Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Money

Antara Kopi dan Pecel

15 September 2016   12:11 Diperbarui: 15 September 2016   12:18 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seorang teman, cerita, bertanya tepatnya. Dia bilang, dari warung kopi kecil di Seattle, starbuck bisa mendunia. Lalu dia membandingkan dengan pecel Kawi yang ada dijalan Kawi, Kota Malang, tempat kami dulu sering makan siang. Sama-sama berawal dari warung kecil, tapi pecel kawi berakhir dengan kebangkrutan.

Ada beberapa hal menarik dari kasus keduanya. Pertama, sajian starbucks (kopi) dikenal diseluruh bumi. Di bumi ini siapa sih yang nggak kenal kopi?
Kopi minuman segala kalangan. Dari tukang becak, sampai presiden. Semua pasti pernah mencicipi kopi. Dengan segala varian, kopi memenuhi pasar ritel. Bukan hanya kopi murni. Tapi dengan segala varian.  Produk kopi tak hanya kopi hitam, dicampur gula, ataupun tidak, tetep aja nikmat.
Apalagi kalau ditambah creamer, susu, atau apapun, tetep enak dan asyik dijadikan teman gaul. Enak dijadikan teman kerja, buat santai,bahkan saya tiap hari selalu menyediakan kopi di dashboard ketika nyetir. 

Kopi asyik dinikmati sambil dengar musik jazz, rock, bahkan dangdut. Tidak hanya berhenti di 'kata benda', bahkan kalimat kopi pun sering dijadikan kata dasar buat guyonan. Contohnya, " ngopi dulu biar gak salah paham.." Hahahahah... 

Pendeknya, peluang membuka warung kopi dengan berbagai konsep, masih sangat menjanjikan.  Dan starbucks, hadir dengan konsep modern. Dari Seattle meng-ekspansi ke penjuru bumi. Konsep coffee yang santai, cozy, cool, amat sangat diminati kalangan urban di kota-kota besar di negeri  ini.
Kehadirannya menggantikan, atau kalau nggak mengisi celah yang waktu itu kosong. 

Dan, sukses! Pecel? Ehem...pecel kawi jauh lebih tua dari starbuck di Indonesia. Tapi kalau membandingkan, ya jauh. Gak bisa dibandingkan. Pecel kawi punya kecenderungan hidangan main course. Punya konsep warung tradisional. Khas indonesia. Dan, mindset pemilik yang 'gitu-gitu' aja.  Usaha makanan, laris, dan puas secara materi. Karena memang warung pecel itu dulu sangat legend ya. Kawan yang tadi tanya itu dari kalangan 'the have' di kota Apel. Tinggal di sekitaran jalan Ijen, masuk dikit. Jalan welirang tepatnya. 

Berarti keberadaan pecel Kawi punya segmen bagus donggg! Lantas, kenapa bangkrut? Karena mindset pemiliknya, cepat puas, tidak berusaha mengembangkan bisnis. Tidak punya konsep yang lebih dibading dengan konsep sebelumnya. Tidak punya diferensiasi dibanding warung lain. Ditambah lagi, tidak semua orang suka pecel. Tidak semua penduduk bumi kenal pecel. Ada beberapa tipe orang yang memang tidak suka pecel juga kan?  

Artinya, keberadaan pecel tidak sepopuler kopi. Walau sama-sama lokal, produk ecxelso bahkan bisa 'dancing with enemy' kok! Jadi, apa pendapat Anda, yang salah yang tanya atau pecel-nya? Atau yang nulis, kurang kerjaan amat sih menganalisa pecel dan kopi! Jadi inget kalimat Fico (komika), sama-sama hidangan sarapan, nasi goreng udah go international, sementara nasi uduk masih disitu-situ aja.
Any opinion? :D

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun