Bubungan Tinggi, sebuah rumah adat yang tidak hanya menjadi simbol arsitektur tradisional Banjar, tetapi juga menuturkan kisah panjang tentang kejayaan masa lalu dan kekuatan masyarakat Banjar dalam menjaga warisan budaya.
Jika kalian ingin merasakan napas sejarah dan budaya Banjar yang masih hidup hingga hari ini, berkunjunglah ke Desa Teluk Selong Ulu, sekitar 4 km dari kota Martapura, Kalimantan Selatan. Di sana, berdiri megah Rumah BanjarRumah ini dibangun pada tahun 1867 oleh H.M. Arif, seorang saudagar batu permata, dan istrinya Hj. Patimah. Kini rumah tersebut ditempati oleh Fauziah, keturunan keluarga mereka. Bangunan yang telah berusia lebih dari 130 tahun ini tetap mempertahankan keaslian bahan dan desainnya, meskipun sudah beberapa kali mengalami pemugaran, seperti penggantian atap, dinding, dan lantai. Namun, kekuatan konstruksi dan konsistensi para ahli waris dalam menjaga keaslian rumah ini menjadikannya salah satu representasi terbaik dari arsitektur Banjar yang bertahan hingga saat ini.
Salah satu daya tarik utama dari Rumah Banjar di Teluk Selong adalah struktur atap bubungan tingginya yang menjulang. Atap ini tidak hanya sekadar estetika, tetapi juga mencerminkan strategi adaptasi masyarakat Banjar terhadap lingkungan rawa tropis. Bentuk atap yang tinggi serta jendela yang lebar dirancang untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan pencahayaan alami, sehingga suasana di dalam rumah tetap sejuk dan nyaman. Ini adalah bentuk kecerdasan lokal yang menunjukkan bagaimana masyarakat Banjar memanfaatkan kearifan alam dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika memasuki rumah ini, kalian akan melihat organisasi ruang yang sangat khas. Bagian pertama yang akan kalian temui adalah palataran depan atau teras yang setengah terbuka, diikuti oleh ruang tamu, kemudian baanjung---ruang keluarga yang paling luas---dan akhirnya dapur yang terletak di bagian belakang dengan lantai yang lebih rendah dari ruang lainnya. Uniknya, rumah ini memiliki tujuh jenjang dari depan hingga dapur, menunjukkan kerumitan dan keindahan desain rumah Banjar. Bahkan jika beberapa bagian seperti panampik tangah dan panampik bawah dihilangkan, jumlah jenjang tetap ganjil---sesuatu yang dianggap memiliki filosofi penting dalam budaya Banjar.
Tidak hanya struktur bangunan yang megah, tetapi juga ukiran-ukiran yang menghiasi setiap sudut rumah ini. Motif flora yang distilisasi dan kaligrafi Arab menghiasi pintu masuk dan tawing halat (dinding pembatas), menegaskan nilai religius yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Banjar. Kaligrafi pada tawing halat berbunyi "Laa illa ha illallaah," sebuah bacaan tahlil yang bermakna tiada Tuhan selain Allah, menunjukkan betapa Islam mempengaruhi nilai-nilai estetika dan spiritual dari rumah ini. Menariknya, tidak ada motif hewan atau manusia yang diukir, sesuai dengan ajaran Islam yang melarang penggambaran makhluk hidup.
Keindahan arsitektur dan kekuatan filosofi dari Rumah Banjar di Teluk Selong ini tidak hanya mewakili masa kejayaan masyarakat Banjar, tetapi juga memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara arsitektur dan komunitas. Setiap elemen rumah ini dirancang untuk mewakili harmoni antara manusia dan alam, antara spiritualitas dan estetika, serta antara masa lalu dan masa kini.
Meskipun telah beberapa kali dipugar karena usia yang sudah tua, Rumah Banjar ini tetap menjadi simbol kekuatan budaya Banjar yang terus dilestarikan oleh para ahli warisnya. Tidak heran jika rumah ini dianggap sebagai salah satu perwujudan terbaik dari arsitektur Banjar pada masa kejayaannya.
Jadi, jika kalian tertarik dengan sejarah, budaya, dan arsitektur tradisional Banjar, kunjungi Rumah Banjar di Teluk Selong. Di sana, kalian tidak hanya akan menyaksikan keindahan visual dari bangunan ini, tetapi juga akan merasakan perjalanan sejarah dan filosofi yang melekat dalam setiap sudut rumah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H