Masa pandemi ini, tak ada yang bisa memberi informasi kapan akan berakhir. Hanya Allah saja yang tahu. Manusia, siapapun dia, tak ada yang tahu. Maka tugas kita adalah menjalani hidup dengan menjaga kewarasan dan kebahagiaan.
Sejak memasuki masa karantina, total saya 'work from home', tidak kemana-mana lagi. Benar-benar di rumah saja. Agustus ini adalah bulan keenam saya berada di rumah. Shalat berjama'ah di rumah. Shalat Jumat diganti shalat Dzuhur berjamaah di rumah.
Sebagai kepala keluarga, saya tidak boleh kehilangan nalar, tidak boleh kehilangan semangat serta kebahagiaan. Sebab kebahagiaan saya, adalah kebahagiaan seluruh anggota keluarga. Stres dan bingung saya, adalah stres dan kebingungan semua anggota keluarga. Maka saya tidak boleh bingung, juga tidak boleh stres.
Saya gunakan cara pandang manusia beriman ---yang disabdakan Nabi Saw, "Semua urusannya baik". Jika mengalami peristiwa sesuai yang diharapkan, bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mengalami peristiwa tidak sesuai yang diharapkan, bersabar, maka itu baik baginya. Syukur dan sabar, itu kondisi manusia beriman. Keduanya baik.
Secara teknis, saya gunakan pendekatan psikologi positif Martin Seligman. Menurut Seligman, kebahagiaan itu bertumbuh, flourish. Maka ia mengenalkan konsep PERMA ---positive emotion, engagement, relationship, meaning dan achievement, untuk menumbuhkan kebahagiaanÂ
Itulah sebagian tulisan yang saya kutip dari grup KMO (Kelas Menulis Online) oleh Pak Cahyadi TakariawanÂ
Nah berkaitan dengan pandemi, tidak perlu resah dan gundah. Tetaplah selalu bahagia. Syukuri apa yang terjadi saat ini, karena segala peristiwa pasti ada hikmahnya. Dengan mengeluh belum tentu pandemi akan cepat berlalu.Â
Seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai guru, saya punya tips untuk tetap semangat di era pandemi ini diantaranya adalah tetap menjaga protokol covid-19 saat beraktivitas di luar rumah.
Bermasker, rajin mencuci tangan dan jaga jarak.Â
Dan satu hal lagi yang penting, agar hati dan pikiran tetap segar dan fresh yaitu selalu mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa ta'ala dan ciptakan rasa bahagia.
Kebahagiaan itu datangnya bukan dari orang lain. Melainkan dari diri kita sendiri. Apapun yang terjadi hendaklah kita kembalikan lagi pada yang Maha Kuasa.Â