Â
BAGI muslim, menunaikan ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Â Tetapi rukun yang ke lima ini hanya diperuntukkan kepada yang mampu terutama yang mampu secara finasial.
Mampu secara finansial  bukan hanya mampu membayar ongkos naik haji semata. Tetapi dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan. Bila tidak bisa dipenuhi maka tidak wajib menunaikan ibadah haji. Jadi, tidak semua muslim mampu  menunaikan ibadah
Saat ini juga ada kendala kuota, kendatipun mampu namun setelah lunas membayar ongkos harus menunggu hampir 17 tahun. Ketika kesempatan itu ada dapat dirasakan sebagai sebuah kesempatan yang sangat terhormat.
Orang Aceh memandang orang-orang yang berkesempatan naik haji itu adalah orang yang terhormat. Karena mereka mampu memenuhi Panggilan Ilahi ke Tanah Suci dan mampu menyempurnakan Rukun Islam yang ke lima.
Salah satu cara yang dilakukan orang Aceh dalam rangka menghormati orang yang menunaikan ibadah haji adalah dengan cara Peusijuek. Acara peusijuek bukan hanya dilakukan saat mau berangkat ke tanah suci tetapi juga saat  pulang seusai menunaikan ibadah haji. Â
Adat Peusijuek sebenarnya sudah menjadi tradisi sakral dalam masyarakat Aceh. Setiap sesuatu peristiwa tertentu terjadi di Aceh pasti peusijuek menjadi salah satu solusinya. Misalnya, ada orang yang berkelahi dapat didamaikan melalui adat peusijuek tanpa harus berurusan dengan yang berwajib. Terkadang, permulaan anak-anak mengaji juga dilakukan adat peusijuek. Punya rumah baru atau kenderaan baru, sebelum dipakai dilakukan adat peusijuek.
Biasanya adat Peusijuek dilakukan oleh orang-orang tua atau orang yang dituakan. Bila di kampung peusijuek itu dilakukan oleh Imam Mesjid, Geushiek (kepala desa), Ketua Adat dan orang-orang yang terhormat lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk adat pesijuek itu biasanya  bulukat (nasi ketan), campuran breuh padee (beras padi), larutan tepung tawar,  ukheu dan naleueng sambo (sejenis rumputan), on sineujuek (daun cocor bebek). Semua bahan itu di satukan dalam talam yang ditutup dengan tudung saji. Â
Tentu bahan-bahan itu hanya isyarat saja, misalnya bulukat memiliki sifat perekat dalam hati orang-orang yang dipeusijeuek berbagai nasehat dan ajaran yang diridhai Allah SWT, tepung tawar (kanji) yang berwarna putih sebagai berlambang bersih putih dan tanpa ada rasa dengki, khianat serta sakit hati. Ukheu dan naleueng sambo akarnya berlambang kekokohan yang sulit dicabut dalam beragama, on sineujeuk sebagai penawar dan memberi kesejukan dalam berbagai hal sebagai sebuah rahmat.
Prosesi peusijuek dilakukan dengan cara, orang yang dipeusijuek duduk di depan orang peusijeuek. Pertama, orang peusijuek mengambil breuh pade (beras padi) sedikit lalu di-sipruek (artinya: menebar/menabur/melempar) beras padi keatas orang-orang (bila orangnya ramai) yang dipeusijeuek. Kemudian mengabil on naleueng sambo (akar rumput) yang sudah dibungkus on sineujuek dicelupkan kedalam larutan tepung tawar dan ditaruhkan (diteteskan) di kaki dan tangan orang yang dipeusijuek. Dalam hal ini orang yang dipeusijeuek duduk dimana tangan disatukan dengan ujung kaki. Habis itu, orang peusijeuek mengambil bulukat (nasi ketan) sedikit dan diberikan kepada orang yang dipeusijeuk untuk dimakan dan sebagian ada juga yang menyunting (ditaruh) ditelinga. Kemudian ditutup dengan doa.