Mohon tunggu...
M. Husni Maulana
M. Husni Maulana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya adalah seorang photographer lepas, dan saat ini sedang bekerja sebagai jurnalis kesehatan, olahraga, fitnes, dan gaya hidup. Saya sangat menyukai kegiatan alam bebas, seperti naik gunung climbing, rafting, dll

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

G. Ceremai dan Manfaat Sumber Daya Alamnya!

4 Maret 2014   19:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13939119371349315247

Belakangan ini ramai isu mengenai G. Ceremai yang akan ‘dijual’ kepada Chevron, siapa yang melakukan ‘jual beli’ gunung seperti ini?

Sebelum mambahas masalah ini lebih dalam ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu sejarah singkat gunung ciremai.

Nama gunung Ciremai berasal dari kata cereme (sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil), namun karena adanya suatu kondisi hiperkorek akibat banyaknya wilayah sunda yang menggunakan awalan ‘ci’ untuk penamaan tempat.

Gunung Ciremai adalah salah satu gunung api aktif di Indonesia yang secara administratif masuk dalam 3 wilayah kabupaten, yaitu Kab. Kuningan, Cirebon, dan Majalengka, Jawa Barat.

Gunung ini juga merupakan gunung api tertinggi di Provinsi  Jawa Barat dengan ketinggian sekitar 3.078m diatas permukaan laut.

Menurut data vulkanologi dan geologi G. Ciremai termasuk tipe gunung A atau gunung api magmatik yang diketahui aktif sejak 1600 tahun silam dan juga merupakan jenis gunung stratovulcano (gunung yang mengerucut pada puncak).stratovolcano: gunung yang  tersusun oleh batuan piroklastik dan lava andesit)

Selain itu G. Ciremai juga diketahui sebagai gunung soliter yang terpisah dari kelompok-kelompok gunung api di Jawa barat pada umumnya seperti Gunung Galunggung, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Patuha, dan Gunung Tangkuban Perahu.  Hal ini disebabkan oleh adanya Zona Sesar Cilacap-Kuningan (zona patahan lempeng bumi).

Cikal bakal terbentuknya G. Ciremai dikarenakan adanya vulkanisme dari generasi pertama gunung api Plistosen (skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun silam) yang masih terlihat disebelah G. Ciremai.

Lalu terjadi kembali proses magmatik vulkanisme generasi kedua yang membentuk Gunung Gegerhalang dengan kaldera sebelum akhirnya runtuh.

Kemudian munculah vulkanisme generasi ketiga yaitu G. Ciremai yang tumbuh di sisi utara kaldera Gegerhalang dan terjadi pada masa Holosen (skala waktu geologi antara sekitar 10.000 SM) yang berarti G. Ciremai adalah gunung api generasi 3 dalam data geologi.

Catatan tentang sejarah letusan gunung ciremai dimulai sejak tahun 1698 dan terakhir pada tahun 1973 dimana pada tahun 1947, 1955, dan 1973 terjadi gempa tektonik yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah Tenggara-Barat Laut.

Gempa vulkanis yang berasal dari gunung ciremai juga pernah dirasakan pada tahun 1990 dan 2001.

Banyak potensi sumber daya alam yang ditawarkan oleh G. Ciremai, mulai dari pertanian, pariwisata, hingga sumber energi.

Salah satu sumber energi yang bisa dimanfaatkan di G. Ciremai adalah geothermal (panas bumi) yang bisa dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia khususnya Jawa-Bali.

Geothermal berasal dari kata Geo (bumi) dan Thermal (panas) yang berarti panas bumi, atau sebagai istilah pemanfaatan panas bumi.

Sumber energi panas bumi juga dikatakan sebagai sumber energi Terbarukan karena disebabkan oleh ektrasi panas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan muatan panas bumi itu sendiri.

Indonesia juga memiliki UU mengenai panas bumi yang terkandung dalam pasal 1 UU No. 27 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.

Selain itu, energi panas bumi juga bisa dijadikan sebagai sumber energi alternatif atas ketergantungan masyarakat terhadap energi lainnya seperti minyak bumi, mengingat pasokan minyak bumi dunia saat ini sudah mulai berkurang dengan harga yang semakin meningkat.

Indonesia sendiri merupakan negara yang mempunyai potensi sumber energi panas bumi yang bisa membangkitkan listrik lebih dari 28.100 megawatt atau sekitar 40% potensi di dunia, hal ini berkaitan dengan banyaknya gunung api aktif yang ada di Indonesia. Namun, baru 4,3% saja yang sudah dimanfaatkan di Indonesia saat ini.

Sementara itu, masih banyak pula orang yang belum paham mengenai apa itu geothermal, bagaimana proses kerjanya, dan apa yang dihasilkan, sehingga menyebabkan banyak orang yang menyebutkan bahwa geothermal adalah salah satu bidang usaha pertambangan yang merusak ekosistem dan siklus alami di suatu tempat.

Seperti yang terlihat di berbagai media sosial saat ini tentang isu ‘penjualan’ G. Ciremai kepada Chevron, dimana banyak organisasi-organisasi “tempelan” yang mengatasnamakan “pecinta Lingkungan” dan lain sebagainya, yang menolak pemanfaatan sumber energi geothermal di G. Ciremai dengan alasan dapat merusak alam dan lingkungan sekitar gunung ciremai.

Padahal secara teori, energy geothermal atau energi panas bumi tidak dapat dilakukan apabila tidak adanya lingkungan yang hijau, dan sirkulasi air yang baik , sehingga untuk pemanfaatan energi panas bumi diperlukan kelestarian ekosistem disekitarnya, jadi jauh dari kata PERUSAKAN alam.

Selain itu, perlu digaris bawahi bahwa pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik merupakan sumber energi yang ekonomis dan RAMAH LINGKUNGAN karena hampir tidak memiliki polusi atau emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi fosil seperti misalnya minyakbumi.

Terlepas dari semua isu tentang G. Ciremai ‘dijual’ kepada Chevron, pemanfaatan sumber energi panas bumi memang sangat dibutuhkan dunia terlebih lagi Indonesia sebagai cadangan sumber daya energi di masa yang akan datang.

Namun juga diharapkan kepada pihak-pihak yang terkait proses pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia harus lebih memperhatikan aspek-aspek penting konservasi dan kepentingan sosial masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang tinggal disekitar kawasan lapangan panas bumi.

#SobeSmartAndGoGreen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun