Pelaksanaan konser pada malam 1 Muharram di Aceh, yang bertajuk "BHAYANGKARA FEST 2024" dan diwarnai dengan penampilan wanita berbusana ketat, menunjukkan ketidakpatuhan terhadap penegakan syariat Islam yang telah diatur dalam berbagai dasar hukum nasional dan daerah. Konser tersebut seakan mengabaikan aturan yang seharusnya ditegakkan di bawah pengawasan pemerintah dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, Aceh memiliki kewenangan untuk melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh. Acara yang mengizinkan penampilan wanita dengan pakaian ketat bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat yang diatur dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2000 dan qanun lainnya. MPU Aceh dan Satuan Polisi Pamong Praja Wilayatul Hisbah (Satpol PP WH) memiliki peran penting dalam mengawasi dan menegakkan pelaksanaan syariat Islam. Ketidakadaan tindakan tegas terhadap pelanggaran ini menunjukkan kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum oleh lembaga-lembaga tersebut.
MPU melalui ketuanya, Tgk Faisal M Ali, mengingatkan pejabat untuk tidak saling mencela, namun tidak mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran syariat yang terjadi. Ini menciptakan inkonsistensi dalam kebijakan dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan syariat Islam di Aceh. Pelaksanaan konser yang tidak sesuai dengan norma syariat Islam mengabaikan adat istiadat dan budaya masyarakat Aceh yang Islami. Ini bisa menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya lokal. Meskipun penegakan syariat Islam harus dilakukan dengan menghormati hak asasi manusia, pelaksanaan acara publik seperti konser harus tetap memperhatikan norma-norma syariat tanpa mengkompromikan hak dan kebebasan individu secara berlebihan.
 Pemerintah Aceh dan MPU harus memperkuat pengawasan dan penegakan syariat Islam dengan lebih konsisten dan tegas. Pembuat kebijakan harus memastikan semua acara publik di Aceh mematuhi aturan syariat dan nilai-nilai budaya lokal. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran syariat perlu ditingkatkan. Edukasi tentang pentingnya menjaga norma syariat dalam kehidupan sehari-hari harus terus dilakukan, terutama pada acara-acara publik.
Kritikan ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan MPU Aceh dalam memperbaiki dan memperkuat penegakan syariat Islam di wilayah tersebut.
*Oleh: Husnur Rizal, Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa Hukum (LPMH) Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H