Mohon tunggu...
husnul khotimah
husnul khotimah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswi STIDDI AL HIKMAH JAKARTA ANGKATAN 59

anak rantau sejak masa sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tanah Rantau yang Kupilih

15 April 2020   17:30 Diperbarui: 15 April 2020   17:38 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perginya seseorang dari asal dimana ia tumbuh besar kewilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman, yang biasa disebut merantau sudah saya alami sejak duduk dibangku sekolah dasar, dengan penuh harapan menjadi satu langkah lebih maju dibandingkan orang-orang yang menetap didaerah. perjuangan hidup di kota orang bukanlah sebuah tindakan yang dapat diambil oleh semua orang. Oleh karena itu tak sedikit dari mereka sangat bersyukur memiliki kesempatan menjadi anak rantau.

Saat memilih siap merantau maka secara tidak langsung harus siap mengambil resiko dengan tanggung jawab yang akan dipikul dengan sendiri. Memutuskan untuk keluar dari zona nyaman memang merupakan tantangan khusus untuk diri saya, akan tetapi dalam menjalani hidup di tanah rantau akan mendapatkan pelajaran lebih berharga yaitu arti sesungguhnya bahwa hidup harus butuh tekad dan semangat yang kuat.

Susah dan senang selalu mewarnai saya saat menempuh hidup di tanah rantau dan banyak hal yang membuat saya tersadar bahwa hidup ini sangat berarti. menjadi akrab dengan kesepian, kesendirian, kerinduan dan bahkan ketika semua itu tak terbendung lagi maka air mata tak terasa menetes dipipi. Sejujurnya kesedihan terberat yang ada di hati anak saya adalah ketika jauh dari seorang ibu. Namun dilubuk hatinya pula, anak rantau percaya bahwa orang yang akan ia bahagiakan selain  ibunya adalah ayahnya.

Merantau mengajarkan saya untuk tetap bertahan bersama tekad yang kuat dengan pendirian yang kokoh, serta memastikan bahwa keringat yang saya keluarkan adalah bukti perjuangan, dengan penuh harap  bahwa air mata, keringat, dan tenaga akan terbalaskan dengan kesuksesan yang saya impikan. Hidup yang selalu mengharuskan saya untuk hemat, permasalahan yang terselesaikan dengan buah pikiran sendiri, mental yang lebih tangguh dari yang saya miliki, kehilangan momentum hari raya besar bersama keluarga, terganggunya kesehatan, itu semua menjadi perjuangan yang saya alami.

Akan tetapi kesedihan dan kesendirian yang saya rasakan akan teralihkan apabila sedang melakukan kegiatan produktif baik di lingkup perkuliahan maupun pekerjaan. Karena aktivitas yang saya pilih sangat membantu untuk mengembangkan potensi diri saya selama di tanah rantau. Dan terakhir yang tidak saya lupakan sebagai anak rantau adalah tetap menjaga ruhiyah untuk terus berdoa dan mendoakan keluarga tersayang yang jauh disana.

Menjadi anak rantau, berjalan di negeri orang, tiada sanak saudara, hanya teman sebagai andalan, berjalan kesana kemari hanya untuk mencari setitik ilmu. Hanya bisa mengingat kata-kata orang tua yang selalu memberikan motivasi untuk saya dalam membentuk kesabaran dalam hati, agar saya bisa menerima keadaan di tanah rantau walau terkadang keadaan tidak seperti yang saya inginkan, tapi itulah yang harus saya lalui.

Orang tua dan keluarga yang jauh di kampung, tidak akan mengetahui apa yang saya alami di tanah rantau, keluarga hanya tau bahwa saya dalam keadaan baik-baik saja, saya tidak selalu bergantung kepada mereka karena saya harus berjalan menemukan siapa saya, bagaimana saya bisa mempertahankan hidup walau hanya dengan sesuap nasi.

Meski terkadang hati menangis karena keadaan, namun sebenarnya tangisan hanya membuat lemah. Namun tangisan bisa hadir sebagai ungkapan suara hati. Entah bagimana masa depan, ini yang selalu membayangi saya setiap saat. Namun biar semuanya berjalan menurut waktu, karena apa yang ada didepan itulah yang harus saya hadapi. Entah esok atau lusa akan terjadi apa dalam hidup saya, hanya Allah yang maha mengetahui.

Namun saya selalu berusaha menanamkan rasa syukur dalam diri, karena selain doa dan dukungan dari orang tua dan saudara ada sang maha kuasa Allah swt. yang selalu mencurahkan segala karunia dan nikmatnya kepada saya meski terkadang saya melakukan kesalahan dan kekhilafan namun Allah tidak pernah sedikitpun meninggal saya.

Selama menjadi anak rantau yang menuntut ilmu dikampung orang, banyak sekali kendala dan masalah yang harus saya hadapi, semua itu menjadi proses pembelajaran bagi saya untuk bisa lebih bijak dan dewasa dalam menghadapi dan menangani permasalahan hidup.

"Saya menyatakan bahwa karya artikel ini adalah tulisan sendiri, bukan jiplakan atau plagiat. Allah swt. menjadi saksi atas pernyataan ini."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun