Katanya pengetahuan tentang bencana sudah cukup baik tapi kenapa belum menjadi sikap dan perilaku? Ini karena edukasi bencana yang dilakukan belum menumbuhkan kesadaran. Cinta tanah air tidak akan tumbuh hanya dengan slogan, dialog atau seminar di hotel mewah. Edukasi siaga bencana harusnya mampu 'membangunkan' kesadaran kita yang sudah lama 'tidur'.
Bencana terjadi karena ulah manusia. Mereka bukan tidak tahu, tapi bisa saja karena terpaksa melakukan itu. Contohnya penebang liar, banyak rakyat kecil yang mau disuruh menebang pohon dan membakar hutan karena mereka terdesak kebutuhan ekonomi. Di saat ada tawaran upah menggiurkan, mereka tak berpikir panjang lagi tentang bencana yang akan muncul. Yang ada dalam pikiran mereka bagaimana caranya agar anak istri bisa makan. Selama belum ada solusi yang lebih baik, mereka akan terus melakukannya.
Contoh lainnya, banyak warga yang membangun rumah di sisi tebing atau di lereng bukit rawan longsor. Pun ini bukan karena mereka tidak tahu bahaya yang mengintai, tetapi lagi-lagi karena keterbatasan ekonomi. Mereka tak punya lahan lagi untuk mendirikan rumah atau karena mata pencaharian mereka ada di sekitar itu.
Ini semua memang berat, tapi kita tak boleh pesimis untuk mencari jalan keluarnya. Sambil pemerintah berusaha keras meningkatkan kesejahteraan rakyat, kita juga tidak boleh berpangku tangan dalam mengedukasi warga di sekitar kita. Siaga dan penanggulangan bencana bukan tugas BNPB semata, melainkan tugas kita semua.
Upaya Pencegahan Bencana
Apa sih yang bisa kita lakukan?
Tak usah yang rumit-rumit, mulai dari diri sendiri aja untuk tidak buang sampah sembarangan atau kalau ada rejeki lebih kita bisa menyumbang tong sampah untuk di pasang di tempat umum. Dengan cara ini ancaman bencana banjir dapat diminimalisir. Lalu jika kita tinggal di pedesaan atau di kawasan dekat hutan, yang merasa hidup berkecukupan bisa memberi pekerjaan pada mereka agar berhenti menebang pohon secara liar. Penebangan yang dilakukan oleh kekuatan terorganisir tugas pemerintah untuk menyelesaikannya, kita husnudzon aja pemerintah tidak tebang pilih.
Edukasi Siaga Bencana Melalui Media Sandiwara Radio
Namun saat ini berapa banyak sih pendengar radio? Media yang tren di era tahun 1990-an ini hampir tenggelam ditelan perangkat digital dan media sosial. Kalau kita tanya ke pelajar SMP atau SMA, mereka bahkan ada yang tidak pernah melihat wujud/fisik radio seperti apa. Ini boleh dibuktikan, silakan datang ke sekolah-sekolah di pedesaan. Mereka hanya tahu bentuk radio dari pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di sekolah.
Melihat kondisi di atas, edukasi siaga bencana melalui media sandiwara radio tingkat keberhasilannya diragukan. BNPB malah nambah beban baru, yaitu mengajak masyarakat modern untuk kembali ke masa lalu. Sulitnya lagi, warga yang mempunyai radio kini sudah mulai langka. Lalu target edukasi ini siapa?