Kegagalan Timnas Senior melaju ke babak semifinal Piala AFF 2014 menambah catatan buruk dalam dunia sepakbola nasional saat ini. Kegagalan timnas senior ini melengkapi dua kegagalan sebelumnya dalam tahun yang sama. Pertama, kegagalan Timnas U-19 menembus piala dunia U-20 pada tahun 2015. Kedua, kegagalan Timnas U-23 di Asian Games Korsel (meskipun mampu masuk ke babak kedua pada even tersebut).
Praktis, pencinta sepakbola nasional harus gigit jari melihat kenyataan yang dapat dikatakan nyaris tragis itu. Kekecewaan yang dirasakan cukup beralasan. Sebab jauh sebelumnya, timnas senior sudah dijanjikan akan mampu mengatasi lawan-lawan yang dihadapi sampai mengangkat trofi juara. Apalagi timnas senior yang berlaga di piala AFF 2014 dipromasikan sebagai tim terbaik dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Tetapi apa hendak dikata, melihat performa timnas senior saat berlaga pada penyisihan group seperti tidak ada semangat untuk bangkit. Kecuali saat melawan Laos pada laga terakhir. Itupun karena Laos adalah tim yang sangat lemah.
Meskipun harus menelan kekecewaan berkali-kali namun saya percaya para pencinta sepakbola nasional pasti tidak akan meninggalkan tim kesayangan mereka. Karena masyarakat Indonesia memang dikenal sebagai penggemar sepakbola. Lihatlah, bagaimana antusiasnya bangsa ini menyaksikan setiap ada even sepakbola. Apakah itu even resmi seperti piala dunia, asian games, sea games, bahkan even-even yang tidak resmi. Bukan hanya berskala internasional atau nasional, bahkan skala kampung (tarkam) penonton tumpah ruah.
Namun ekspektasi masyarakat yang cukup besar tehadap cabang olah raga sepakbola ini belum dapat direspon dengan baik oleh PSSI. Faktanya, sampai saat ini PSSI sebagai induk organisasi sepakbola nasional yang bertanggungjawab dalam memajukan sepakbola nasional belum mampu mengangkat harkat dan martabat sepakbola nasional dalam kancah yang bergengsi. Malah semakin terpuruk dan hampir tidak mampu berbuat apa-apa.
Pertanyaan kita adalah ada apa dengan sepakbola di Indonesia saat ini? Bila dibanding dengan Negara-negara di Asean, Indonesia memiliki segala-galanya. Katakanlah dari faktor luas wilyah, Indonesia merupakan Negara yang sangat luas. Apakah dari Sabang sampai Meurauke tidak 23 pemain yang berkualitas? Atau dari jumlah penduduk, apakah lebih 240 Juta pendududuk Indonesia tidak ada 23 pemain yang mumpuni? Lihatlah singapura? Negera yang sebegitu mampu mendominasi sepakbola di Asia Tenggara.
Saya kira, semua pertanyaan berkaitan dengan kondisi timnas saat ini sangat layak diajukan kepada PSSI tentu dengan BTN-nya. Apa kerja mereka selama ini dalam mengurus sepakbola nasional. Padahal untuk menduduki tampuk pimpinan PSSI saat itu sempat hampir berdarah-darah.
Mungkin pernyataan-pernyataan Alfred Riedl seusai Timnas dikalah Philipina pada piala AFF 2014 ini dapat dijadikan salah satu rujukan. Lagi pula Riedl bukan hanya kali ini “memegang” Timnas Indonesia. Terlepas Riedl sedang mencari kambing berbulu hitam. Menurut Riedl kekalahan telak 4-0 timnas pada laga melawan Philipina tidak terlepas dari kondisi fisik pemain. Hal ini disebabkan karena jadwal kompetisi Liga yang begitu melelahkan sehingga menyedot kebugaran pemain. Lagi pula kompetisi liga berakhir sangat berdekatan dengan piala AFF, konon Riedl hanya memiliki waktu 1 minggu memantapkan susunan pemain untuk piala AFF sehingga semua persiapan begitu kepepet. Karenanya Riedle selalu mengeluhkan kondisi ini.
Bila kompetisi Liga merusak performa timnas memang sungguh sangat disayangkan. Padahal dinegara-negara lain yang sepakbolanya sudah maju, justru kompetisi liga menjadi pendobrak prestasi timnas. Sehingga mereka mengatur kompetisi liga sedemikian rupa yang tidak membuat timnas mereka merugi karenanya.
Apakah hal itu tidak diketahui oleh pengurus PSSI? Saya kira mereka lebih tahu daripada kita yang hanya sebagai penikmat sepakbola saja. Tetapi sudah puluhan tahun PSSI hadir, kenapa hal ini tidak dibenah. Alasan-alasan untuk mengakomodasi berbagai klub di tanah air alasan yang tidak beralasan. Pasti kalau dijelaskan dengan baik demi kepentingan Timnas semuanya dapat memaklumi. Hal yang kita khawatirkan, bila hal ini semua dihitung dari segi ekonomi dan bisnis sehingga megalahkan kepentingan nasional.
Selain alasan kompetisi liga yang begitu padat, Alfred juga menyampaikan sesuatu yang tersirat. Kepada wartawan seusai laga timnas melawan philipina, Ridle juga menyebutkan: something wrong” dalam sepakbola Indonesia.
Bila itu yang keluar dari mulut seorang pelatih sekaliber Ridle, tentu punya alasan-alasan yang kuat. Semua orang bisa saja memprediksi apa saja. Bisa jadi yang dimaksudkan itu adalah kuatnya intervensi federasi terhadap pembentukan performa timnas. Mungkin dalam pembentukan timnas termasuk program-program pelatihan tidak 100% berada pada tangan pelatih. Padahal, seyogyanya pelatihlah yang lebih tahu apa yang diinginkan dari tim yang akan dibentuknya. Bila ada tarik menarik kekiri kekanan kedepan dan kebelakang, siapa yang akan menjadi pelatih akan pusing sendiri.
Sebenarnya hal itu sudah terasa ketika Timnas U-19 terbentuk. Setelah menjadi kampium di AFF U-19 2013 ekspektasi masyarakat terhadap timnas U-19 begitu besar. Kemudian kejayaan Timnas U-19 dijadikan seperti sapi perahan. Secara kasat mata dapat terlihat aroma bisnis dengan menjadikan Timnas U-19 seperti sapi perahan. Konon, pelatih Indra Safri yang dipecat PSSI pernah mengungkapkan, bahwa sesungguhnya timnas U-19 tidak ada jadwal bermain pada jam 21 WIB. Tetapi itu yang terjadi. Aroma bisnispun tercium begitu kentara. Mungkin pelatih tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi disebutkan tidak ada dana dari federasi untuk timnas U-19, maka terpaksa memanfaatkan sponsor yang notabenenya mencari untung.
“Something wrong” dalam tubuh sepakbola nasional sudah menjadi rahasia umum. Selain aroma bisnis, aroma politisasi juga bukan sesuatu yang baru. Belum lagi kepentingan-kepentingan lain yang berselemak di pusaran sepakbola nasional kita.
Saat ini peringkat FIFA timnas Indonesia bukan naik malah perlahan-lahan turun. Bila beberapa tahun yang lalu Philipina berada di bawah kita, saat ini peringkat mereka sangat jauh meninggalkan timnas Garuda. Pada ajang AFF 2014 hanya berada satu tingkat dari Laos. Kita tertinggal dari Philipina dan Vietnam, dan hampir saja menjadi pecundang.
Tidak ada kata lain, sepakbola nasional harus mendapatkan kedigdayaannya. Salah satu caranya para pengurus PSSI saat ini harus mundur semuanya sebagai salah satu rasa tanggungjawab mereka. Sebab mereka sudah gagal mengurus sepakbola nasional. Kalau mereka tidak mau mundur harus ada kekuatan yang cukup besar melengserkan mereka. Para pencinta sepakbola nasional tidak boleh membiarkan kegagalan demi kegagalan akan terus berlangsung dari tangan pengurus PSSI saat ini. Sebab, REVOLUSI MENTAL juga harus terjadi ditubuh pengurus PSSI. Kalau tidak maka bersiap-siap untuk gagal lagi…..salam sepakbola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H