Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Virus Mutasi Hanya Mengincar Orang Kota Tidak Orang Kampung

4 Januari 2021   06:19 Diperbarui: 4 Januari 2021   06:35 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sekitar setahun dunia berhadapan dengan pademik Covid-19. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Covid-19 akan hilang. Bahkan akhir tahun 2020 dilaporkan sudah terjadi virus mutasi atau varian baru di Inggris yang lebih mudah menular.

Padahal dunia baru saja merasa lega karena beberapa negara sudah menemukan vaksin untuk menghentikan penyebaran Covid-19.

Penemuan virus mutasi  atau varian baru covid-19 yang lebih resisten dan mudah menular pasti membuat warga dunia kembali kaget dan merasa was-was. Bila varian baru ini kembali manjadi pademik yang lebih massif. Bisa jadi vaksin yang sudah ditemukan menjadi sia-sia karena menjadi tidak ampuh.

Namun demikian, berdasar fakta merebaknya covid-19 selama ini,  virus tersebut termasuk  virus mutasi atau corona varian baru tetap mengincar orang yang tinggal di kota (besar) dan orang kaya. Virus tersebut tidak akan pernah mengincar orang kampung apalagi petani, pekebun atau profesi apapun yang ada di kampung.

Ketika awal-awal heboh penyebaran Corona di Indonesia sekitar pertengahan bulan maret. Saya tidak setuju masyarat di daerah-daerah dibatasi aktivitasnya baik dipasar, rumah makam mauoun diwarung kopi. Bahkan ada yang menerapkan jam malam. Sehingga perekonomian masyarakat lumpuh.

Alasan jelas bahwa pada hakekatnya orang didaerah yang jauh dengan perkotaan besar semisal di Aceh. Bila dicek covid-19, satu persatu orang yang tidak kemana-mana, tidak keluar kota, berdagang hanya disitu-situ saja. Berinteraksi dengan orang-orang di situ saja pasti tidak tertular corona.

Namun demikian setelah merebak corona, muncul pertanyaan, kenapa  kemudian orang daerah, orang kampung  ditemukan juga yang  positiv covid-19 bahkan ada yang meninggal?.

Bagi saya mudah jawabannya, bahwa semua yang sudah terinfeksi korona  itu ditularkan  oleh orang-orang yang datang dari luar yang berasal dari kota-kota besar yang memang daerah episentrum covid-19. Bukan dari orang yang tidak kemana, apalagi orang kampung profesi petani atau betkebun.

Karenanya saya tidak setuju bila orang yang tidak kemana itu yang dibatasi aktivitasnya bahkan diberlaku jam malam.

Semestinya penanganan tidak seperti itu. Tetapi penanganan yang benar dan adil itu adalah orang yang baru datang atau pulang dari daerah episentrum covid-19 yang dibatasi aktivitasnya.

Misal orang dari DKI, dari Surabaya atau dari kota-kota besar yang datang ke daerah yang tidak punya akses corona itu yang  semestinya dibatasi aktivitasnya. Bukan malah masyarakat daerah yang tidak punya jejak corona yang aktivitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun