Bentrokan antara pasukan bersenjata TNI dan Polri bukan hanya terjadi sekali dua kali saja selama ini. Sejak berpisahnya Polri dari satuan bersenjata (Baca: ABRI) mungkin sudah ratusan kali terjadi. Baik yang ungkap di media maupun tidak. Bentrokan terbaru terjadi hari Rabu (19/11) di Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Konon kejadian ini terjadi hanya karena ejekan antar oknum polri dan TNI di sebuah SPBU.
Akibat kejadian sepele itu, diberitakan seorang anggota TNI tewas dan Mako Brimob di sana dikatakan rusak serta seorang masyarakat sipil terpaksa dirawat dirumah sakit akibat peluru nyasar. Berdasarkan siaran langsung stasiun TV, sampai jam 22 malam, suara tembakan masih terdengar di seputaran mako Brimob Batam.
Bentrokan antara TNI dan Polri di Batam itu, merupakan kejadian yang kedua kali dalam kurun waktu tidak sampai dua bulan. Sebelumnya telah terjadi bentrokan antara TNI dan Polri berkaitan dengan pengebrekan lokasi penimbunan BBM yang kemudian terjadi kesalahpahaman dan terjadilah bentrok.
Banyak pihak yang menyesali kenapa bentrokan antara TNI dan Polri terjadi. Bukankah kedua-duanya adalah alat Negara memiliki senjata. Rakyat menyesali itu,karena bentrokan antara TNI dan Polri bukan hanya berbahaya tetapi juga memalukan.
Bagai Api dalam Sekam
Meskipun pada tataran pimpinan terjalin hubungan yang sangat harmonis. Namun pada hakekatnya di tingkat prajurit sepertinya tidak seperti itu. Di akui atau tidak, tetapi fakta-fakta yang terlihat kepermukaan sampai saat begitulah adanya. Seperti kata pepatah: bagai api dalam sekam. Begitulah gambaran yang bisa diungkapkan dengan kata-kata hubungan antara TNI dan Polri pada tataran prajurit.
Banyak masyarakat yang mempertanyakan kenapa bentrokan antara TNI dan Polri bisa terjadi?  Mungkin ada beberapa faktor sebagai penyebabnya. Pertama, kecemburuan antara prajurit kedua institusi tersebut. Kecemburuan ini mungkin penyebabnya diantara prajurit itu merasa diperlakukan tidak adil.
Dulu sebelum reformasi, TNI merupakan institusi yang sangat dominan. Mereka memiliki ruang yang lebih leluasa dibanding dengan polisi. Termasuk dalam pengaman apa saja, yang tentu saja mendapat pemasukan lebih. Tetapi setelah TNI kembali ke barak sebagai alat pertahanan dan kemudian Polri mengambil alih semuanya ini dapat menjadi pemicunya.
Bila ada daerah-daerah konflik seperti di Aceh dulu, kecemburuan itu juga sangat terlihat. Salah satu penyebabnya, TNI bila menumpas pemberontak atau yang sejenis dengannya pasti mereka beroperasi pada daerah-daerah yang sangat rawan. TNI biasanya ditempatkan di hutan-hutan dan itu berhari-hari malah berbulan-bulan dengan fasilitas yang sangat minim. Namun pasukan Brimob Polri yang juga ikut operasi lebih banyak berada di daerah penggiran yang tentu saja rasanya beda seperti yang dirasakan oleh TNI. Sehingga dulu, hal-hal seperti ini juga dapat menyebabkan pemicu bentrok diantara keduanya. Bahkan di Aceh pada saat itu ada cerita antara brimob dengan TNI pernah berhadap-hadapan.
Kedua, rasa ego berlebihan. Kita tahu bahwa pasukan Brimob Polri pada hakekatnya memiliki keahlian yang hampir sama dengan TNI. Mereka sama-sama dipersiapkan untuk bertempur. Meskipun cakupannya dan tujuannya berbeda. Kalau Brimob bertempur dalam rangka penegakan keamanan dan ketertiban sementara TNI bertempur untuk dalam pertahanan negara. Jadi karena sama-sama memiliki ketrampilan maka antara satu dengan yang lainnya ingin memperlihatkan ego itu yang kemudian berasimilasi kepada harga diri secara pribadi dan korp. Saya kira, bentrokan di Batam sampai menelan korban adalah salah satu contohnya.
Ketiga, faktor kedisiplinan prajurit. Saya kira bila disiplin prajurit tinggi kejadian yang memilukan itu tidak akan terjadi. Menurut berita, pada kasus yang baru saja terjadi di Batam, sesungguhnya pada siang hari telah terjadi perdamaian antara kedua pihak. Tetapi kenapa kemudian berlanjut sampai malam hari?
Barangkali ini dapat mengambarkan tingkat kedisiplinan oknum prajurit atau satuannya. Padahal garis komando pada intitusi TNI dan Polri sangat jelas. Bila komandannya bilang damai, maka sebagai wujud dari kedisiplinan tentu tindakan yang dilakukan prajurit sejalan dengan perintah komandannya. Tapi yang sangat mengherankan, kenapa, konon, ada gudang senjata yang dibuka?. Menurut saya ini pertanda tidak baik bagi satu institusi seperti TNI dan Polri.
Bila kita bandingkan prajurit TNI dan Polri saat ini dengan para seniornya masa lalu. Masalah disiplin kelihatan sedikit lebih lunak. Apakah ini ada kaitan dengan perekrutan prajurit yang kurang tepat? Sebaiknya, prajurit TNI dan Polri jangan merekrut mereka yang bermental tawuran.
Sebenarnya, bila kita bentang benang merah masih banyak faktor lain yang perlu diperhatikan. Namun ketiga faktor tadi bisa jadi penyebab utama kenapa begitu mudah antara oknum TNI dan Polri tersulut api kebencian antara sesama anak bangsa.
Mencari Solusi
Saya kira, bentrokan antara dua kubu yang memiliki senjata untuk berperang sangat berbahaya. Bukan tidak mungkin hal ini akan melemahkan pertahanan negara kita. Bila antara TNI dan Polisi terutama ditingkat prajurit kelihatan seperti api dalam sekam bukan tidak mungkin bentrokan seperti ini akan terjadi kembali.
Karena itu, kejadian ini harus dilihat sebagai hal yang serius oleh semua pihak. Begitupun para pimpinan jangan memaksakan diri memperlihatkan keharmonisan ditingkat elite saja. Padahal ditingkat prajurit masih ada rasa kekecewaan. Sehingga bisa dianggap apa yang dilakukan pada level pimpinan tidak tersosialisasi dengan benar sampai pada tingkat prajuritnya.
Oleh karena itu mencari solusi secara komprehensif perlu dilakukan. Menurut saya, pimpinan elit baik TNI maupun Polri tidak hanya sekedar membentuk tim investigasi lalu kemudian menghukum prajurit yang terlibat.
Terus terang sanksi berat perlu dilakukan. Namun sanksi itu tidak cukup apalagi ada yang merasa tidak adil. Â Namun harus dicari akar masalah. Kenapa para prajurit begitu mudah tersulut api kemarahan yang sangat berbahaya. Hal yang paling elegan dilakukan adalah instropeksi diri kedua institusi itu. Bila memang ada yang salah tentu tidak perlu malu untuk mengungkapkannya. Bukankah institusi TNI dan Polri milik kita bersama?
Kemudian saya kira, untuk mencari solusi yang komprehensif, pihak institusi TNI dan Polri melakukan peninjauan kembali baik terhadap kurikulumnya, cara rekruitmen, ekonomi para prajurit, keadilan tentu saja mental spiritual mereka. Sehingga api dalam sekam yang selama ini terus membara itu akan padam total.
Satu hal yang perlu diingatkan kepada prajurit bahwa TNI dan Polri itu dua-duanya anak bangsa bukan musuh yang harus saling membenci dan membunuh. Bila yang dibenci dan di bunuh itu ternyata  adik, abang, kemenakan, anak satu kakek, anak satu nenek, dan lain sebagainya, maka pada akhirnya yang ada hanya penyesalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H