Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Keuntungan dan Kerugian Bermedia Sosial, Serta Dampaknya

29 November 2018   11:56 Diperbarui: 30 November 2018   13:02 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bersosial media pertama sekitar tahun 1996. Waktu itu berbasis messenger yang bernama MIRC atau ICQ. Awal-awal booming penggunaan internet di negeri ini. Itupun hanya bisa saya lakukan di Warnet atau numpang dirumah teman yang langganan ISP ( Internet Service Provider) untuk layanan sambungan Internetnya.
 
Pada tahun 1998 saya mulai menggunakan Yahoo Messenger. Juga masih media sosial berbasis pengirim pesan/messenger). Baru tahun 2002 saya menggunakan Media Sosial berbasis konten macam Friendster.
 
Dibanding Facebook, ada beberapa perbedaan di Friendster. Salah satunya kita bisa nulis tentang testimoni terhadap teman. Kurang lebihnya kalau di Facebook nulis di Timeline dari teman kita lah ya. Tapi fitur ini di Facebook bisa kita deactivate atau kita matikan agar teman tak bisa menulis sembarangan.
 
Karena tak selamanya testimoni itu yang bagus-bagus kan? Kalau testimoni itu jelek dan merugikan baik secara moral atau material, bagaimana? Nah, inilah yang luput dari perhatian pengelola Friendster. Di Friendster kita tak bisa mematikan fitur testimoni. Even kita bisa menghapus testimoni yang tak kita kehendaki.
 
Selain itu Friendster juga tidak dilengkapi fasilitas pengirim pesan Instant (messenger). Emang bisa sih kita kirim pesan di Friendster, tapi macam berkirim E-mail, dan ini kurang menyenangkan.
 
Satu hal yang unik, walau berpusat di Mountain View, California, tapi 90% trafik pengguna Friendster dari Asia, terutama Asia tenggara  
Lalu bagaimana nasib Friendster?
Sejak kemunculan Facebook pada tahun 2004, penggunanya terus tergerus beralih ke Facebook. Meskipun masih ada pengguna loyal yang masih menggunakan keduanya (Friendster dan Facebook), tapi lambat laun pasti meninggalkan Friendster. Mengingat Facebook lebih user friendly dan menyenangkan.
Saya sih sign up facebook pertama kali pada tahun 2009. Tapi tidak serta merta meninggalkan Friendster. Saya tetap menggunakan keduanya.
Sampai pada 2011, ketika Friendster merubah layanannya dari situs berbagi konten ke portal game, saat itulah saya mulai meninggalkan Friendster. Memang, saya masih bisa login dengan akun saya.
 
Tapi buat apa?
Lha wong konten yang saya share macam foto-foto dan tulisan saya lenyap tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Inilah mungkin salah saya, dan salah banyak orang juga mungkin.
Bahwa sebelum kita mendaftar akun Media Sosial, sebaiknya kita baca Syarat dan kondisinya. Agar kita tak kecewa ketika situs tersebut bangkrut atau merubah layanan maka kita mesti merelakan konten atau dokumen kita yang hilang.
 
Di tahun itulah Friendster mengalami Kemerosotan jumlah pengguna. Dari yang sebelumnya sekitar 8,2 juta pengguna aktif, hanya tinggal sekitar 1,2 juta pengguna aktif . Bandingkan dengan jumlah pengguna Facebook yang hingga September 2012 telah meraih 1 Milyar pengguna aktif. Ini berarti 25 persen penduduk planet ini adalah pengguna Facebook! Itu tahun 2012 lho!
Dan sejak tahun 2011 itulah saya intens hanya kepada facebook, setelah dua tahun sebelumnya hati saya 'mendua' antara facebook dan Friendster.
Lalu bagaimana pengalaman saya bermedia sosial di facebook? Puas kah? Biasa saja kah? Kecewa kah?
 
Tergantung.
Puas dari sisi apa, biasa saja dari sisi apa, dan kecewa dari sisi apa? Kan gitu...  
 
Terus terang secara layanan yang sifatnya teknis menyangkut fasilitas, saya puas. Karena banyak hal yang tidak saya temukan di Friendster, tapi ada di facebook. Contoh paling menonjol adalah Fasilitas Video Call dan pengirim pesan instant. Selebihnya biasa saja. Dalam hal arrange ( penataan) Friendlist, juga relatif serupa dengan Friendster.
Yang saya kecewa, kenapa sampai saat ini facebook masih saja menikmati hasil iklan hanya untuk 'company' mereka sendiri!
Kenapa sampai saat ini mereka tidak berfikir untuk berbagi sedikit duit iklan dari pengguna loyalnya? Padahal sering kali ada iklan pada timeline kita, kan?
Bahkan ketika konten kita dikunjungi banyak pengguna, bahkan banyak respon macam kasih like, berkomentar, sehingga terjadi interaksi antar pengguna disitu. Tak jarang terjadi semacam forum dialog, atau bahkan forum debat disatu konten yang banyak direspon.
Ini kan kesempatan naruh semacam iklan!
Ini sebenernya kan peluang untuk facebook kasih kesempatan pada para pengguna loyal agar bisa mendapat jatah iklan disitu?
Padahal per tahun 2014 Facebook telah meraih pendapatan bersih sekitar USD 2,94 milyar yang kalau di kurs kan dengan nilai rupiah 14ribu per US Dolarnya ada sekitar 41,16 Trilyun dalam mata uang rupiah!!!
Sinting!!!

Taruhlah itu hak facebook, itu rezeki facebook untuk mendulang Dolar dari pendapatan Iklan. Tapi mbok ya o, pengguna aktif ini dikasih peluang, diajarin gimana caranya mendapatkan duit dari bermedia sosial.

Beda Facebook, beda google.
Google sadar, bahwa tanpa pengguna mereka bukan siapa-siapa. Maka Google memberi kesempatan penggunanya untuk ikutan mencicipi duit iklan
 
Kebocoran data facebook
Ketika Anda bermedia sosial, apa yang Anda harap? Sekedar hiburan pengisi waktu luang, atau untuk membangun relasi, baik dengan orang sudah Anda kenal tapi lama tak bertemu, atau dengan kenalan baru?
Apakah Anda akan mengisi seluruh form sesuai dengan data pribadi, misalnya ketika Anda diminta upload kartu identitas?

Seperti kita tahu, mendaftarkan akun media sosial sekarang sangatlah mudah. Tidak perlu kartu Identitas, tidak perlu alamat jekas, cukup menggunakan e-mail atau nomor handphone yang masih aktif, kelar urusan.

Kalau data kita ngaco, atau asal-adaln, juga tidak jadi soal, kan?
Masalahnya jadi lain tatkala kita ketemu sahabat lama, saudara, bahkan mantan kekasih di jejaring Sosial, misalnya facebook, lalu terlibat percakapan serius yang berlanjut ke tukar menukar data (nomor handphone dan lain-lain) untuk sekedar menjalin kontak lagi, lalu data percakapan dan lain-lain itu bocor, dan yang membuat bocor adalah pihak facebook sendiri, ini persoalannya!
Dan masalah ini terjadi di 80juta akun, 1 juta diantaranya adalah Indonesia. Lebih mengerikannya lagi, kabarnya data ini dipakai untuk keperluan pemenangan Trump pada Pilpres. Nah lho?
Lalu seandainya cara yang sama dipakai strategi kampanye calon presiden dan wakil presiden kita pada 2019, bagaimana?
Apakah kalau kita termasuk salah satu diantara 1 juta orang Indonesia yang akun kita bocor itu bisa menggugat?
Menggugat kemana, pada siapa? Lalu siapa yang bertanggung jawab kalau seandainya kita merasa dirugikan dalam hal ini?
" Berilah saya kesempatan kedua,” jawab Zuckerberg ketika ditanya apakah dia masih merasa sebagai nakhoda yang layak untuk Facebook, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari NDTV, Jumat (6/4/2018).
Hanya itu yang bisa diucapkan Mark Zuckerberg terkait rencana para pemegang saham yang ingin melengserkannya.
Scott Stringer, mengatakan, agar Zuckerberg diganti oleh sosok pihak ketiga yang lebih independen. Mungkin sang investor menilai bahwa Zuckerberg terlalu memihak ( Kubu pemenangan Donald Trump), sehingga terkesan 'biasa saja' menanggapi kebocoran data pengguna facebook. Bisa jadi sih...
Lebih lanjut Stringer mengatakan bahwa facebook dibawah kendali Zuckerberg saat ini sangat membahayakan demokrasi. Tentu saja ini terkait kecurangan pada pemilihan presiden di Amerika.

Kalau benar ini terjadi, bahwa Zuckerberg menggunakan facebook untuk mendukung salah satu Capres waktu itu, tentu saja apa yang dikatakan Stringer bukan isapan jempol semata. Karena bagaimanapun, saat ini facebook adalah 'milik publik', disediakan untuk publik.

Tak salah kalau misalnya Zuckerberg memihak pasangan Capres tertentu, itu hak demokrasi dia toh.

Tapi saya rasa cukup dukungan secara personal saja, tidak usah melibatkan facebook. Apalagi sampai membiarkan pencurian data oleh pihak ketiga yang akan digunakan untuk pemenangan pemilihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun