Aku benci kucing. Makin lama makin ngelunjak. Setidaknya yang bertebaran di seantero kos. Ada saja tingkahnya. Yang nyolong lauklah, yang acak-acak sampah yang udah rapi di tong sampahlah! Pokoknya bagiku dan para penghuni kos yang lain tak ada yang lebih menyebalkan dari dua binatang, yaitu kucing dan nyam
Nyamuk sih mending, sekali tabok juga mampus. Nah ini kucing! Gimana naboknya?
Lagian bagi sebagaian besar masyarakat Indonesia beredar mitos bahwa kucing itu binatang keramat. Jangan coba-coba menyakiti, apalagi sampai membunuh. Bisa kualat kita.
Dan bodohnya, kami masih mempercayai mitos itu sekalipun keberadaannya mengganggu. Sampai saat ini kami-kami penghuni kos ini masih excuse terhadap kehadiran makhluk yang sebenernya kami kurang suka.
Sampai pada satu malam, aku terbangun karena lapar. Biasa, andalan anak kos apalagi kalau bukan mie instant. Dan aku pun cabut ke warung Mie yang ada di belakang kampus.
Pas aku buka gerbang, tiba-tiba seekor makhluk hitam kurus ikutan lari keluar. Mengejar aku, " Meongggg!!"
Kupercepat langkahku. Tapi dia berlari lebih cepat. Aku berhenti, dia berhenti. Menggesek-gesek kepalanya ke kakiku. Mungkin kedinginan. Maklum, tidak hujan pun kota Malang udah dingin. Apalagi sejak sore tadi diguyur hujan dan barusan reda.
" Husss...hussss," Usirku.
Dia berhenti menggesekan kepalanya. Pandangan matanya lembut, seolah minta dikasihani. Dibawah temaram lampu merkuri matanya memandangiku.
Tapi aku bergeming. Aku angkat lalu aku bawa ke depan gerbang kos. Kulanjutkan langkah. Dia mengejar lagi.
" Meongg...." Suara itu melembut. Seolah merajuk.