Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bola Kita Membumi Tak Melangit

24 Juni 2010   10:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:19 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_176323" align="alignleft" width="300" caption="Sbr. Foto: http://albumnendra.files.wordpress.com/2010/03/suporter-sepakbola-indonesia21.jpg"][/caption]

Bagi bangsa Indonesia permainan sepakbola bukanlah hal yang luar biasa. Sebab hampir di seluruh pelosok tanah air bahkan di daerah yang sangat terpencilpun memiliki lapangan sepak bola. Bahkan saya pernah menemukan seorang anak yang baru duduk di sekolah TK mengetahui nama-nama pemain sepakbola dunia.

Karena itu, ketika tiba saatnya ada even sepakbola seperti sepakbola dunia saat ini, banyak penduduk Indonesian yang bela-belain untuk menyempatkan diri menonton sepakbola. Meskipun terkadang konsekwensinya adalah mengantuk di siang hari menyebabkan aktivitas kerja menurun. Sebab kita harus menonton sampai dini hari karena waktu tempat diselenggaraknnya sepakbola berbeda jauh dengan waktu di Indonesia.

Selain itu, kitapun dapat saksikan bagaimana meriahnya penyambutan sepakbola di negara kita. Bahkan jauh sebelum piala dunia di mulai banyak diantara kita yang sudah mempersiapkan diri dan berancang-ancang agar even empat tahunan tidak terlewati dalam setiap pertandingannya.

Karena itu tidak heran, bila kemudian station TV di negara kita juga berlomba-lomba membeli lesensi penyiaran langsung. Kenapa, karena pasti akan membawa untung yang sangat besar.

Bukan hanya itu saja, ditempat saya, hampir di setiap warung kopi dan kafe-kafe memasang layar lebar sebagai salah satu cara untuk menarik pengunjungnya. Bila itu tidak dilakukan, maka dapat dipastikan pada saat-saat pertandingan bola itu berlangsung, maka tempat usaha mereka tidak akan ada pengunjungnya. Saya pikir, bukan hanya ditempat saya saja, tetapi di seluruh daerah di negara kita ini, pada saat seperti ini pemandangannya tidak jauh berbeda. Begitu luar biasanya dengung sepakbola di negara kita ini.

Karena apa? Karena memang bangsa kita termasuk salah satu bangsa penggila bola. Karena gila itupula tidak heran bila setiap tahunnya ketika Liga Indonesia bergulir, maka tidak luput dari kerusuhan antar sporter (Gila bola yang berlebihan).

Melihat kenyataan seperti itu, maka dapat kita katakan bahwa dengan sepakbola di negara kita begitu membumi. Bukan hanya diakar rumput saja, tetapi termasuk mereka pemimpin negeri ikut-ikutan gila bola. Sampai-sampai dalam rangka menyambut perhelatan akbar itu, beberapa waktu yang lalu Bapak Presiden dengan sejumlah menteri dan para anggota parlemen juga menyempatkan diri untuk menyaksikan sepakbola piala dunia, yang berlangsung di Benua Afrika atau tepatnya di Afrika Selatan, sebuah negara yang pernah terjerat dengan diskriminasi rasa atau yang lebih dikenal apharteidnya.

Meskipun masalah sepakbola begitu membumi di negara kita ini tetapi sampai saat ini dunia sepkbola kita belum juga melangit. Jangankan dalam kancah dunia, secara regional saja kita masih belum berbuat apa-apa. Lihatlah kegagalan total Tim Nasional kita tahun lalu, di semua level kejuaraan terjadi panceklik gelar. Cuma yang kita dengar adalah kekisruhan dalam organisasi punggawa sepakbola kita PSSI. Sampai diadakan musyawarah luar biasa.

Padahal kalau kita lihat dari antusiasnya penduduk negeri ini yang sangat mencintai dunia sepakbola hal itu menjadi satu tanda Tanya besar. Kenapa dunia sepakbola kita hanya sebatas membumi saja? Sehingga timbul pertanyaan yang mengelitik, apakah dari penduduk kita yang hampir 250 juta orang itu tidak ada 23 orang saja yang dapat diandalkan dalam dunia sepakbola? Bila melihat prestasi Tim Nasional kita, jawabannya pertanyaan yang menggelitik itu adalah “Ya”. Sampai saat ini belum ada yang dapat diandalkan. Dulu, barangkali ada alasan karena memang di negara kita belum berjalan kompetesi dengan baik. Tetapi saat ini, Liga Indonesia juga bergulir setiap tahun, pertanyaannya kenapa juga dunia sepakbola kita belum juga dapat berbuatg apa-apa.

Apakah kemajuan sepakbola itu memang berbanding lurus dengan kemajuan suatu bangsa? Banyak orang yang mengatakan “Ya”. Tetapi juga banyak orang yang mengatakan “tidak”. Pasalnya, bila melihat negara-negara yang berlaga di piala dunia tahun ini, ada juga negara yang berseok-seok dari segi ekonomi. Contohnya Ghana, Pantai Gading, Korea Utara bahkan termasuk Yunani yang dilanda kegoncangan ekonomi baru-baru ini. Juga termasuk Argentina dan bahkan negara brazilia.

Melihat kenyataan itu, kemajuan suatu bangsa memang tidak selamanya berbanding lurus dengan kemajuan dunia sepakbola. Banyak negera yang terseok-seok secara ekonomi tetapi mereka mampu berbicara sampai mampu menjadi konstestan Piala Dunia.

Saya pikir, memang ada yang miss dalam pengelolaan sepakbola kita. Termasuk barangkali dalam pelaksanaan Liga Indonesia. Bukan rahasia umum lagi, sampai saat ini liga sepakbola kita misalnya masih ada mafia-mafia. Apalagi, klub-klub bola di negara kita masih banyak yang dikelola oleh pemda di daerah-daerah. Ini juga salah satu sebab. Prestasi daerah lebih ditonjolkan dibadingkan dengan prestasi sepakbola yang sesungguhnya. Jadi setali tiga uang.

Menurut saya, agar persepakbolaan mendunia atau melangit, maka tidak boleh tidak ada revolusi dalam rangka pengelolaannya, termasuk pembinaan. Salah satu caranya dengan memberi sugesti bahwa siapa-siapa yang mampu berprestasi dalam membawa sepakbola Indonesia harus diberi garansi berkaitan dengan kesejahteraan seumur hidup. Bila mereka memang tidak bersungguh-sungguh dalam berlatih dan sebagainya, maka harus dengan tegas diganti.

Hal itu bukan hal yang susah dilakukan. Apakah pemerintah dan PSSI tidak berpikir untuk menyediakan dana abadi bagi mereka pesepakbola kita, misalnya? Sehingga mereka dapat bersungguh-sungguh berbuat yang terbaik.

Saya pikir, melihat begitu antusiasnya penduduk Indonesia dalam mengimpikan Tim Nasional untuk berprestasi di tingkat dunia, mereka pun rela untuk diminta menyumbangkan uang untuk dana abadi demi kesejahteraan para pemain seumur hidup. Bila mereka yang sudah bekerja diminta untuk disumbangkan Rp. 10.000/tahun saja, berapa dana yang sudah terkumpul setiap tahunnya. Belum lagi dana-dana lain yang masuk dalam kantong PSSI. Ini baru perkiraan kasar kita. Apalagi bila itu melibatkan tim ekonomi kita. Masa, masalah seperti ini tidak mampu dipikirkan dan dikelola dengan baik.

Tetapi permasalahannya sekarang, dana yang masuk ke PSSI tidak banyak dialokasikan untuk kesejahteraan pemain tetapi banyak yang mensinyalir untuk hal-hal lain. Belum lagi masalah korupsi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun