Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mungkinkah Mendidik Anak Tidak Unggul di Sekolah Unggul?

14 Juli 2010   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:52 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_194026" align="alignleft" width="300" caption="Salah Satu Gambaran Sekolah Unggul untuk Anak-Anak Unggul. Foto diuduh di: http://chaochao.files.wordpress.com/2009/04/picture3.jpg"][/caption]

Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan cara membuka program sekolah unggul. Pada umumnya, sekolah unggul yang ada di Indonesia dibuka khusus untuk anak-anak yang unggul.

Oleh karena itu, untuk menjadi siswa di sekolah unggul maka diberlakukan berbagai syarat. Pertama, pada saat mendaftar di sekolah unggul haruslah memiliki nilai rata-rata yang telah dipatok tinggi, sesuai dengan standar keunggulan yang dibuat oleh sekolah unggul sendiri. Kedua, setelah anak berhasilmelewati standar nilai mereka juga kemudian harus mengikuti ujian seleksi kembali. Ketiga, setelah ujian seleksi diikuti, kemudian juga harus memiliki dompet orang tua yang lagi-lagi harus unggul. Bila semua itu telah dipenuhi, kemudian baru dapat di catat sebagai siswa sekolah unggul.

Nah, bagi anak-anak yang dikategorikan tidak unggul. Atau tidak salah satu syarat dan ketentuan keunggulan tersebut mereka otomatis tidak boleh sekolah di sekolah unggul. Artinya mereka harus mencari sekolah-sekolah yang tidak mengkatogorikan dirinya unggul. Terus terang kebanyakan sekolah-sekolah yang tidak mengkategorikan unggul itu adalah sekolah yang serba kekurangan dari semua aspek. Apakah pendidik atau sarana pendukung lainnya. Sehingga mereka ini harus bersekolah di sekolah-sekolah seperti. Sehingga dengan demikian, mereka sudah terpinggirkan sejak dini. Tidak punya kesempatan untuk bersekolah unggul yang akhirnya menjadi orang-orang unggul.

Barangkali kita tidak begitu bertanya-tanya bila sekolah unggul itu merupakan sekolah pribadi yang didirikan oleh sebuah Yayasan dengan biaya mereka sendiri. Sudah tentu sekolah seperti ini adalah sekolah yang berbasis ekonomi dengan menawarkan mutu yang tinggi. Tetapi yang banyak muncul pertanyaan adalah sekolah unggul dengan segala syarat itu adalah sekolah yang dibangun oleh pemerintah melalui pajak yang dikumpulkan dari seluruh rakyat, termasuk dari mereka yang dianggap tidak unggul.

Apalagi, bila kita dilihat di daaerah-daerah, pada umumnya sekolah negara yang dijadikan sekolah unggul kemudian menjadi sekolah kebanggaan para pejabatnya. Terkadang sekolah seperti ini menjadi semacam kamuflase bagi pemerintah daerah dan menjadi kebanggaan bagi mereka. Sekolah ini akan menjadi semacam tameng dari sorotan berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan di daerah yang dipimpinnya. Padahal siswa-siswa yang belajar disekolah yang diunggulkan itu hanya sebagian kecil dari rakyat yang membutuhkan pendidikan yang layak.

Ironinya, karena sekolah semacam ini menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan, maka apapun yang diingini mereka otomatis dengan segera dipenuhi oleh pemerintah. Padahal banyak sekolah-sekolah yang lain bertaburan dimana-mana terenggah-enggah karena serba kekurangan. Dimana selama ini standar kelulusan juga sama dengan sekolah-sekolah yang serba unggul.

Okelah sekolah pemerintah juga dibuat menjadi sekolah unggul. Tetapi mungkinkah sekolah unggul seperti yang kita maksudkan itu mendidik anak-anak yang tidak unggul. Sehingga kelak mereka menjadi unggul dan meraih masa yang lebih cerah?

Atau paling kurang sekolah negara yang disulap menjadi sekolah unggul pada saat menerima siswa baru tidak membuat syarat yang memunculkan diskriminasi.Untuk menghindari ketidakadilan memperoleh kesempatan pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara, maka pada saat penerimaan siswa baru, cukup dengan syarat: “Sekolah Unggul ini dibuka untuk umum, tetapi kami hanya membutuhkan siswa sebanyak 80 orang, karena ruang yang terbatas”.

Tentu ini tidak menjadi permasalahan karena alasan keterbatasan kapasitas. Dan, tidak mungkin sekolah memaksakan untuk menerima siswa lebih kalau memang kapasitasnya tidak memungkinkan. Terpenting, siswa yang diterima di sekolah unggul tersebut tidak peduli, apakah siswa itu unggul atau tidak.

Saya pikir, mendidik anak-anak unggul di sekolah yang unggul itu sudah hal biasa. Ketika lulusan 100% sekolah-sekolah unggul dengan siswa yang dari awal sudah unggul itu pun bukanlah sesuatu yang luar biasa. Hal yang luar biasa adalah ketika sekolah unggul mendidik anak-anak yang tidak unggul kemudian mereka berhasil menjadi anak-anak unggul. Apakah itu memungkinkan? Termasuk merubah paradikma dari sekolah unggul hanya mendidik anak-anak unggul menjadi sekolah unggul memperioritaskan untuk mendidik anak-anak tidak unggul menjadi unggul. Saya pikir itu baru dapat angkat jempol dua….SALAM SEKOLAH UNGGUL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun