Ketika pertama kali mengunjungi Keraton Kadriah di Pontianak, Kalimantan Barat, rasanya seperti melangkah mundur ke masa lalu yang kaya akan sejarah dan kejayaan. Aku ingat waktu itu cuaca Pontianak cukup terik, dan aroma sungai Kapuas yang luas langsung tercium begitu aku mendekati kompleks keraton. Meskipun bangunannya tidak terlalu megah seperti istana di Jawa, tapi ada sesuatu yang sangat autentik dan bersejarah tentang tempat ini. Suasananya tenang, dan begitu melangkah masuk, aku merasa seakan menyusuri jejak para Sultan yang dulu pernah hidup di sini.
Salah satu hal yang langsung menarik perhatian adalah warna dominan kuning dan hijau pada bangunan keraton. Menurut pemandu lokal yang ada di sana, warna kuning melambangkan keagungan, sementara hijau mencerminkan kebesaran Islam, yang tentu saja erat kaitannya dengan identitas Kesultanan Pontianak. Bangunan utama keraton terbuat dari kayu ulin, yang terkenal sangat kuat dan tahan lama---itu juga bukti betapa kokohnya budaya dan sejarah yang dipegang oleh masyarakat Pontianak.
Aku belajar banyak tentang sejarah Kesultanan Pontianak dari kunjungan ini. Dulu, Keraton Kadriah dibangun oleh Sultan Syarif Abdurrahman pada tahun 1771, saat beliau pertama kali mendirikan Kota Pontianak. Aku sempat berpikir, mengapa Pontianak didirikan di tempat ini, yang dikelilingi sungai dan rawa-rawa? Ternyata, lokasinya sangat strategis untuk perdagangan pada masa itu. Bayangkan, kapal-kapal dagang yang datang dari berbagai tempat bisa dengan mudah masuk melalui Sungai Kapuas, dan dari situ, perdagangan berkembang pesat. Sultan Syarif Abdurrahman memang visioner.
Aku juga ingat momen ketika melihat meriam tua yang ada di halaman keraton. Meriam ini punya cerita unik yang katanya digunakan untuk mengusir hantu kuntilanak. Katanya, saat Sultan pertama kali tiba di lokasi ini, beliau terganggu oleh keberadaan mahluk gaib, dan meriam ditembakkan untuk mengusir mereka. Mungkin terdengar agak mistis dan sulit dipercaya, tapi cerita ini cukup menggambarkan betapa Pontianak memiliki unsur sejarah yang penuh misteri dan tradisi lokal yang kuat.
Ada satu hal yang sempat membuatku merasa sedikit kecewa---yaitu melihat beberapa bagian dari keraton yang tidak terawat. Beberapa dinding kayunya mulai tampak lapuk dan catnya memudar. Padahal, Keraton Kadriah ini adalah salah satu bukti sejarah penting yang harusnya dijaga dengan baik. Tapi kemudian aku sadar, menjaga warisan sejarah bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab kita sebagai masyarakat. Setidaknya, kunjungan kita ke tempat-tempat seperti ini bisa membantu meningkatkan kesadaran bahwa warisan budaya ini perlu dilestarikan.
Kalau kalian berencana mengunjungi Keraton Kadriah, pastikan untuk membawa kamera. Ada banyak sudut menarik yang bisa dijadikan objek foto---mulai dari arsitektur keraton yang klasik, detail ukiran di pintu dan jendela, hingga panorama sungai Kapuas yang bisa kalian nikmati dari halaman keraton. Aku pribadi sangat menikmati mengambil foto di depan gerbang utama, dengan latar belakang warna kuning kehijauan yang begitu khas. Satu tips dariku, kalau mau dapat pencahayaan terbaik, datanglah pada pagi atau sore hari, saat matahari tidak terlalu terik.
Selain itu, jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman yang berada tidak jauh dari keraton. Masjid ini juga dibangun oleh Sultan Syarif Abdurrahman dan menjadi salah satu masjid tertua di Pontianak. Dari sini, kita bisa melihat bagaimana peran agama Islam begitu lekat dengan kehidupan dan pemerintahan kesultanan pada masa itu. Aku sempat berbincang dengan seorang penjaga masjid yang ramah, yang menceritakan betapa pentingnya masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial bagi masyarakat sekitar, sejak dulu hingga sekarang.
Mengunjungi Keraton Kadriah Pontianak adalah pengalaman yang membuka mata tentang betapa kayanya sejarah di Indonesia yang mungkin jarang kita dengar. Keraton ini bukan hanya sekadar bangunan tua, tapi simbol dari perjalanan panjang kota Pontianak dan masyarakatnya. Jika kalian ada kesempatan, sempatkanlah berkunjung dan rasakan sendiri atmosfer sejarah yang ada di sini. Bawa keluarga atau teman-teman, karena sejarah terasa lebih hidup saat dibagikan bersama orang lain.