Pada tanggal 27 Mei 2024 di media sosial tengah rame perbincangan tentang isu permasalahan hutan adat daerah Papua yang akan dijadikan sebagai industri perkebunan kelapa sawit oleh sebuah perusahaan PT Indo Asiana Lestari. Masyarakat Papua dari Suku Awyu dan Suku Moi melakukan aksi demo untuk menolak izin perusahaan sawit di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta.Â
Hutan tersebut berada di Kabupaten Boeven Digoel, Papua Selatan yang akan dilakukan deforestasi atau penebangan hutan untuk kepentingan industri. Luas hutan tersebut mencapai 36 ribu hektare, yang dikatakan memiliki luas lebih dari separuh luas Jakarta atau setara dengan luas satu kota Surabaya.Â
Isu tersebut menarik perhatian banyak masyarakat yang mengunggah poster di berbagai platform media sosial yang bertuliskan "All Eyes on Papua" sebagai bentuk solidaritas dan seruan pemerintah Indonesia agar segera mengmbil tindakan dalam menyelesaikan konflik dengan Suku Awyu dan Suku Moi, hal ini menjadi viral dengan total views sebanyak 1,1 juta dan disukai oleh 47,1 ribu orang (kumparan.com).
Selain itu, terdapat juga petisi sebagai bentuk dukungan dan solidaritas untuk Papua yang diusung oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. Dalam petisi tersebut dijelaskan bahwa hutan adat di Papua akan dibabat demi pembangunan industri perkebunan kelapa sawit. Pada saat artikel ini ditulis (7/6), petisi tersebut sudah ditandatangani oleh 225.225 orang.
 Hal ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang masih peduli dan mendukung warga Suku Awyu dan Suku Moi untuk mendapatkan hak-hak mereka kembali dan bisa mencabut izin perusahaan untuk menggunakan hutan adat tersebut sebagai perkebunan sawit.
Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat Papua sangat menjaga dan menjujung tinggi akan adat istiadat dan berbagai budaya yang diwariskan oleh para leluhur mulai dari generasi ke generasi, sehingga hal ini yang membuat masyarakat Papua khususnya Suku Awyu merasa hak-hak meraka dilanggar dan dirampas oleh para penguasa hanya untuk kepentingan investasi. Masyarakat Papua sudah menganggap hutan adat mereka sebagai rumah, tempat mencari makan, tempat mencari obat-obatan, budaya dan juga habitat bagi flora dan fauna endekmik Papua.Â
Sehingga hal ini yang menjadi hal yang sangat diperjuangkan bagi masyarakat Papua untuk melindungi dan mempertahankan hutan adat mereka karena akan berdampak bagi kehidupan Suku Awyu.Â
Hutan di Papua justru setiap tahunnya menyusut. Mengutip paper policy susunan Auriga Nusantara berjudul Hutan Adat (Papua) Menanti Asa, faktor penyebab penyusutan hutan di bumi Cenderawasih adalah penebangan hutan (deforestasi) untuk kebutuhan industri di sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Selain hal tersebut dampak dari adanya penebangan hutan (deforestasi) ini terhadap lingkungan juga sangat besar seperti perubahan iklim, jumlah oksigen berkurang, hewan-hewan satwa akan punah, dan suhu bumi akan meningkat. Proyek industri perkebunan kelapa sawit ini juga memiliki potensi terhadap kerusakan lingkungan yaitu menghasilkan emisi 25 juta ton karbondiokasida (Co2) akan lepas ke udara serta akan berdampak besar terhadap krisis ilkim yang ada di Indonesia. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon pada tahun 2030 yang dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Papua, tetapi juga berdampak ke seluruh dunia.
Berikut dampak negatif lainnya akibat adanya deforestasi antara lain, yaitu :
- Deforestasi akibat pengembangan industri perkebunan kelapa sawit di Papua akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti menurunnya kualitas air karena menjadi tercemar dan keruh, polusi udara, dan erosi tanah.
- Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit akan berkontribusi terhadap hilangya habitat bagi berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang ada disana dan bisa mempengaruhi penurunan keanekaragaman hayati.
- Adanya deforestasi juga menyebabkan perubahan iklim yang buruk dengan melepaskan karbon dioksida yang tersimpan ke atmosfer sehingga bisa menyebabkan pemanasan global.
- Erosi tanah yang disebabkan oleh deforestasi bisa mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga hal ini akan berdampak pada produktivitas pertanian dan keberlanjutan jangka panjang.
- Eksploitasi lingkungan sering kali mempengaruhi masyarakat lokal, terutama masyarakat adat, dengan merampas lahan mereka, mengurangi sumber daya alam yang mereka andalkan, dan menyebabkan masalah kesehatan akibat polusi.