Membaca tanda sering kita lakukan akan tetapi banyak yang tidak sadar menangkap tanda sebagai penanda dan petanda. Jika kita tarik pembahasan semiotika yang biasa mendapat ruang diskursus disastra dan jurnalistik maka saya akan mencoba menariknya dalam ruang psikologi.
Jiwa sebagai entitas yang menggerakan manusia merupakan hal yang paling misterius sepanjang perjalanan ilmu kejiwaan. Hingga saat ini belum ada satu definisipun yang dianggap sudah mampu menggenggam jiwa dalam arti esensi sebenarnya.
Menurut Audifax ilmuan psikologi Indonesia yang saya masukkan pada generasi pemikir posmo psikologi, jika ada yang merasa bisa menggenggam jiwa maka sebenarnya dia akan semakin jauh dari hakikat jiwa itu. Coba menarik kezaman sebelumnya yakni filusuf dan ulama Muslim sekaliber Ibnu Qayyim Al Jauzi, jiwa itu tidak berada diluar ataupun didalam jasad tapi selalu menyertainya.
Melihat jiwa dengan indera adalah hal yang mustahil tapi mengetahuinya adalah keniscayaan dalam ranah rasio. Membahas jiwa manusia berarti membahas diri sendiri, maka apa yang menjadi tanda manifestasinya serta penanda dan petanda apa dari manifestasi yang muncul.
Hal yang paling bisa kita lihat adalah perilaku sebagai tanda manifestasi yang menurut Pierce adalah proses. Perilaku terindera sebagai ikon yang bisa diamati, hubungan satu perilaku dan perilaku setelahnya menjadi index hubugan kausalitas, dan simbol sebagai hal yang pahami.
Meminjam logika semiotik akan memberikan pemahaman baru dan menarik tentang perilaku manusia. Ilmu perilaku yang dilekatkan pada psikologi akan masuk dalam kajian pemahaman perilaku sebagai tanda. Hal ini sangat mungkin, karena setiap perilku memiliki motif yang mendorong dan adanya vektor. Motif sebagai motor penggerak, sedangkan vektor istilah fisika untuk menyebut sebuah gaya yang sudah mempunya arah.
Contoh kasus menangis sebagai tanda kesedihan atau terharu bahagia. Dapat dilihat melalui index perilaku pada kronologi peristiwa tepat sebelum terjadinya perilaku. Ikon ada pada air mata yang menetes serta simbolisasi dari kondisi kejiwaan yang sedang dialami seorang manusia. Perilaku korupsi para pejabatpun bisa kita bredel dengan konsep ini, hanya saja pembahasannya dibatasi pada perilakunya.
Index yang hampir mirip dengan konsep antasenden dalam madzhab psikologi behavioral akan memunculkan modifikasi jika kita bisa memipulasinya. Simbolisasi perilaku spotan dapat menggambarkan ketidak sadaran dalam konsep mazhab psikoanalisa Freudian. Pemaknaan akan ikon bisa dikaitkan dari arti sebuah ikon dalam perilaku yang mucul bisa asosiasikan dengan pemaknaan mazhab humanisme eksistensialis.
Tanda bertebaran disekitar kita, dengan mengamatinya maka muncullah kepekaan atau empati dengan lingkungan. Pemaknaan dan pemahaman yang tepat akan tanda akan memuncul respon yang tepat adaptif yang merupakan ciri dari jiwa yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H