Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Yang Terlewat dari Praperadilan dan Sesudahnya

19 Februari 2015   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan lamanya kegaduhan antara pihak Komjen Budi Gunawan (BG) dengan KPK mewarnai keseharian masyarakat. Praperadilan yang dijadikan proses ”solusi penentu” atas polemik itu telah menelurkan keputusan akhirnya kemarin (16/2). Isi amarnya yang seketika menggelinding ke ruang publik, yakni penetapan status tersangka BG atas dugaan kasus yang disangkakan oleh lembaga antirasuah tersebut, disimpulkan tidak sah oleh hakim. Reaksi publik kemudian ikut bermunculan dengan berbagai kesan.

Praperadilan yang semula diharapkan akan menyudahi kisruh dua institusi penegak hukum itu pun, justru seakan hanya memerpanjangnya. Sebab, putusan hakim tunggal yang menyidangkan perkara tersebut, ndilalah menuai kontroversi yang tak kalah riuh belakangan. Lagi-lagi rutinitas khalayak luas tersandera urusan politik-hukum yang menjemukan, hingga Presiden Jokowi menetapkan keputusannya sebagaimana kita ketahui bersama. Eh, giliran sebagian anggota parlemen memersoalkannya.

Dalam hal ini, saya ndak bermaksud turut serta dalam pro-kontra soal praperadilan BG tempo hari. Biarlah hal itu menjadi renungan kolektif para begawan hukum yang seabrek jumlahnya di negeri ini. Sebagai bagian masyarakat kecil, saya hanya ingin memandangnya dari kacamata wong cilik saja mengenai sesuatu yang terlewatkan di dalamnya.

Butir Tuntutan yang Membuat Dahi Berkernyit

Ketika terpaksa harus menyimak siaran langsung televisi hakim tunggal praperadilan membacakan kesimpulannya, membikin dahi sempat berkernyit. Terutama saat hakim mengemukakan salah satu butir tuntutan pemohon, agar berkas-berkas terkait dugaan kasus pemohon yang ditangani termohon diserahkan pada kepolisian (mohon koreksi bagaimana isi seutuhnya).

Sementara, di pihak lain Om Taufiqurahman Ruki (mantan ketua KPK yang ditunjuk kembali selaku Plt. Komisioner KPK sekarang) menyatakan bahwa KPK ndak berkewajiban menyerahkan kasus yang ditangani tapi mengambil alih, dalam acara ILC TVone, malam sehari usai sidang praperadilan (mohon koreksi). Sebagai bagian warga kebanyakan, saya bingung memahaminya. Terlebih bila mengingat informasi yang menghebohkan beberapa hari sebelumnya, bahwa Polri hendak menggeledah gedung KPK yang kemudian dibantah kepolisian.

Praperadilan Bumerang terhadap Penegak Hukum?

Lalu, pikiran juga terganggu bingit dengan pernyataan-pernyataan bahwa praperadilan terkait penetapan tersangka BG, akan bermanfaat besar sebagai media untuk siapapun yang merasa diperlakukan sewenang-wenang, terutama dalam penetapan tersangka atas dirinya terkait kasus hukum, sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Sepintas pernyataan macam itu membuat hati lega. Bahwa lapisan grassroot yang cenderung kurang berdaya secara politik dan hukum sejauh ini, juga memiliki hak dan kesempatan yang sama guna menempuh upaya praperadilan. Tapi, sejenak kemudian benak menjadi bertanya-tanya sendiri. Segampang itukah terlebih saat masyarakat juga disertai keterbatasan akses informasi, biaya dan seterusnya?

Pertanyaan yang muncul di kepala selanjutnya, bukankah pihak kepolisian beserta kejaksaan yang seringkali berkecimpung dalam penanganan masalah hukum khususnya pidana, berikut segala prestasinya dalam menjalankan amanah, terhadap masyarakat bawah selama ini? Sedangkan dugaan kasus korupsi cenderung lebih banyak dilakukan hanya oleh kaum elit, dengan melibatkan penanganan oleh KPK beserta pengadilan tipikor. Mengingat, praperadilan merupakan upaya sebelum pelimpahan ke pengadilan. Dengan begitu, mungkinkah praperadilan justru bumerang atau setidaknya menyisakan otokritik, utamanya terhadap kalangan penegak hukum sendiri yo? Entahlah.

Masyarakat Kecil yang Dirugikan

Atas persoalan antara BG-KPK dan pergantian Kapolri yang telah menyita perhatian khalayak luas sekian lama, kiranya sudahlah sudah. Toh semua langkah penyelesaian hukum yang dikehendaki telah ditempuh dengan berbagai hasilnya. Pihak yang bersangkutan juga telah mengungkapkan kelegawaan yang patut mendapatkan apresiasi. Lalu, haruskah kegaduhan ini berlanjut dengan sikap ngambek segelintir anggota DPR maupun politisi, dengan kemungkinan beragam manuver politik di kemudian hari? Ah, politik lagi, politik lagi...

Yang perlu diingat, masyarakat umumlah yang telah dan akan banyak dirugikan, jika terus diserimpung urusan politik. Termasuk bagian HAM paling fundamental dan krusial setiap warga negara atas rasa aman dan nyaman beraktivitas, akan senantiasa dilanggar seiring kecamuk segala bentuk ketegangan politik-hukum domestik yang tidak perlu dan berlarut-larut ke depan. Bila demikian, kepada siapa rakyat kecil akan mengadu dan berharap terpuaskan pengaduannya; kepada kepolisian, KPK, praperadilan, Presiden, atau DPR? Heuheuheu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun