Mohon tunggu...
SF Maratul Ulya
SF Maratul Ulya Mohon Tunggu... Konsultan - Analis Sosial Budaya Masyarakat

Penulis adalah Alumnus Universitas Islam Negeri Walisongo dan menamatkan jenjang studi Magister di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Optimalisasi Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan bagi Penyandang Disabilitas di Pasar Kerja

3 Januari 2023   13:10 Diperbarui: 3 Januari 2023   13:16 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pertemuan para pemimpin 20 negara dalam G20 merupakan momentum penting untuk secara
serius membahas berbagai isu utama yang dihadapi masyarakat dunia. 

Keanggotaan G20 yang mewakili lebih dari 80 persen PDB dunia, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia
memiliki peran strategis dalam mengamankan pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi di masa depan.

Sebab yang demikian itu, kesepakatan dalam forum-forum G20 dapat menjadi katalisator untuk
mengatasi sejumlah problematika yang dihadapi dunia saat ini termasuk sektor ketenagakerjaan.

Sejak presidensi Argentina, G20 telah fokus dalam memperhatikan kelompok-kelompok yang
selama ini tereksklusi dari proses pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip kebijakan untuk
meningkatkan integritas penyandang disabilitas ke dalam pasar tenaga kerja meski masih menghadapi
berbagai tantangan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kekompakan dari para anggota G20 dalam
membangun keadilan yang inklusif serta memastikan kelompok disabilitas mendapatkan hak-haknya.

Kebijakan Pemerintah dalam pembangunan ketenagakerjaan secara pokok tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai pelaksanaan Pasal 27 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Salah satu bentuk
kebijakan pemerintahan dalam mengupayakan suatu bentuk perluasan kesempatan kerja yakni PP. No.
33 tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja. Peraturan ini bertujuan untuk mengurangi
pengangguran, baik pengangguran yang sudah ada maupun menyerap tenaga kerja baru. Sehubungan
hal tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkoordinasi dan terintegrasi dalam
mengimplementasikan kebijakan perluasan kesempatan kerja. Hal ini merupakan tantangan bagi para
stakeholder dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja.

Pada tahun 2017, berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) pertanian
masih memegang porsi terbesar dalam menyediakan lapangan pekerjaan di Indonesia dengan jumlah
pekerja sebanyak 31,9 persen penduduk, disusul sektor jasa sebanyak 24,2 persen, dan sektor
perdagangan sebesar 22,5 persen. Namun, sampai pada tahun 2021 berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) dari 140,15 juta angkatan kerja penduduk Indonesia, sebagian besar bekerja di sektor
industri pengolahan sebanyak 1,22 juta orang. Sektor perdagangan menempati posisi kedua dengan
jumlah pekerja meningkat sebanyak 1,04 juta, lalu disusul sektor akomodasi dan makanan minuman
sebanyak 0,64 juta, sektor pendidikan 0,46 dan sektor administrasi pemerintahan meningkat 0,28 juta
orang. Sementara sektor pertanian mengalami penurunan hingga tinggal 1,1 juta orang sepanjang tahun
2021.

Perubahan sektor lapangan pekerjaan yang semula pertanian berubah ke sektor industri
pengolahan adalah efek domino dari Revolusi Industri. Era Revolusi Industri mengharuskan para
pekerja untuk memiliki inovasi teknologi, sistem produksi, hingga distribusi barang dan jasa secara
cepat dan efisien. Jika dihitung dengan seksama, angka pengangguran terus mengalami penurunan sejak
tahun 2016 sebesar 5,6 persen hingga pada tahun 2021 menjadi 6,49 persen. Tingkat pengangguran
terbuka turun hingga 0,58 persen dibandingkan pada tahun 2020. Namun, persoalannya kemudian
adalah bagaimana dengan kualitas, kesejahteraan dan kemudahan akses di pasar kerja bagi penyandang
disabilitas yang tidak serta merta selaras dengan data penurunan pengangguran tersebut.

Menurut survei yang dilakukan ILO tahun 2020 jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia
mencapai 15 persen. Sedangkan di Indonesia jumlah penyandang disabilitas tahun 2020 sebanyak 22
juta jiwa atau sekitar 8 persen dari seluruh populasi masyarakat Indonesia. Dari 22 juta jiwa berdasarkan
data BPS tahun 2020 ada 17,74 juta penyandang disabilitas yang masuk dalam kategori usia kerja,
sedangkan hanya terdapat 7,8 juta orang yang masuk dalam angkatan kerja. Ini berarti bahwa ada sekitar
247 ribu penyandang disabilitas yang masuk dalam kategori pengangguran terbuka dan menurut laporan
yang ditulis oleh Perkumpulan Prakarsa tahun 2022 ada seperlima diantaranya telah kehilangan
harapan untuk bekerja karena tingkat keparahan disabilitasnya.

Jaminan hak bekerja bagi penyandang disabilitas sebenarnya telah diatur dalam UU No. 8
Tahun 2016 Pasal 45 yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan
pengembangan karir yang adil dan tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas. Selain itu,
kebijakan perlindungan penyandang disabilitas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 70 tahun
2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Dalam aspek ketenagakerjaan, Unit Layanan Disabilitas
(ULD) bidang ketenagakerjaan juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2020. ULD
bidang ketenagakerjaan ini bertugas untuk mengakomodasi penyandang disabilitas dalam mendapatkan
pekerjaan dengan cara menyediakan informasi lowongan kerja dan mempromosikan tenaga kerja
difabel kepada pemberi kerja, memberikan penyuluhan, melakukan analisis jabatan bagi tenaga kerja
penyandang disabilitas, serta memberikan bimbingan kerja.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2020 berdasarkan usia,
penyandang disabilitas paling banyak berada di rentang usia 60 tahun keatas yang mencapai lebih dari
40 persen, sedangkan usia produktif untuk bekerja yakni usia 19-59 tahun lebih dari 6 persen atau sekitar
17,74 juta orang. Pada Agustus 2020 tercatat sebanyak 8 juta penyandang disabilitas masuk dalam
kategori angkatan kerja. Namun, hanya ada 21 persen penyandang disabilitas yang bekerja pada sektor
formal. Selain itu, menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS; 2020) 70 persen
pekerja penyandang disabilitas menerima gaji rata-rata kurang dari 1 juta rupiah per bulan. Sedangkan
bagi non disabilitas yang menerima nominal gaji yang sama hanya 50 persen. Selain itu, gaji paling
tinggi bagi penyandang disabilitas hanya diterima oleh jenis penyandang disabilitas penglihatan sebesar
1.076.595 rupiah. Sedangkan gaji paling rendah diterima oleh penyandang disabilitas komunikasi
dengan rata-rata gaji 500.000 rupiah per bulan. Kondisi ini diperparah ketika Covid-19 melanda yang
menurut penelitian Ngadi dan Purba (2020) diperkirakan ada 15,6 persen pekerja di Indonesia terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terjadi penurunan pendapatan para penyandang disabilitas.
Kerentanan di masa Covid-19 paling banyak dialami oleh penyandang disabilitas ganda dan
penyandang disabilitas mental.

Permasalahan sulitnya para penyandang disabilitas ikut berpartisipasi dalam pasar kerja karena
faktor kurangnya ketersediaan dan akses lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka (ILO dan OECD,
2018). Ditambah lagi masuknya era Revolusi Industri 4.0 yang mengubah struktur pasar kerja dan
memperkecil peluang tenaga kerja bagi para penyandang disabilitas (Mark et al, 2019). Hal ini tentu
berdampak pada kemandirian dan aktivitas penyandang disabilitas baik di tempat kerja, keluarga,
maupun sosial masyarakat yang masih kerap ditemukan stigma dan diskriminasi atas dasar tingkat
keparahan disabilitas dan pengelompokan jenis pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun