Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau dan luas laut sebesar 5,8 juta km2, tentu tidak mustahil apabila mempunyai kekayaan maritim yang sangat luar biasa. Dahulu, kejayaan kemaritiman Indonesia sangat tersohor, bahkan salah satu lagu anak-anak pun yang biasa dilantunkan menyebutkan bahwa “nenek moyangku seorang pelaut”.Bagaimana dengan keadaan saat ini? Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, MSc., mengungkapkan bahwa salah satu masalah transportasi laut adalah rendahnya aktivitas bongkar muat kapal yang menyebabkan biaya logistik sangat tinggi, hingga mencapai 30 persen dari harga bahan baku. Hal ini membuktikan bahwa masih adanya pekerjaan rumah kemaritiman yang perlu segera diatasi oleh pemerintah ataupun swasta dimana nantinya pihak-pihak tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam peningkatan kejayaan kemaritiman Indonesia.
Pemerintah dengan program-program pembangunannya tentunya sangat membutuhkan kualitas kemaritiman yang mumpuni. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), program pembangunan ekonomi jangka panjang yang didukung berdasarkan potensi demografi, kekayaan sumber daya alam, dan keuntungan geografis telah membagi Indonesia dalam enam koridor ekonomi, yaitu koridor Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, dan Papua Kep. Maluku. Secara geografis, setiap koridor ekonomi MP3EI dihubungkan oleh laut, maka sudah bisa dipastikan bahwa ketersedian konektor laut sangat diperlukan dan memperbaiki pola interaksi konektivitas antarkoridor menjadi salah satu kartu as keberhasilan program MP3EI.
Prioritas pembangunan saat ini yang hanya mengutamakan pembangunan daratan hendaknya dapat diimbangi dengan pembangunan dan pengembangan infrastruktur antarpulau dengan basis lautan dan pesisir. Pembangunan daratan saat ini sudah tidak lagi efisien baik secara ekonomis maupun sosial. Sehingga prioritas pembangunan hendaknya dapat digeser menjadi pembangunan berorientasi pada wilayah maritim yang terintegrasi pembangunan wilayah darat. Oleh karena itu, adanya proyeksi pengembangan perekonomian maritim dan kalkulasinya terhadap perekonomian perlu dilakukan agar dapat membantu perencanaan program yang lebih terarah dan tepat guna. Dengan menggunakan beberapa data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik proyeksi hanya dibatasi pada subsektor jasa angkutan laut, meliputi transportasi angkutan barang yang melakukan pengapalan, pengangkutan, hingga pengurusan bea cukai.
Realisasi investasi tahun 2015 yang bersumber dari BKPM menyebutkan bahwa sebesar 21.333,81 miliar rupiah PMDN dan 3.289,82 juta U$S PMA telah dilakukan pada sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi. Besaran tersebut pastinya tidak hanya mencakup jasa angkutan laut saja, masih banyak subsektor-subsektor penyusun sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi. Namun, jika jasa angkutan laut mengambil porsi 10 persen saja dari total investasi PMA dan PMDN maka sekitar 6.574,64 miliar rupiah telah dinvestasikan untuk subsektor ini. Bagaimanakah pengaruh investasi 6.574,64 miliar rupiah tersebut terhadap perekonomian? Dampak adanya investasi sebesar 6.574,64 miliar rupiah pada tahun 2015 ternyata mampu menciptakan output 69.088,6 miliar rupiah untuk subsektor jasa kelautan itu sendiri dan mengambil share sebesar 0,5 persen dari output seluruh perekonomian. Invetasi terhadap subsektor jasa angkutan laut sebesar 6.574,64 miliar rupiah juga mampu menciptakan upah gaji atau pendapatan rumah tangga yang bekerja di subsektor ini sebesar 6.457 miliar rupiah.
Selanjutnya, skenario perencanaan pengembangan dilanjutkan dengan pemberian shock investasi yang dilakukan dengan memberikan tambahan investasi sebesar 30 persen dari total investasi pada subsektor jasa angkutan laut atau sebesar 1.972,39 miliar rupiah. Penambahan investasi tersebut mampu memberikan tambahan output sebesar 1.987 miliar rupiah dan secara agregat dapat meningkatkan output seluruh sektor perekonomian sebesar 0.0285 persen. Upah gaji yang bekerja di subsektor jasa kelautan juga mengalami kenaikan sebesar 186 miliar rupiah dan mampu meningkatkan 0.0208 persen upah gaji atau pendapatan rumah tangga seluruh sektor perekonomian. Kesepadanan yang nyaris sempurna antara banyaknya investasi dan dampak output maupun investasi telah memberikan harapan bahwa subsektor jasa angkutan laut memiliki potensi investasi yang patut dipertimbangkan.
Posisi strategis dan luas wilayah laut yang mencapai ¾ dari seluruh wilayah merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia. Selat Malaka dan jalur ALKI secara umum merupakan jalur perdagangan strategis yang dilalui kapal-kapal perdagangan dunia dengan volume perdagangan mencapai 45 persen dari total nilai perdagangan seluruh dunia. Intenational Maritime Bureau (IMB) dalam laporannya menyatakan bahwa antara tahun 2012 hingga 2014 kawasan laut Indonesia paling rawan terjadi perompakan. Kondisi ini berlanjut pada tahun 2015. Ditengah tingginya potensi pelanggaran dan kejahatan di laut, tentunya hal ini secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi tumbuhnya iklim investasi kemaritiman Indonesia sehingga sinergitas pemerintah dan swasta sangat diperlukan. Swasta berperan aktif dalam penanaman investasi kemaritiman, sedangkan pemerintah mengatur regulasi dan kebijakan agar para penanam modal tertarik dan nyaman dengan maritim Indonesia. Penegakan hukum dan keamanan laut yang komprehensif merupakan daya tarik bagi penanam modal untuk lebih berinvestasi pada sektor kemaritiman. Karena bagaimanapun, laut yang aman merupakan hal yang penting dalam ekonomi kelautan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H