantangan yang harus dihadapi disabilitas dalam pemenuhan hak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi mereka. Hasil tinjauan dari penelitian Cameron dan Suarez pada tahun 2017 menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki satu atau beberapa anggota keluarga dengan disabilitas di Indonesia rata-rata memiliki tingkat pendapatan perkapita yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Beberapa perusahan masih kerap berstigma untuk mencari sumber daya manusia yang berkualitas tanpa cacat. Hal ini terlihat dari proses seleksi yang dijalankan baik itu di perusahaan swasta, BUMD, BUMN dan organisasi pemerintah lainnya. Persyaratan yang digunakan dalam proses seleksi masih banyak mensyaratkan kesempurnaan jasmani dan mental dari para pelamar. Menurut Noermijati selaku guru besar Universitas Brawijaya.
Selain itu, karakteristik lingkungan seperti karakteristik infrastruktur fasilitas public, kekuatan ekonomi daerah tempat tinggal dan juga letak mempengaruhi Kesehatan dan kondisi ekonomi orang-orang disabilitas (Brucker, dkk, 2015; Gilroy, dkk, 2020). Adanya komitmen dari regulasi-regulasi dari tingkat pusat hingga daerah dapat dilihat dalam peluang aksesbilitas kesempatan kerja disabilitas dalam peraturan undang-undang seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 I ayat (2) yang menyebutkan “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Namun demikian, Ban
Dalam Undang-undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 6 butir 2 menyebutkan “Pemenuhan hak disabilitas dalam pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecatatan, Pendidikan dan kemampuannya.” Sedangkan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 19 menyebutkan “Penyediaan pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis derajat kecacatan dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.”
Setaip regulasi daerah dan nasionaI Inndonesia pada umumnya telah memberikan ruang-ruang pemenuhan hak disabilitas dalam hal kesempatan kerja. Akan tetapi, tantangan yang muncul dalam praktik pelaksanaan kesempatan kerja bagi disabilitas masih harus mereka hadapi. Ada beberapa faktor yang menjadi tantangan pelaksanaan pengelolaan diversitas ini yaitu pertama, banyaknyapraktik diskriminasi. Kedua, proses seleksi kerja yang. Ketiga, stereotip yang diberikan kepada kaum disabilitas. agar memperkuat komitmen perusahaan dan organisasi kerja memberikan kuota kesempatan kerja bagi disabilitas sebesar 1%. Level top manajer dan manajer sumber daya manusua harus mampu melakukan manajemen keanekaragaman secara efisien dan efektif dengan menempatkan pekerja disabilitassesuai derajat kecacatatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H