Mohon tunggu...
Hayati Martha
Hayati Martha Mohon Tunggu... -

pemimpi, petualang dan penikmat pagi\r\n\r\nwww.hayatimartha.blogspot.com\r\nwww.falysha.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sehari di IGD RS. Cipto Mangunkusumo

10 Oktober 2014   05:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:39 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akhir-akhir ini saya memang sangat sering mondar-mandir Rumah sakit untuk mengurus kakak saya. Beliau adalah salah satu penderita Thalasemia mayor.  Sejak ia kecil sudah sangat akrab dengan transfusi darah. Thalasemia sendiri merupakan salah satu jenis dari penyakit gangguan pembentukan hemoglobin. Karenanya penderita thalasemia harus transfusi darah dan menjalani perawatan medis secara teratur akibat tidak sempurnanya tubuh dalam memproduksi sel darah merah.  Dan Sudah beberapa tahun terakhir ini, ia harus transfusi darah hampir seminggu sekali.

Kondisinya saat ini memang jauh memburuk dibanding sebelumnya. Terlebih lagi ketika ia terjatuh dirumah yang menyebabkan retak dikaki yang tentu saja memperparah kondisinya. Kesehatan tulang penderita thalasemia memang jauh berbeda dengan kita yang normal.

Beberapa hari lalu saya harus mengantarkannya ke RS Cipto Mangunkusumo untuk transfusi darah. Sudah sejak lama kakak saya menjadi pasien tetap poliklinik Thalasemia RSCM. Karena terlalu siang datang ke Rumah Sakit saat itu, akhirnya untuk transfusi darah kami dilempar ke IGD (Instalasi Gawat Darurat).

Diantar dokter dari poliklinik Thalasemia kami menuju IGD. Tak henti saya menanyakan tentang kondisi kakak saya kepada dokter yang biasa menanangani pasien thalasemia ini. Thalasemia memang tidak ada obatnya. Karenanya menurut dokter saat ini, kaka saya ini masih harus terus diobservasi untuk tindakan selanjutnya selain transfusi.

Masuk ke ruangan Instalasi gawat darurat memang bukan pertama kali buat saya. Tapi masuk ke Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit ini memang baru pertama kalinya. Sebagai Rumah Sakit besar dan juga merupakan rumah sakit rujukan, sudah barang tentu pasien yang ada di ruangan ini adalah pasien yang sebagian besar mempunyai penyakit berat. Saking banyaknya pasien yang dirujuk ke rumah sakit ini,  banyak pasien yang datang dan menunggu lama untuk dapat tempat tidur. Mereka harus menunggu dengan hanya duduk di kursi roda dengan selang infus ditangannya. Mereka harus menunggu ada tempat tidur kosong, yang berarti ada pasien yang sudah dipindah keruangan rawat.

Tepat disamping kakak saya yang saat itu belum mendapat tempat tidur, tergolek lemah pasien anak yang terlihat hanya kulit pembungkus tulang. Perutnya buncit. Tak bisa bicara ataupun bergerak. Hanya kepalanya saja yang suka menengok kanan kiri. Sesekali ia menyengir.  Entah sakitnya apa. Kekurangan gizi itu sudah pasti.  Menurut bapaknya, usia anaknya kini sudah 14tahun. Karena tak ada biaya, didiamkannya kondisi anaknya itu sejak kecil. Ke Rumah Sakit saat itupun ia dipaksa oleh seseorang yang mengaku dari yayasan yang dijumpainya saat ia sedang mengemis di kota tua dan berjanji untuk membantu membiayai.

Hari itu pasien memang terlihat sangat penuh. Sampai-sampai lorong yang memisahkan satu ruangan dengan ruangan lainnyapun penuh berjejer bangsal-bangsal pasien. Termasuk di lorong depan pintu lift dan lorong masuk menuju toilet. Jumlah pasien yang ada dengan tenaga medis buat saya tidak sebanding. Dokter yang menangani kakak sayapun juga menangani beberapa pasien lainnya. Terlihat tak henti ia mondar-mandir kesana kemari untuk menangani kebutuhan pasiennya saat itu. Beberapa dokter dan perawat lainnya tak kalah sibuknya.

Saya sebenarnya tak mempunyai cukup keberanian untuk melirik dan melihat seksama apa yang dialami pasien-pasien yang ada di ruangan dan juga dilorong-lorong itu. Namun karena ruangannya terbuka, sehingga keadaan pasien disekitar saya itu akhirnya dapat terlihat jelas keadaannya. Yang pasti banyak diantaranya tak hanya dipasang jarum infus saja. Yang selalu terbayang oleh saya saat ini adalah pasien yang berada dipinggir ruangan yang tersambung dengan lorong ke arah toilet. Saat itu saya hendak pergi ke toilet untuk buang air. Dengan bantuan pernafasan yang dipasang dimulutnya, terlihat lidahnya yang menjulur dengan mata yang sedikit terbalik. Meski membuat saya keringet dingin melihatnya, tak habis saya berdoa agar pasien ini dipermudah kesembuhannya oleh Allah SWT. Di toilet sendiri saya bertemu dengan pasien yang baru saja habis buang air dengan dibantu saudaranya. Kepalanya terlihat sudah botak dan badannya kurus kering. Saya langsung berkesimpulan, bahwa ia menderita kanker. Entah kanker apa. Tiba-tiba saya merasa berada di dunia yang berbeda.

Meski sudah mendapat bangsal, kakak saya tidak mau ditinggal. Akhirnya saya berbagi dengan adik saya yang saat itu ikut menemani. Sesekali adik saya keluar, dan sesekali saya yang keluar. Melihat berbagai macam pasien saat itu memang membuat kami berdua langsung hilang nafsu makan. Tak hanya itu, jantung saya seperti berdegup lebih cepat. Fisik yang semula fit seakan langsung drop seketika. Padahal masker yang menutupi mulut dan hidung tak sedetikpun saya berani buka.

Tepat di depan bangsal kakak saya seorang pasien laki-laki berumur sekitar 40an dengan tangan terborgol. Di kakinya yang diperban masih terlihat darah yang merembes keluar. Lagi-lagi saya menarik nafas dalam-dalam. Sebelumnya persis disamping bangsal kakak saya ada pasien perempuan yang selalu menjerit-jerit kesakitan. Meski iba melihatnya, tetap saya tersiksa mendengar jeritannya itu. Beruntung ia tak lama dan dipindah keruangan lain yang agak jauh.

Meski hilang nafsu makan, sore harinya perut tetap terasa lapar dan minta diisi. Akhirnya saya keluar dan mencari makan juga. Ketoprak menjadi pilihan mengganjal perut sore itu. Sepiring ketoprak akhirnya tak habis saya lahap. Tapi setidaknya tidak membuat saya terlalu kelaparan. Saya kembali lagi ke IGD melalui pintu belakang. Masuk ke ruangan ini saya tidak berani untuk tengok kanan dan  kiri. Pandangan saya arahkan lurus. Suasana ruangan saat itu terdengar riuh pas saya masuk. Apa nyana, persis di depan saya beberapa pasien luka bakar serius sedang di tangani oleh beberapa dokter jaga disana. Ia menjerit dan terlihat sangat kesakitan. Beberapa dokter sedang berkerumun menanganinya. Begitu juga disampingnya. Pasien yang juga dengan kondisi luka bakar. Karena baru saja datang, bangsal-bangsal beberapa pasien dengan kondisi luka bakar ini belum sempet ditutup dengan gorden agar tak terlihat oleh pasien-pasein lain. Saat itu saya langsung menahan nafas dan menariknya dalam – dalam. “ Ya Tuhan....” desis saya dalam hati. Langkah kaki langsung saya percepat dan pandangan mata saya alihkan. Energi baru hasil satu piring ketoprak yang tidak habis itu seolah lenyap seketika. Badan saya lemas. Sampai dibangsal kakak saya, langsung duduk di sampingnya. Bangsalnya langsung saya tutup dengan gorden. Dan saya menyuruhnya tidur. “ Sudah kamu tidur aja bang..jangan perhatiin kiri kanan..jadi mending tidur aja”. Kaka saya hanya diam. Sepertinya memang ia sulit untuk tidur sekalipun. Sialnya gorden ternyata tidak boleh ditutup oleh suster disana. Jadilah saya dan kakak saya tetap leluasa memandangi ruangan yang penuh dengan pasien-pasien lain itu. 36 korban kebakaran perahu motor yang terjadi disekitar Pulau Pramuka, kepulauan seribu sebagian korbannya dikirim ke IGD Rumah Sakit ini. Selang beberapa menit kemudian terdengar jeritan seseorang yang berasal dari pesien luka bakar tadi.

“Sepertinya ada yang meninggal” kata enci disamping saya yang sedang menemani kakaknya.

“ssyyyttt...jangan keras-keras ci..kita aja yang sehat pada lemes gini dengernya.  Apalagi yang sakit” kataku. Si enci mengangguk dan senyum.

Dua kantong darah yang harus masuk ke tubuh kakak saya hari itu memang membutuhkan waktu lumayan lama. Sampai tengah malam saja kantong darah terakhirnya belum selesai. Pasien yang ada dikiri kanannya sudah berganti dengan pasien baru. Terakhir disisi kanannya pasien dengan semacam rangka mengelilingi lehernya. Pasien disisi kirinya biasa, karena saya lihat hanya jarum infus saja ditangannya. Namun disebelahnya ada pasien yang memakai alat bantu pernafasan. Terdengan nafasnya yang seperti jeritan kecil. Sedang di depannya adalah sepertinya pasien luka bakar. Namun lukanya sudah mengering. Terlihat dari kulitnya yang mengering dan seperti retak-retak.

Waktu seolah seperti melambat hari itu. Semula saya yang tegang melihat pasien dikiri kanan, pada akhirnya malam itu sudah sedikit lebih biasa. Meski tetap keringet dingin ditengkuk tak henti mengucur dan tak henti selalu menarik nafas dalam-dalam. Nafas memang seolah pendek malam itu.

Tengah malam bukan berarti ruangan itu tambah sepi. Pasien masih terus datang silih berganti ditandai dengan suara mobil ambulans yang datang. Lewat tengah malam saya baru bisa pulang setelah adik saya yang lain datang untuk gantian menemani kakak saya itu. Karena baru besok pagi ia baru diperbolehkan pulang. Tidak sedikit keluarga pasien yang berada di IGD rela tidur di halaman rumah sakit dengan hanya beralas tikar. Termasuk si enci yang menamani kakaknya yang sakit maag akut itu. Ia memilih diluar karena tak kuat dengan dinginnya AC. Belum lagi ia hanya mengenakan kaus lengan pendek dan rok mini. Akhirnya saya memberikan pashmina saya yang bahannya lumayan tebal kepadanya.

“Ini ci..dipake aja. Lumayan biar gak terlalu dingin” kataku.

Si Enci dengan sangat senang menerima pashmina itu.

“Makasih banyak yah de..” katanya.

Keluar ruangan IGD malam itu seperti menemukan hidup baru.  Pengalaman hari itu membuat saya tak pernah lepas untuk selalu bersyukur dan berdoa kepada Tuhan  agar selalu diberikan sehat. Dan yang pasti saya sangat salut dengan tim medis, dokter dan perawat yang berada disana untuk melayani kebutuhan pasien dengan sigap dan tanpa rasa takut sedikitpun. Tabik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun