Mohon tunggu...
Rico Ruben
Rico Ruben Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi Intelektual

25 September 2015   01:00 Diperbarui: 25 September 2015   01:55 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, berbicara mengenai sebuah kata korupsi merupakan hal yang tak asing di telinga masyarakat. Bahkan tak ada rasa jemu di dalam membahas kasus korupsi. Publikasi jurnalisme tak pernah sepi atas kasus hangat mengenai korupsi. Mulai dari korupsi minor hingga mayor yang melibatkan para tikus berdasi. Editorial media  acapkali memuat artikel tajuk korupsi sebagai bola panas yang menjadi nilai jual kepada para pemburu berita. Lantas, dimanakah peran kita di dalam suatu kompleksitas arus terdakwa kasus korupsi ?

Korupsi, sebuah negasi atas hati nurani dan paradigma setiap para terdakwa. Situasi dan kesempatan memang ialah suatu pilar terciptanya praktik korupsi. Namun, tak dapat dielakkan bahwa terjadi sebuah paradoks antara hati dan tindakan bagi setiap pelakunya. Tulisan ini diterbitkan atas sebuah dorongan persuasi untuk para pemuda dalam rangka memerangi jalur licik praktik korupsi.

Imaji untuk mengubah suatu sistem regulasi yang sudah ada merupakan sebuah hal semu yang tak dapat didobrak. Oleh karenanya, pendekatan persuasif dalam memerangi tindak korupsi diperlukan. Salah satunya dengan cara membuat para generasi muda terbangun dalam memerangi suatu tindak hitam pidana korupsi

Tak dapat dipungkiri, setiap insan memiliki pandangan bahwasanya korupsi berkorelasi positif dengan uang, harta, dan tahta. Padahal, sebuah realita menyatakan bahwa korupsi intelektual merupakan salah satu cabang korupsi yang kerap kita jumpai. Korupsi Intelektual, sebuah hal kongkret yang berhubungan dengan idealisme setiap manusia. Dalam tulisan kali ini korupsi intelektual akan memiliki sebuah garis singgung dengan profesi.

Ragam profesi ada dan tercipta di dunia ini. Setiap profesi yang ada memiliki dua jalan. Jalan pertama menunjukan keberkahan demi mencapai kesejahteraan dan jalan kedua memberikan suatu jalan pintas menuju kebahagiaan duniawi. Terdapat garis keras antara kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi. Kesejahteraan bermakna suatu kondisi yang memberikan keadaan yang cukup sehingga memberikan ketentraman batin, sedangkan kebahagiaan duniawi memberikan konteks yang luas. Sebagai konklusi, kesejahteraan merupakan suatu hal yang belum banyak dipilih oleh manusia. Tonggak kata kebahagiaan duniawi merupakan hal yang selalu menjadi prestise.

Tak peduli apa profesi Anda, selalu ada probabilita untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dengan cara apa? Sebagai contoh, terdapat beberapa pihak hukum yang telah melakukan tindakan di luar wewenang seperti melakukan suatu drama antara klien dengan hakim. Pihak paramedis yang seharusnya tidak menjadi brand ambassador suatu produk kesehatan – demi menjaga netralitas objektivitas. Akuntan yang berusaha untuk menampilkan kondisi laporan keuangan yang tidak sehat untuk menjadi terlihat wajar di mata para stakeholder. Tentu masih banyak lagi profesi yang ada di sekitar kita dengan probabilitas tindak korupsi intelektual. Tidak menyebut nama, karena kami menjaga kredibilitas.

Menekankan kembali, bahwasanya apapun profesi Anda, selalu ada probabilita untuk melakukan tindak korupsi intelektual ataupun tetap menjaga integritas idealisme Anda terhadap profesi Anda. Setiap profesi tentunya memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Elevasi iman pastinya setiap manusia miliki. Tidak selamanya kondisi keimanan seseorang berada pada titik absis tertinggi, bahkan dapat berada pada kondisi yang menurun. Oleh karenanya, tiga pilar utama yang harus dijaga oleh setiap insan terhadap profesinya adalah integritas, prinsip, dan komitmen.

Semoga dengan melalui tulisan ini, para generasi muda dapat termotivasi dan ikut turut serta berkontribusi memerangi segala tindak korupsi yang ada. Ingat, bahwa tidak selamanya korupsi berkorelasi dengan uang, tahta, dan harta. Tetapi terdapat hal yang lebih susah untuk dibenahi, yakni korupsi intelektual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun