Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Stroke Kian Merajalela seperti Begal

16 April 2015   22:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru dua hari kemarin, dikabarkan ada tetangga meninggal dunia. Tentu saya amat mengenalnya. Saya kerap berkumpul dengannya terutama semasa mudik, bareng pemuda-pemuda lainnya. Pria buruh tani yang usianya belum genap empat puluh tahun. Ia memutuskan tinggal di kampung, menemani ibu bersama adik lelakinya, setelah mengadu nasib ke Ibukota sekian lama. Ayahnya meninggal lebih dulu.

Ia kabarnya tidak sedang mengalami keluhan apapun sebelumnya. Lah sehari hingga malam sebelum meninggal, ia tampak masih sehat. Pagi harinya, ia mengantarkan kemenakannya yang ingin membeli soto ke pasar kecamatan berjarak sekitar tiga kilometer. Ia berangkat dengan mengendarai motor seperti biasa. Setiba di tempat penjual soto, kondisinya juga terlihat normal. Ia pun duduk menunggu si penjual melayaninya seperti pembeli-pembeli yang lain. Saat ia menerima bungkusan pesanannya, tiba-tiba ia mengeluh sakit kepala bukan kepalang, hingga tak sadarkan diri.

Orang-orang yang berada di sekitarnya kebingungan. Beruntung salah seorang di antara mereka, menemukan ponsel miliknya tergeletak, lalu terpikir untuk coba menghubungi asal pencet daftar kontak di panggilan terakhir. Ketika orang yang baik hati tersebut menelpon, tersambung pada teman sekampung kami yang merantau di Jakarta rupanya. Teman itu langsung mengontak teman kami lainnya yang berada di kampung. Dari situ teman-teman segera datang melihat keadaannya. Orang-orang yang tadi mendampinginya, telah menaikkan dirinya ke becak, untuk dibawa ke Puskesmas tak seberapa jauh dari lokasi.

Tiba di depan UGD dan belum turun dari becak, ia tersadar lalu muntah. Cairan agak kekuning-kuningan menyembur dari mulutnya. Ia sempat mengalami kontraksi, ingin terus memuntahkan seisi perut yang sudah terkuras, sementara ia belum sarapan atau makan apapun dari rumahnya. Teman-teman dibantu sejumlah perawat segera membopongnya ke ruang UGD, guna menanganinya.

Namun tak seberapa lama, pihak Puskesmas memberitahu, bahwa ia harus dirujuk ke RSUD sebab kondisinya membutuhkan penanganan yang lebih memadahi. Ia pun kemudian dibawa ambulance menuju RSUD yang jaraknya kurang dari sejam perjalanan. Setelah mendapatkan penanganan darurat beberapa jam, ia tidak bisa diselamatkan akhirnya. Ia dinyatakan meninggal sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Tenaga medis menyebutkan, serangan stroke hebat dan mendadak dengan tekanan darahnya naik drastis sampai ke titik 260 mmHg, hingga dugaan pembuluh darah ke otak pecah, yang membuat dirinya menghembuskan nafas terakhir.

Kabar yang memilukan, ibunya tiduran sambil terus memeluk jasadnya yang direbahkan sementara tertutup jarik di lincak, sesudah dibawa pulang dari rumah sakit hingga malam tiba. Saat jenazah mulai dimandikan, perempuan sepuh yang juga sakit-sakitan itu memaksa ingin melihatnya untuk terakhir kali, dan sempat menciumi wajahnya beberapa kali lalu pingsan. Mendengar serangkaian berita duka meninggalnya pemuda yang suka membantu penggalangan dana untuk pembangunan masjid itu pun, membuat saya tercenung cukup lama.

Saya jadi teringat pembicaraan orang-orang kampung, betapa mudah orang meninggal karena stroke kini. Tak peduli orang tua, kalangan muda juga tak luput menjadi sasaran, bahkan tak jarang hingga meninggal dunia. Penyakit yang semula disebut penyakitnya orang tua dan penyakitnya orang kaya ini, terasa semakin merajalela serta menyasar siapa saja. Perkembangannya seakan menyaingi begal yang beraksi sewaktu-waktu di mana pun.

Layaknya begal, gangguan kesehatan ini seringkali muncul, namun sebaran datanya secara komplit dan rinci yang tersedia relatif minim. Informasi yang beredar kerap hanya seputar penetrasinya sebagai pembunuh nomor tiga di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker. Berikutnya rilis jumlah penderitanya di Indonesia, nangkring di urutan pertama Asia tahun 2013 silam. Dikatakan pula hampir saban enam detik orang meninggal akibat stroke. Lalu, hasil riset kesehatan dasar Kemenkes RI yang mencatat penderitanya terus melonjak sejak tahun 2007 lampau. Prevalensinya pun diprediksi terus akan meningkat hingga 25-30 per seribu penduduk mendatang.

Jika sejenak mengingat, sedikitnya empat orang yang pernah diserang stroke di kampung dalam setahun terakhir. Satu perempuan menjelang sepuh terdahulu meninggal, setelah mengalaminya dua kali. Pertama kali ibu tanpa suami dan anak tersebut masih tertolong. Sebab, ketika terserang secara mendadak kondisinya segera diketahui, lalu diperiksakan pada mantri kesehatan yang lantas menyarankan segera membawanya ke Puskesmas sebelum tiga jam. Tapi, saat diserang lagi untuk kedua kalinya beberapa pekan kemudian, nyawanya tak bisa diselamatkan meski dirujuk pula ke RSUD yang sama. Ketiga ibu terakhir yang rumahnya berdekatan selingkungan, bisa selamat tapi lumpuh setelah terserang sekarang. Lalu teman yang baru meninggal tersebut. Itu pun belum terhitung para korban sisanya di sejumlah desa terdekat.

Modus operandinya terdeteksi dalam tiga jenis. Pertama, mini stroke yakni serangan otak sepintas yang biasanya mendahului gejala selanjutnya. Kedua, stroke iskemik adalah serangan berupa penyumbatan di pembuluh darah sekitar kepalaatau otak. Ketiga, stroke hemoragik yaitu serangan paling mematikan yang kaprahnya ditandai pecahnya pembuluh darah di otak.

Di pihak lain, upaya penanganannya bisa dibilang masih belum terstruktur, sistematis dan massif sepenuhnya. Kebijakan pemerintah mutakhir sebatas pendirian satu-satunya Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) di Jakarta pertengan tahun kemarin. Lalu baru sosialisasi menjaga gaya hidup sehat melalu slogan CERDIK: Cek kesehatan secara teratur, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet sehat, Istirahat cukup dan Kelola Stres sejauh ini. Rasanya ikhtiar demikian perlu dibarengi penggiatan edukasi seputar stroke lebih komprehensif dan luas kepada masyarakat. Serta penyediaan tenaga medis spesialis syaraf dan penyakit lainnya terkait stroke hingga di Puskesmas yang di daerah pelosok. Akankah?

Referensi:

-Departemen Kesehatan RI

-Kompas

-Liputan 6

-Healthy Life Indonesia

-Tabloid Nova

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun