Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membicarakan Kembali Kekerasan di Pondok Pesantren

25 September 2022   18:29 Diperbarui: 25 September 2022   18:38 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan di Pondok Pesantren Kembali diperbincangkan setelah mencuat beberapa kasus kekerasan yang bahkan sampai merengut jiwa santrinya. Peristiwa tersebut menjadikan hal yang sangat mengerikan apalagi terjadi dilembaga yang notabenenya lembaga pendidikan keagamaan.

Meskipun, peristiwa kekerasan dalam dunia pendidikan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Bahkan telah terjadi sepanjang sejarah berdirinya lembaga Pendidikan itu sendiri, baik yang bersifat maupun non formal.

Kekerasan yang terjadi dalam dunia Pendidikan selama ini dilandasi oleh berbagai macam latar belakang. Kekerasan itu bisa dalam bentuk kekerasan fisik maupun dalam bentuk  kekerasan verbal semacam intimidasi dan perundungan (bully).

Ternyata kekerasan yang terjadi selama ini, bukan hanya terjadi secara fisik dan atau perundungan semata. Beberapa peristiwa yang terjadi juga sangat mengerikan yaitu menimbulkan korban jiwa.

Dikutip dari berbagai sumber berita, peristiwa nyata yang mengerikan di lingkungan Pondok Pesantren yang terjadi akhir-akhir ini adalah seperti terjadi di Pondok Pesantren  Gontor, salah seorang santrinya yang  berinisial AM (17) meninggal dunia diduga akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya.

Kemudian Pengeroyokan di Pondok Pesentren Darul Qur'an Lantaburo Cipondoh, Tangerang, seorang santri yang berinisial RAP meninggal dunia diduga akibat dikeroyok oleh sejumlah santri lainnya pada 27 Agustus 2022.  Pada peristiwa in, polisi telah menetapkan 12 santri sebagai tersangka.

Peristiwa lain yaitu perkelahian di Pondok Pesantren  Daar El-Qolam Tangerang Seorang santri di Tangerang meninggal dunia usai berkelahi dengan temannya di lingkungan pondok Daar El-Qolam Tangerang pada 7 Agustus 2022. Pengoroyokan ditengarai perkelahian dari toilet di kamar korban BD (15). Pelaku RE (15) datang seraya mendorong pintu kamar mandi dan mengenai BD hingga memicu amarah.

Contoh nyata di atas membuat semuanya miris. Apalagi, orang tua yang anaknya sedang menimba ilmu di Lembaga-lembaga tersebut (baca: Pondok Pesantren). Sebab, bukan tidak mungkin efek kekerasan, bila tidak ditanggulangi dengan cepat, akan menimpa anaknya.

Sebagaimana yang telah disinggung di atas, kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren sebagaimana Lembaga Pendidikan lainnya, bisa dilakukan oleh Pendidikan kepada anak didik, anak didik kepada pendidik, anak didik senior kepada juniornya  dan kelompok anak didik terhadap teman sebayanya.

Kekerasan di Pondok Pesantren rentan dipicu oleh hal-hal sebagai berikut:

  • Kekerasan yang dipacu dan dilakukan pendidik (ustadz/ah) kepada santrinya. Meskipun ini sangat sedikit terjadi tetapi pada fakta kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap para santrinya tetap ada. Bisa jadi penyebab adalah para Pendidik kurang dibekali dengan ilmu mendidik.  Hal ini terjadi, karena ada Lembaga Pendidikan seperti Pondok Pesantren yang mengangkat pendidiknya dari santri senior atau yang baru lulus karena faktor prestasinya. Mereka langsung dipercayakan untuk mengajar tanpa pernah mengikuti training mendidik sekalipun.  Jangankan mereka yang tidak pernah mengikuti training mendidik dan mengajar, terkadang para guru lulusan Lembaga Kependidikan sering melakukan kesalahan dalam bentuk kekerasan kepada anak didik.
  • Pondok Pesantren adalah sebuah Lembaga Pendidikan berbasis Boarding dimana semua santri 24 jam berada dan tinggal dalam asrama dalam lingkungan pondok.  Tentu saja setiap asrama memiliki penanggungjawab sendiri-sendiri.  Biasanya, penanggungjawab asrama disebut musrif. Musrif ada yang direkrut khusus atau dari santri senior yang telah menyelesaikan kesantriannya.  Para musrif yang direkkrut biasanya mereka yang belum berkeluarga dengan tujuan agar bisa full time di asrama. Tetapi Ada juga pesantren yang menunjukkan santri senior kelas akhir sebagai musrif untuk membina para junior. Tugas para musrif ini dapat dikategortikan sangat berat yaitu pembinaan dan penegakan kedisiplinan secara langsung di asrama. Termasuk mengontrol petugas piket dan petugas  kebersihan asrama. Mereka diberi tugas menjaga agar para santri tidak keluyuran, tidur tepat waktu dan lain sebagainya. Tugasnya musrif seperti itu, tentu dan sudah dapat dipastikan terjadi gesekan yang berakibat terjadinya kekerasan (mungkin mereka yang pernah mondok bisa memahami ini).
  • Senioritas adalah salah pemicu terjadinya kekerasan di Pondok Pesantren atau juga di Lembaga Pendidikan lain terutama yang berbasis boarding. Para senior di Pondok Pesantren berinteraksi langsung 24 jam dengan  para juniornya di Lembaga Pendidikan berbasis boarding. Kekerasan terjadi karena para Senior memanfaatkan juniornya untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh para senior.  Bila mereka patuh dan takut kepada senior semacam ini maka akan selamat atau aman. Tetapi, tidak semua bisa didekte seenak senior ini menjadi pemicu atau pengeroyokan. Senioritas seperti ini sangat berbahaya dan korban keganasan mereka sudah ada. Biasanya mereka lakukan karena menjaga marwah senioritas dengan alasan membina para junior.
  • Perudungan juga menjadi pemicu kekerasan di Lembaga seperti Pondok Pesantren dan juga di Lembaga Pendidikan lain. Perudungan bisa dilakukan oleh senior atau bahkan teman sebayanya. Perudungan sering terjadi pada anak-anak baru masuk. Bila dilakukan senior alasannya juga untuk membina para juniornya.
  • Kekerasan juga bisa terpiju karena karena kesempatan para senior ikut lomba diambil alih oleh juniornya. Mungkin karena misalnya para pengelola Pondok Pesantren atau sebuah Lembaga Pendidikan ingin objektif mengirim perwakilan lomba berdasarkan hasil seleksi yang kebetulan didominasi oleh junior. Karena iri hati, para senior mengitiminasi atau sampai pada pemukulan kepada junior yang ikut lomba agar juniornya tidak ikut lomba dan kemudian ditunjukkan seniornya untuk ikut lomba.
  • Hal yang perlu diingatkan juga kepada sejumlah pondok pesantren  bahwa praktek "palak memalak" juga masih terjadi meskipun terkadang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Praktek ini tidak jarang berakhir pada kekerasan.

Praktek-praktek pemicu kekerasan di Pondok Pesantren perlu mendapat perhatian ketat dari pengelola Pondok Pesantren. Sebab pemiju tersebut masing sering terjadi sampai saat ini.  Para pengelola Pondok Pesantren harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap manajemen Pondok Pesantren dan menghapuskan segala tindakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan. Saya yakin  mengelola santri yang terkadang jumlahnya ribuan seperti Pondok Pesantren Gontor tidaklah semudah membalik telapak tangan.  Sebab, kekerasan itu terjadi tidak melihat apakah pesantren itu sudah terkenal atau belum. Terkadang, kita anggap ada pondok pesantren yang memiliki majajemen yang hebat tiba-tiba terjadi juga kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Pondok Pesantren perlu terus menerus melakukan pembenahan. Jangan terlena dengan zona yang dianggap aman selama ini. Meskipun selama ini dikenal hebat dan aman, tetapi kecolongan juga. Sebab bila tidak ada perbaikan dan kontrol yang ketet akan  merugikan Lembaga, orang tua dan santri itu sendiri (**dj).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun