Mohon tunggu...
Husnul Khatimah
Husnul Khatimah Mohon Tunggu... Guru - inclusive enthusiast

pegiat dan praktisi pendidikan inklusif dan penanganan anak spesial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sandiwara Kebaikan, Ketika Empati Hanya Sebuah Panggung

29 Agustus 2024   09:21 Diperbarui: 29 Agustus 2024   09:40 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: "Di Balik Panggung Empati" AI

"Betapa mulianya hati kita, menyisihkan sepotong kecil dari hidup kita yang sempurna untuk sekadar tersenyum kepada mereka yang cacat---eh, maaf, 'berkebutuhan khusus'. Karena, tentu saja, mereka semua butuh bantuan kita, kan? Seolah-olah tanpa kita, dunia mereka tidak akan bisa berputar."

Banjarbaru-Null. Ah, betapa besar jasa kita, para penolong sejati, yang rela meluangkan waktu sejenak untuk merasa hebat. Kita berikan sedikit perhatian, mungkin sepatah dua kata simpati, dan voil, kita sudah menjadi pahlawan! Kebaikan kita yang murah hati ini benar-benar tak terhitung, apalagi ketika kita bisa memamerkannya di media sosial. Foto bersama mereka yang "kurang beruntung" sambil tersenyum lebar---karena siapa tahu, mungkin saja dunia perlu tahu betapa pedulinya kita.

Tentu saja, mereka semua membutuhkan kita. Bagaimana bisa mereka bertahan hidup tanpa perhatian dari kita yang "sempurna"? Seolah-olah hidup mereka hanya memiliki nilai ketika kita, dengan segala kemurahan hati, mengulurkan tangan. Dan jangan lupa, ketika kita memberi, kita memberi banyak sekali...waktu dan perhatian kita, yang tentu saja lebih berharga daripada apa pun yang mereka butuhkan secara nyata. Bukan uang, bukan aksesibilitas, bukan peluang kerja---hanya sedikit waktu dan senyuman manis kita.

Rahasia umum ini sudah menjadi bagian dari masyarakat. Kita semua tahu bahwa kebaikan ini bukan tentang mereka, melainkan tentang kita. Kita yang ingin merasa baik, merasa lebih tinggi, merasa bermoral. Kita yang membutuhkan validasi bahwa kita adalah orang baik, padahal kita hanya menenangkan hati sendiri.

Semua orang tahu, namun siapa yang berani menyatakan bahwa kebaikan yang kita pamerkan ini tak lebih dari kepalsuan? Kita sudah terbiasa menepuk punggung sendiri, mengucapkan kata-kata semangat tanpa benar-benar terlibat. Mereka yang kita bantu? Mereka hanya latar belakang dalam panggung sandiwara kebaikan kita.

Dan akhirnya, kebaikan itu tersesat di tengah jalan. Tersesat dalam ego kita, dalam kebutuhan kita akan pengakuan. Kita lupa bahwa kebaikan sejati adalah yang mengangkat, yang memberi mereka kekuatan, bukan hanya sekadar pujian bagi diri sendiri. Tapi, hei, siapa peduli? Selama kita merasa baik tentang diri kita sendiri, dunia akan terus berputar---setidaknya, dalam pandangan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun