Mohon tunggu...
Husnul Khatimah
Husnul Khatimah Mohon Tunggu... Guru - inclusive enthusiast

pegiat dan praktisi pendidikan inklusif dan penanganan anak spesial

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada dan Tambang, Jauh Panggang dari Api Hijau

27 November 2024   14:47 Diperbarui: 27 November 2024   14:49 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal Pilkada dan isu lingkungan di tempatku? Ah, boro-boro! Sponsor utama para calon saja sudah jelas: pengusaha tambang. Sudah jadi rahasia umum, bahkan sering dianggap "biasa" oleh masyarakat. Seolah-olah, dalam setiap kontestasi pemilu, tambang adalah pemain belakang layar yang tak terlihat, tetapi sangat menentukan.

Bagaimana kita bisa bicara tentang "Pilkada Hijau" kalau di balik layar ada industri yang justru sering dituding sebagai perusak lingkungan? Janji-janji manis soal pelestarian alam, penghijauan, dan keberlanjutan hanya menjadi angin lalu ketika yang mengisi pundi-pundi kampanye adalah mereka yang bergantung pada eksploitasi alam.

Normalisasi yang Mengkhawatirkan

Kondisi ini sudah terlanjur dinormalisasi. Orang-orang tidak lagi terkejut ketika mendengar bahwa calon kepala daerah didukung oleh pengusaha tambang. Bahkan, bagi sebagian masyarakat, ini dianggap "bagus" karena si calon dianggap memiliki "modal kuat" untuk memimpin daerah. Pertanyaannya adalah: modal kuat untuk siapa? Apakah untuk masyarakat, atau untuk membalas budi pada pihak-pihak yang membiayai perjalanan politik mereka?

Normalisasi ini mengkhawatirkan karena mengikis harapan akan hadirnya pemimpin yang benar-benar berpihak pada lingkungan. Alih-alih bicara soal keberlanjutan, mereka lebih sibuk menjaga relasi dengan para sponsor. Akibatnya, isu lingkungan hanya menjadi pajangan di visi-misi, tanpa langkah konkret.

Tambang dan Dampaknya

Tambang memang sering membawa keuntungan finansial instan bagi daerah. Namun, dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat tidak bisa diabaikan: kerusakan ekosistem, polusi, hingga ancaman bagi kesehatan warga. Sayangnya, di tengah maraknya aktivitas tambang, suara-suara yang mengkritisi atau meminta regulasi ketat kerap kali tenggelam. Pemerintah daerah, yang seharusnya menjadi penengah, malah sering terlihat "berkolaborasi" dengan pihak tambang demi kepentingan jangka pendek.

Pilkada Hijau: Mimpi atau Realitas?

Melihat kondisi ini, apakah mungkin Pilkada Hijau menjadi kenyataan? Jujur saja, jauh panggang dari api. Selama dana besar dari industri tambang terus mendominasi jalannya pemilihan, sulit membayangkan perubahan yang berarti. Kita perlu pemimpin yang berani memutus rantai ketergantungan ini, tetapi calon seperti itu masih seperti jarum di tumpukan jerami.

Namun, harapan tidak sepenuhnya hilang. Masyarakat memiliki peran besar dalam mendorong perubahan. Dengan terus mengkritisi dan mengawasi hubungan calon kepala daerah dengan pengusaha tambang, kita bisa mulai membuka ruang untuk diskusi yang lebih sehat. Selain itu, kolaborasi antara masyarakat, penggiat lingkungan, dan akademisi dapat menjadi tekanan bagi pemerintah daerah untuk lebih memprioritaskan keberlanjutan.

Penutup

Pilkada seharusnya menjadi momentum untuk membawa perubahan, termasuk dalam hal lingkungan. Namun, ketika sponsor utama para calon adalah pengusaha tambang, Pilkada Hijau terasa lebih seperti utopia daripada kenyataan. Jika kondisi ini terus dinormalisasi, maka lingkungan hanya akan semakin terpinggirkan, dan kita akan terus terjebak dalam lingkaran eksploitatif yang sama.

Mungkin kita belum bisa mengubah keadaan dalam waktu dekat. Tapi setidaknya, dengan terus mengangkat isu ini, kita mengingatkan bahwa "normal" yang merusak seperti ini tidak boleh diterima begitu saja. Kita layak bermimpi tentang masa depan yang lebih hijau, meski hari ini terasa jauh panggang dari api.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun