Salah satu bukti empiris seperti dikutip dalam jurnal Tammy Castle dan Jenifer Lee, dengan judul Ordering Sex in Cyberspace: A Content Analysis of Ecort Websites, sejumlah penelitian mengatakan bahwa "sex" merupakan topik yang paling banyak dicari di internet dan sepertiga pengguna internet mengunjungi website seksual. Hal ini menunjukkan bahwa budaya dan batasan masyarakat yang ada langsung menghilang ketika mereka memasuki ranah internet.
Dalam pemenuhan keinginan akan kebebasan berekspresi itulah muncul komunitas-komunitas virtual (virtual communities) yang para anggotanya memiliki kesamaan kebutuhan atau tujuan dalam diri mereka atau di antara anggota kelompok yang lain. Anggota dari komunitas ini saling berinteraksi dan berkomunikasi. Media sosial disalahgunakan untuk berekspresi mengenai hal-hal yang negatif. Interaksi anggota kelompok dalam media sosial tentu saja tidak seperti interaksi face to face yang di dalamnya nilai-nilai budaya masih diperhatikan dan dihargai. Melalui media sosial online, individu bebas mengutarakan apapun karena identitas diri mereka tidak terlihat. Karena itu pula individu bebas untuk mengabaikan nilai-nilai budaya yang seharusnya dihormati.
Kelompok-kelompok dengan dominasi budaya seks pun terbentuk di dunia maya. Mereka menciptakan ruang untuk berkumpul misalnya WA Group untuk membaagikan video-video porno yang hanya diketahui oleh mereka sendiri, ataupun grup Facebook Tertutup yang dijadikan sebagai undangan untuk berinteraksi secara lebih bebas dan terbuka. Mungkin saja dijadikan alat untuk pertemuan bagi para anggota yang saling membutuhkan.
Globalisasi yang telah membuka pintu dunia merupakan sumber potensial munculnya komunitas-komunitas online yang berbau porno. Berbagai kemudahan memudahkan individu untuk memilih komunitasnya sendiri. Menurut Bell (2003), fleksibilitas membantu individu dalam memikirkan siapa dia dan menjadikan dia menjadi apa yang diinginkannya dan komunitas online merupakan tempat yang ideal untuk "bermain" dengan identitas.
Para pengguna forum online telah menemukan seksualitas lebih terbuka dibandingkan anggota masyarakat lain di luar kelompoknya. Ini bukan perbedaan tingkat susila antar kelompok melainkan akibat perubahan teknologi. Inilah yang menjadikan perilaku seksual komunitas pengguna forum online menjadi semakin absurd, liar dan sulit didefenisikan dan seringkali sulit dilacak. Seksualitas menjadi sebuah realitas yang bertransformasi melalui jaringan kabel, membentuk dunia maya, lalu disulap menjadi online, dapat diakses oleh siapapun tanpa mengenal batasan waktu dan tempat dan pada umumnya berujung pada aktivitas seks langsung.
Kondisi seperti inilah yang akhirnya menjadi bagian dalam kehidupan orang-orang yang menandakan bahwa seks telah menjadi hegemoni budaya di kalangan para pengguna forum online. Pertemuan dalam komunitas online dapat berujung pada pertemuan secara fisik apabila mereka berada dalam tempat yang sama atau bersepakat bertemu di suatu tempat.
Perlunya Kesadaran Moral yang Mendarah Daging
Ketika berhadapan dengan etika, maka persoalan ini pun dihadapkan pada banyak cara pandang salah satunya ialah cara pandang beragama. Orang Kirstiani misalnya memiliki pandangan atau aturan keras mengenai praktek-praktek seksual yang dapat diterima atau lebih khusus, yang tidak dapat diterima. Pandangan Kristen mengenai seks terbentuk atau dipengaruhi oleh berbagai interpretasi Kitab Suci. Seks di luar nikah dianggap sebagai dosa karena seks disatukan dalam sakramen perkawinan dan dilihat sebagai perjanjian suci antara suami dan istri. Atau dalam ajaran islam yang memandang seks sebagai aktivitas spiritual dan kewajiban yang berada dalam Ijab dan Qabul, sehingga seks di luar pernikahan atau dengan orang bukan pasangan sah dianggap sebagai zina. Hindu pun memiliki beragam pandangan tentang seksualitas namun pada umumnya memandang seks di luar nikah sebagai hal yan gtidak bermoral dan memalukan. Dalam etika Budha, dalam perumusan yang paling umum, seseorang seharusnya tidak mendambakan atau melekat pada kenikmatan sensual.
Dengan adanya pandangan agama soal seks yang dibatasi pada adanya ikrar kesetiaan dari setiap orang pada pasangannya, maka moral inilah yang perlu ditanamkan kepada setiap orang beragama. Tentu saja dasar yang kuat dari agama ini setidaknya menjadi tolok ukur dalam membatasi perilaku setiap orang.
Usaha pemerintah pun perlu diperkuat. Meskipun pemerintah baik dalam skala nasional maupun daerah menutup situs-situs tersebut, namun tetap saja tanpa adanya kesadaran moral dan etika yang mengakar, orang akan menemukan pintu yang lain ketika salah satu pintu tertutup. Dapat dikatakan bahwa usaha pemerintah akan sia-sia apabila tidak didukung dengan membangun pembicaraan yang positif terus-menerus, daripada ditutupi dan merangsang orang untuk mencari serta kemudian disalahgunakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H