Mohon tunggu...
Husni Mubarok
Husni Mubarok Mohon Tunggu... -

Nahdliyyin - lakpesdam dki

Selanjutnya

Tutup

Politik

NU dan Perselingkuhan Politik Para Elit

16 Januari 2014   13:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi menarik membincang Nahdlatul Ulama sebagai Organisasi Keagamaan terbesar di Negara ini, menjelang Pemilu legislatif 9 April 2014 nanti.Bagi saya dan umumnya masyarakat Indonesia, sederhana saja, partai politik mana yang berhasil merebut hati warga Nahdliyyin, dengan jargon-jargon karakter yang diidentikkan dengan NU yaitu tawazun (seimbang), tawasuth (moderat) , tasamuh (toleran) bahkan I’tidal (berlaku adil) merekalah yang paling berpotensi mendulang suara terbanyak dan menang dalam kontestasi pemilu raya.

NU dalam kapasitasnya sebagai sebuah organisasi agama, perannya terbatasi untuk melakukan aksi-aksi politik praktis pasca muktamar NU 1984 di Situbondo, yang memaklumatkan bahwa NU harus kembali ke Khittah 1926, yaitu berhenti dari aktifitas politik yang menurut para kyai dan stakeholder ketika itu mengkerdilkan NU dan membawanya ke dalam kepentingan-kepentingan parsial, bukan kepentingan ummat secara umum (mashlahatu ‘ammah).

Pada tahun 1999, sejarah kembali terulang. Secara kelembagaan mungkin saja NU tidak sendiri dalam berjuang pada kapasitasnya sebagai pilar sivil society atau bahkan mendirikan sebuah Partai Politik atas nama lembaga NU. Namun, keberhasilan banyak kader NU yang muncul dalam pentas Politik Nasional, terlebih dengan terpilihnya KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur –beliau mantan Ketum PBNU pada Muktamar situbondo 1984- sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia seolah membuka kran aspirasi Politik warga NU yang selama ini tersumbat dengan kebijakan Orde Baru yang diskriminatif. Bahkan untuk memenuhi libido berpolitiknya yang semakin membesar, kader-kader NU berdiaspora berada bukan hanya berada di Partai Kebangkitan Bangsa yang diklaim sebagai Partainya orang NU, tidak, mereka berada di berbagai partai, bertarung dalam berbagai ideologi berbeda, dengan bermacam dialektika di dalamnya.

Kader NU tidak berada di satu partai

PKB boleh saja mengklaim bahwa mereka didukung oleh seluruh warga Nahdliyyin di Indonesia, namun pada kenyataannya, saat ini kader-kader terbaik NU ada dimana-mana, tidak berada di satu titik. Lihat saja, sedikit dari mereka yang dapat kita sebutkan ; Slamet Effendi Yusuf di golkar (salah satu Ketua di PBNU), Suryadharma Ali ( Ketum PPP) serta Djan Faridz, Menpera dari PPP, Ali Masykur Musa (Ketua Ikatan Sarjana NU) yang mengadu peruntungan lewat konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, Ulil Abshar di PD, kemudian Lili Wahid dan Effendi Khoiri para loyalis Gus Dur yang saat ini berada di Partai Nasdem, bahkan di PDIP banyak kader-kader muda NU yang diproyeksikan kuat bakal melenggang menjadi legislator di senayan, sebut saja Zuhairi Misrawi dapil Madura, dan Gus Falah yang menjabat sebagai wakil bendahara PBNU dan caleg dapil lamongan dan sekitarnya.

Perselingkuhan Para Elit

Kenapa mesti bahasa perselingkuhan? Sebab saya tidak menemukan kata lainnya. Kalaupun ketemu, makna dan pengertiannya malah jauh panggang dari api. Perselingkuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu : suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong. Hal ini saya maksudkan untuk mereka para elit –khususnya- kader NU yang berhasil menjadi Politisi dan cenderung keberhasilannya murni didapat dari konstituen mereka yang warga nahdliyyin.

Mereka diharapkan dapat memperjuangkan bukan hanya ideologi NU yang aswaja- (ahlussunnah wal jama’ah) secara tanggug jawab keagamaan iya, namun lebih dari itu, secara sosial dan politik mereka dituntut bukan hanya untuk korupsi, terlibat suap atau kejahatan lainnya, namun juga untuk memberikan pengaruh kebijakan dalam kekuasaan yang cenderung mendzolimi (abuse of power). Mereka harus berpihak kepada rakyat. Jikapun ada kebijakan populis yang menyengsarakan, mereka harus berani dengan semangat ke-NU-an menolaknya.

Anehnya, di depan mata kepala kita sendiri, kita melihat konflik terjadi justru bukan Karena tarik menarik memperjuangkan kepentingan orang banyak, namun yang terjadi, -entah ini benar, atau hanya menjadi asumsi saya pribadi- justeru konflik interest atau pertikaian untuk memperjuangkan kepentingan pribadi mereka masing-masing. Saya bisa memberikan contoh, konflik Mathori Abdul Jalil, kemudian Alwi Shihab juga Muhaimin Iskandar versus Gus Dur. Dalam contoh kebijakan eksekutif, pada skala lokal kita telah melewati masa tegang pilkada antara kubu Fauzi Bowo mantan Ketua NU DKI melawan Jokowi yang didukung penuh oleh warga NU di Jakarta baik struktural maupun kultural. Lalu pada skala lebih besar kita bisa melihat bagaimana tarik-ulur kebijakan kenaikan BBM oleh Presiden SBY, yang didukung oleh mereka yang katanya menjadi suara NU, yaitu PKB dan PPP hanya karena mereka masuk pada arus koalisi bersama partai pemerintah. Bukankah ini semua perselingkuhan? Perselingkuhan terhadap hak-hak rakyat-khususnya warga Nahdliyyin? Mungkin logika kekusaan mereka membenarkan. Namun logika warga Nahdliyyin sebagai objek kebijakan sama sekali tidak ada kebenaran serta keadilan di dalamnya.

Pemilu Legislatif hanya tinggal menunggu hari. Siap atau tidak hanya kita yang bisa menjawab dan bahkan bakal menentukan siapa calon-calon elit baru yang bakal lahir dari rahim NU di tahun ini sampai 5 tahun mendatang.

Selamat memilih para pemimpin, pesan saya, tetap berada di jalur NU, jalur yang mempunyai landasan berjuang, “almuhafadzotu ‘ala qodimi sholih, wal akhdzu bil jadidi ashlah” tetap menjaga tradisi yang baik, dan mengambil sesuatu yang jauh lebih baik.

Terima kasih

Husni Mubarok Amir

Ketua Lakpesdam NU DKI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun