Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menghindari Bencana Melestarikan Alam

3 Desember 2010   10:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:03 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_315535" align="alignleft" width="300" caption="Sbr: http://img443.imageshack.us/img443/7839/greenygx4.jpg"][/caption]

Apa yang terjadi di alam semesta ini banyak sekali kontribusi manusia. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang dan tanggungjawab untuk melestarikan alam agar tercipta keseimbangan dan keharmonisan. Tetapi yang terjadi sebaliknya, manusia bukan menciptakan harmoni yang indah, dengan alasan menjaga kesinambungan hidup memperlakukan alam ini dengan semena-mena. Bumi dikuras habis-habisan, hutan dan gunung digunduli, hasil laut diambil dengan berbagai macam cara. Akhirnya muncul berbagai macam bencana alam seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

Melestarikan alam tidak bermakna bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Tidak ada yang salah bila manusia dengan kelebihan akal dan pikiran memanfaatkan lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika manusia tidak memanfaat potensi alam yang ada itu baru dinamakan kurang wajar. Tetapi yang terpenting jangan lupa daratan sampai merusak kelestarian alam itu sendiri.

Selama ini yang terjadi adalah potensi alam dieksploitasi habis-habisan tanpa menghiraukan efek samping yang ditimbulkan. Bahkan tidak mempedulikan betapa banyak spesies yang ada di alam ini menjadi langka. Padahal satu saja makhluk itu hilang (dalam arti punah), kita telah merusak keseimbangan alam. Kecuali kepunahan itu disebabkan secara alamiah karena ketidakmampuan beradaptasi dan ini memang tidak dapat dihindari. Tetapi jika terjadi dalam keadaan yang tidak wajar, akibat ulah manusia, ini yang menjadi persoalan.

Kepunahan berbagai macam spesies binatang itu, selain karena penangkapan untuk dijual atau dipelihara, juga karena ekosistemnya yang rusak. Bagi ekosistem darat tentu penyebab utamanya adalah kerusakan hutan yang terjadi di mana-mana. Binatang-binatang itu sudah sangat terdesak dari komunitasnya. Karenanya saat ini sering kali binatang-binatang itu turun ke perkampungan penduduk, dan tak jarang merusak lahan pertanian. Ini bukan isu baru tetapi sudah lama menjadi pembicaraan terutama di kalangan aktivis lingkungan.

Pengrusakan hutan bukan hanya menyebabkan semakin langkanya berbagai spesies binatang. Tetapi tentu saja secara otomatis menyebabkan kepunahan berbagai spesies tumbuhan. Padahal salah satu fungsi tumbuh-tumbuhan adalah sebagai paru-paru dunia penyerap karbondioksida di udara. Apalagi saat ini akibat banyak kenderaan bermotor atau industri-industri sebagai penyumbang utama karbondioksida di udara, maka karbondioksida menjadi berlebih. Ini sebagai salah satu penyebab suhu bumi meningkat. Akibatnya terjadilah perubahan iklim yang sangat ekstrim seperti yang kita rasakan saat ini. Masalah ini sudah menjadi agenda pembicaraan penting para pemimpin dunia.

Kemudian, kibat hutan dibabat habis-habisan, juga sangat berefek pada ketidakmampuan tanah menyerap air hujan. Ketika curah hujan sangat besar, maka terjadilah bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor di mana-mana. Di sinilah kemudian menjadi tidak adil. Sebab pelaku perusak hutan biasanya sekelompok atau sebagian orang saja. Mereka menikmati keuntungan sendiri bersama keluarga. Sementara bencana dinikmati oleh mereka yang hidup di lereng-lereng gunung atau di daerah perkampungan.

Selain itu, banyaknya spesies tumbuhan yang punah juga sangat merugikan terhadap kajian ilmiah terutama kajian kandungan kimia tumbuh-tumbuh itu sendiri. Berkaitan dengan ini, dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun terakhir, kajian kandungan kimia tumbuhan (natural produck from plants) menjadi kajian yang sangat menarik dan populer bagi ahli kimia organik bahan alam. Bila kita mengupdate jurnal-jurnal internasional berkaitan dengan kajian ini, hampir setiap bulan mereka menemukan senyawa baru. Karena itu, kimia organik bahan alam sudah menjadi ilmu bagian dari ilmu kimia organik.

Kenapa ini menjadi kajian menarik, karena dalam tumbuh-tumbuhan menyimpan beribu-ribu macam senyawa alami yang disebut sebagai metabolit sekunder. Senyawa-senyawa seperti alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, steroid dan sebagainya adalah kelompok senyawa bahan alam telah terbukti memiliki aktivitas bioaktif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan umat manusia di dunia seperti obat-obatan, toksisitas, penghilang hama (inseksitisida, peptisida), dan yang lainnya bahkan banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar kosmetik. Tentu saja ini memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Bahkan pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif di masa yang akan datang tidak terlepas dari pesatnya pengkajian terhadap kimia bahan alam ini. Hal yang perlu digaris bawahi, pemanfaatan potensial ini tidak akan menyebabkan punahnya berbagai spesies tumbuhan karena yang digunakan bagian-bagian tertentu dari tumbuh-tumbuhan.

Artinya menjaga kelestarian alam terutama dunia tumbuh-tumbuhan itu bukan hanya untuk mencegah terjadi bencana alam saja. Tetapi juga ada potensi lain yang luar biasa pada tumbuh-tumbuhan tertentu. Bila dapat dimanfaatkan secara maksimal, maka ini juga akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Kenapa selama ini usaha-usaha menyadarkan masyarakat untuk menjaga kelestarian alam hasilnya tidak begitu mengembirakan. Misalnya, pembakaran hutan dan ilegal loging terus saja terjadi? Bisa jadi ini akibat orientasi mereka selama ini bahwa tumbuhan hanya menguntungkan dalam bentuk kayu olahan saja. Bila orientasi pemikiran ini dirubah dengan cara menggali dan menemukan potensi lain dari tumbuh-tumbuhan secara intens, mungkin ini menjadi salah satu solusi.

Terpenting, usaha-usaha untuk menyadarkan masyarakat dalam rangka melestarikan alam perlu dilakukan dengan berbagai cara. Apalagi ancaman perubahan iklim yang ekstrim bukan hanya dalam kajian-kajian tetapi sudah kita rasakan. Bila bumi ini semakin panas, es dikutup akan terus mencair, akibatnya permukaan air laut naik. Bukan tidak mungkin pada suatu saat bumi ini akan tenggelam juga. Perlu diingat, tugas kita sebagai khalifah bukan hanya sebatas menciptakan kedamaian antara manusia dengan manusia, tetapi juga dengan lingkungan di sekitarnya. Terlepas dari sesuatu yang bukan urusan dan tidak mungkin terjangkau oleh alam pikiran kita, mari kita jaga kelestarian alam bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun