Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Babak Kejutan Persidangan Kopi Maut, Akankah KompasTV Terseret?

29 September 2016   19:49 Diperbarui: 29 September 2016   20:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lakon persidangan kopi maut memasuki episode ke-26 kemarin. Agendanya pemeriksaan terhadap J selaku terdakwa. Proses untuk mendapatkan berikut menganalisa keterangan terdakwa di PN Jakarta Pusat itu, berlangsung sejak pagi sampai tengah malam. Babak ini jelas sangat penting untuk menemukan kebenaran materiil ke arah penegakan hukum yang diharapkan.

Karena itu, tentu publik sebenarnya amat menantikan kepiawaian JPU dalam menyelami keterangan terdakwa, dengan kehati-hatian bersikap dan berperilaku sejalan kaidah yang berlaku. Semisal dalam mengajukan pertanyaan dan melontarkan pernyataan, sekurangnya memperhatikan Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-067/A/JA/07/2007 Tentang Kode Perilaku Jaksa sebagai salah satu acuan.

Bila membaca isi Pasal 4 di dalamnya antara lain, disebutkan larangan bagi Jaksa menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis (butir c), serta membentuk opini publik yang dapat merugikan penegakan hukum (butir g). Bukan kerugian lain semisal berkenaan kepentingan para pihak. Entah apakah ketika di antara JPU masih sempat mengatakan terdakwa ”berbohong” di persidangan kemarin, mengesankan aksi yang tidak sejalan dengan ketentuan tersebut?

Sama halnya atensi tentang peran Hakim di persidangan, sejatinya demi menegakkan keadilan dengan prinsip-prinsip berperilaku adil, tidak beriktikad semata-mata untuk menghukum. Itu bisa dicermati misalnya, dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No. 02/PB/MA/IX/2012 -- 02/PB/P.KY/09/2012 yang telah dimafhumi bersama. Rasanya, sebagai perimbangan kewajiban menjaga martabat Hakim oleh segenap kalangan.

Nah, persidangan ke-26 kemarin juga memunculkan sejumlah kejutan yang kiranya menarik. Mulanya dari kejelian salah seorang Hakim Anggota, saat mempertanyakan JPU tentang bagian CCTV yang mengesankan perbedaan, dibandingkan kesaksian salah seorang pegawai kafe O sebelumnya. Ia memang sering mengutarakan pertanyaan-pertanyaan barnas, meski tidak lama bertanya setiap persidangan selama ini. JPU tidak bisa menunjukkan di muka persidangan dan menyampaikan alasan tertentu akhirnya.

Mungkin pertanyaan anggota Majelis itu tidak terlalu fokus pada terdakwa. Tapi, setidaknya kalau sejak awal persidangan dimaksudkan guna mencapai kebenaran materiil secara komprehensif, sebagaimana kerap dinyatakan JPU sendiri, terlebih mementingkan keberadaan CCTV, bukankah hal itu seharusnya juga menjadi perhatian? Dengan begitu akan semakin terantisipasi apapun kemungkinan yang bisa saja terlewatkan.

Kejutan berikutnya saat Jaksa baru perempuan terlihat di meja JPU yang belum pernah muncul dalam persidangan terdahulu. JPU anyar itu sebenarnya cukup persuasif menggali keterangan terdakwa. Analisisnya dengan mengulik data percakapan WA antara terdakwa, almarhum korban, dan satu teman lainnya juga detail. Hanya saja, jika memakai analisis konten lebih-lebih analisis wacana untuk menemukan petunjuk terkait rekonstruksi dakwaan, terbesit kesenjangan pemahaman konteks bagi pemirsa televisi.

Sekadar contoh ketika ia coba mengonfirmasi perbincangan WA pada terdakwa mengenai (inisiasi) pertemuan. Sebab, terdapat dua konteks lokasi, apakah pertemuan terdakwa dengan para rekannya terkait di Australia atau saat telah berada di Indonesia menjelang kejadian? Tidak mengherankan pula, bila kemudian Majelis Hakim mempertanyakan relevansinya dengan pokok perkara, saat ia belum tuntas dengan analisisnya. Dalam hal ini jika boleh, kiranya JPU Ardito Muwardi yang paling laik mendapat apresiasi, baik concern menggali keterangan maupun sikap dan perilakunya.

Yang lebih mengejutkan, ketika menjelang persidangan berakhir JPU menyampaikan surat (dari beberapa stasiun televisi swasta) untuk mematahkan pihak PH terpaut keterangan Ahli IT yang pernah dihadirkan sebelumnya. Menurut di antara JPU, dalam persidangan dulu PH menyebutkan telah memperoleh bahan video (seperti CCTV yang ditayangkan Ahli pihak JPU) dari sejumlah stasiun televisi secara resmi, lantas hendak dipatahkan hasil surat perolehan JPU yang disebutkan dari stasiun-stasiun televisi bersangkutan.

Tak hanya itu, di antara JPU sempat pula melontarkan ”ancaman” akan mengusut persoalan itu dan entah bakal menyeret pihak siapapun. Boleh-boleh saja itu bagian strategi, tapi sungguh disayangkan lagi-lagi JPU terlambat, seperti penolakan ketika persidangan mendengarkan penjelasan Ahli Beng Beng Ong dulu. Keterlambatan, untuk tidak dikatakan tidak tepat timing-nya demikian, justru membesitkan kesan JPU sebatas hendak menggugah opini publik.

Pertanyaan yang menggelitik, akankah KompasTV terseret pula? Sebab, di antara bahan video PH yang dipersoalkan JPU tersebut juga ”berinisial label” KompasTV, walau mungkin urusannya tidak secara langsung. Tunggu saja tanggal main babak Persidangan Kopi Maut selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun