Mari terus bergerak !!!
Itulah kalimat yang saya sampaikan kepada sahabat sekaligus teman seperjuangan sejak jaman mahasiswa: Haryanto Suherman, Nana Sutisna dan Andi Bagus. Malam ini (8 Agustus 2014), di Gandaria City kami janjian bertemu (minus Andi yang masih sibuk dengan urusan gugatan di Pilpres di MK) dengan rekan diskusi yang sejak lama penulis anggap sebagai mentor: Pak Hardianto Atmadja, ya..Pak Hardianto yang CEO Garuda Food itu merupakan seorang Abang, guru, teman ngopi, teman diskusi, dan teman kuliner yang sejak 2002 penulis kenal dan banyak memberikan masukan, nasehat dan ide-ide kepada penulis tentang bagaimana kita bisa berperan bagi kebaikan bangsa dan negara ini. Jelasnya, Beliau adalah salah satu inspirator penulis sejak bekerja sebagai Sales BMW yang belum bergelar apapun hingga sekarang menjadi Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UI dengan segala pengalaman kerja dan pengabdian kepada kemanusiaan.
Dalam pertemuan kali ini, banyak hal yang kami diskusikan. Mulai dari Pilpres hingga bagaimana kami bisa berkontribusi kepada kebaikan bangsa dan negara ini, meskipun hanya perannya kecil dan jauh dari publisitas. Ada kegelisahan dan pemikiran yang sama diantara kami terhadap masa depan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Terakhir kasus corat coret di Gunung Fuji, Jepang, seolah-olah menegaskan bangsa kita adalah kumpulan manusia yang tidak bisa tertib, tidak tau aturan, tidak disiplin, suka berbuat curang, dan hal-hal negatif. Tidak hanya di luar negeri, dalam negeri-pun kadang sesama anak bangsa kita sering mengumpat kepada anak bangsa yang lain tentang perilaku sesamanya yang mau enaknya sendiri.
Buang sampah di sungai, naik mobil mewah tapi buang sampah sembarangan di jalan, meludah dimana-mana, melakukan vandalisme, egois, tidak pakai helm, menerobos 'lampu merah', tidak mau mengantri, mengambil kursi ibu hamil dan kaum difabel di angkutan umum, tidak menghormati orang yang lebih tua bahkan mencontek di ujian sekolah menjadi perilaku yang sering hadir dalam kehidupan kita sehari-hari seolah-olah sudah menjadi bagian yang mendarah daging anak bangsa ini.
Permasalahan ini permasalahannya satu, yaitu kemana RASA MALU anak-anak bangsa ini? Seolah-olah rasa ini menjadi suatu hal yang langka pada masa kini. Padahal, sejarah mencatat bahwa kita merupakan bangsa yang akrab dengan rasa (budaya) malu, malu berbuat kejahatan, malu berbuat hal-hal yang melanggar norma dan etika, malu kalo tidak berbuat kebaikan kepada sesama. Sampai sekarang pun sebenarnya, budaya malu ini terus ada dalam kehidupan kita seperti di Suku Bugis dengan konsep Siri' na pace nya dan Suku Madura. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan jaman, budaya ini perlahan mulai hilang terutama di kalangan anak muda.
Percuma, kita bicara program ekonomi yang muluk-muluk dan program pemerintah lainnya, kalo kualitas SDM kita banyak yang seperti ini meskipun tidak semua..tapi biasanya ini menular seperti layaknya penyakit. Sering kali ada anekdot, mengapa warga negara kita di Singapore bisa tertib, tetapi begitu balik lagi ke Batam saja yang waktu tempuhnya cuma 45 menit by boat ferry, perilaku anak bangsa kita kembali seperti semula...buang sampah sembarangan dan tidak tertib antrian.
Banyak upaya pemerintah maupun masyarakat untuk kembali menumbuhkan rasa malu ini. Dulu kita punya Gerakan Disiplin Nasional tapi belum berhasil ditambah lagi sekarang banyak gerakan sosial di media-media yang mengajak kita semua untuk tau malu..tidak melanggar aturan dan norma tapi tetap saja banyak dari kita yang tidak tau malu juga. Ditambah lagi dan lagi, banyaknya juga tulisan-tulisan motivasi mengenai pentingnya budaya malu tetapi tetap saja banyak yang tak tau malu.
Akankah hal ini kita biarkan terus menerus? Apakah kita bisa merubah perilaku tak mau malu ini? Tentu tidak akan kita biarkan dan bisa kita ubah. Akan tetapi pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita bisa mengubah keadaan ini? Langkah-langkah apa saja yang harus kita lakukan? Apa yang kita butuhkan untuk mewujudkan langkah-langkah tersebut? Yang pasti butuh kerjasama kita semua. Butuh kontribusi kita semua. Hal-hal kecil yang kita lakukan pun dapat berarti untuk gerakan mengubah keadaan ini..menegur orang yang buang sampah bukan pada tempatnya misalnya.
dan Malam Ini kami: saya, Hary, Nana (dan tentu Andi Bagus sepakat juga) dan Pak Hardianto bersepakat akan memulai langkah-langkah meskipun kecil dan sederhana untuk mengubah keadaan ini. Mengkampanyekan pentingnya rasa malu bagi suatu kemajuan peradaban bangsa. Seperti, "dosen yang sudah penulis anggap seperti orang tua: Alm. Bu Hafni" katakan: 'hanya malu yang bikin kita maju'. Sebuah kalimat yang selalu terpatri dalam sanubari penulis dan semoga kita semua juga berkomitmen hal yang sama..malu untuk maju.
Semoga tekad besar kami ini bisa segera dimulai, meskipun dengan langkah-langkah kecil. Semoga ALLAH SWT...Tuhan Yang Maha Baik selalu menyertai kebaikan langkah-langkah ini dan senantiasa memberikan kebaikan bagi bangsa ini. Kami mengajak semua sahabat untuk bersama aktif mengkampanyekan budaya malu untuk maju ini. Selanjutnya, tunggu undangan dari kami ya Sahabat2...kita akan rembug-an untuk gerakan ini :)
اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ.
“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”