Mohon tunggu...
husen bintahir
husen bintahir Mohon Tunggu... -

saya orang ambon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Ilmu-ilmu Alam dengan Ilmu-ilmu Sosial Dilihat dari Dasar Epistemologi

2 April 2015   09:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:38 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral. Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:

1.Empirisme;

Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.

2.Rasionalisme;

Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.

3.Positivisme;

Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.

4.Intuisionisme;

Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

Epistemologi atau teori pengetahuanmembahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dnegan buah pemikiran yang lainnya (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 9).

Munculnya persoalan epistemologi bukan mengenai suatu prosedur penyelidikan ilmiah, tetapi dengan mempertanyakan “mengapa prosedur ini, bukan yang lain”. Dalam konteks ilmu sosial, filsafat mempertanyakan metode dan prosedur yang dipergunakan peneliti sosial, dari disiplin ilmu sosial. Ilmu alam memang terkait secara pokok dalam positivistik, mempelajari sesuatu yang obyektif, tidak hidup , dan dunia fisik. Kajian masyarakat, hasil akal manusia, adalh subjektif, emotif bersifat subjektif. Tingkah laku masyarakat adalah selalu mengandung nilai, dan pengetahuan reliabel tentang kebudayaan, hanya dapat digapai dengan cara mengisolasi ide-ide umum, opini atau tujuan khusus masyarakat. Hal tersebut membuat tindakan sosial adalah penuh makna subjektif.

Alat untuk memperoleh pengetahuan sangat tergantung dari asumsi terhadap objek. Demikian juga telaah dalam filsafat ilmu, sarana dan lat untuk memproses ilmu harus konsisten dengan karakter objek material ilmu. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat perbedaan paradigma yang disebabkan oleh karakter objek yang berbeda. Misalnya antara ilmu alam dan ilmu sosialyang terdapat perbedaan metode dan sarana yang dipakai. Objek material adalah bahan yang dijadikan sasaran penyelidikan (misalnya: ilmu kedokteran, ilmu sastra, psikologi), sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya, misalnya ilmu kedokteran, objek formalnya keadaan fisik manusia.

Keabsahan yang merupakan bukti bahwa suatu ilmu adalah benar secara epistemologis bukanlah sesuatu yang didatangkan dari luar, melainkan hasil penyelidikan. Oleh karena itu masalah keabsahan apakah ukurannya cocok, tergantung pada metode dan karakter objek, sehingga jenis ilmu yang satu dan lainnya tidak sama. Dengan kata lain, seseorang tidak bisa menguji metode dan hasil ilmu yang satu dengan menggunakan ilmu yang lainnya.

Kajian tersebut dapat menjadi dasar perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial berdasarkan perspektif epistemologi, yaitu:

1.Ilmu-Ilmu Alam.

Ilmu alam merupakan ilmu yang mempelajari objek-objek empiris di alam semesta ini. Ilmu alam mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek telaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Objek-objek yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia tidak termasuk bidang penalaahan ilmu (Yuyun S, 1981: 6).

Ilmu alam mempunyai asumsi mengenai objek, antara lain:

a.Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, yaitu dalam hal bentuk struktur dan sifat, sehingga ilmu tidak berbicara mengenai kasus individual, melainkan suatu kelas tertentu.

b.Menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kelestarianrelatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan dilakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki.

c.Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dan urut-urtan kejadian yang sama (Yuyun S, 1981: 7).

Dalam pandangan empirisme ilmu tidak menuntut adanya hubungan kausalitas yang mutlak, sehingga suatu kejadian tertentu harus diikuti oleh kejadian yang lain. Ilmu tentang objek empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Hal ini perlu karena kejadian alam sangat kompleks. Kegiatan yang dilakukan dalam ilmu alam tidak merupakan objek penelitian ilmu alam, sebab praktik ilmu alam merupakan suatu aktivitas manusia yang khas. Manusia memang dapat terlibat sebagai subjek dan sebagai objek. Ini artinya, manusia memprakteki dan diprakteki.

2.Ilmu-Ilmu Sosial.

Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya, baik perseorangan maupun bersama, dalm lingkup kecil maupun basar. Objek ilmu sosial lain sama sekali dengan objek material ilmu alam. Onjek material dalam ilmu sosial adalah berupa tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia, bebas, dan tidak deterministik.

Kajian yang berbeda-beda terhadap ilmu, merupakan konsekuensi dari perbedaan objek formal. Objek ilmu sosial yaitu manusia sebagai keseluruhan. Penelitian dalam ilmu sosial juga meimbulkan perbedaan pendekatan. Dalam ilmu sosial, praktek ilmiah sebagai aktivitas manusiawi merupakan juga objekpenelitian manusia, misalnya psikologi, sosiologi, dan sejarah. Klaim terhadap ilmu-ilmu sosial kadang dinilai gagal dalam menangkap kekomplekan gejala, didasarkan pada kegagalan dalam membedakan antara pernyataan beserta sistematika yang dipakai, dengan gejala sosial yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut. Tidak senua argumentasi tentang kerumitan gejala sosial, yang menyebabkan ketidakmungkinan ilmu-ilmu sosial. Rangkaian argumentasi yang lain, didasarkan pada tuduhan bahwa metode keilmuan tidak mampu untuk menangkap “keunikan” gejala sosial dan manusiawi. Penelaahna ssosial tertarik pada keunikantiap-tiap kejadian sosial, padahal metode keilmuan hanya mampu mensitematikakan berdasarkan genaralisasi, maka keadaan ini menyebabkan harus ditetapkannya metode yang lain dalam ilmu-ilmu sosial (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 143).

Objek penelaahan ilmu sosial mempunyai karakter (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 134), sebagai berikut:

a.Objek penelaahan yang kompleks.

Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dnegan gejala alam. Ahli ilmu alam berhubungan dengan satu jenis gejala, yakni gejala yang bersifat fisik. Gejala sosial juga mempelajari karakter fisik, namun diperlukan penjelasan yang lebih dalam untuk mampu menerangkan gejala tersebut. Guna menjelaskan hal ini berdasarkan hukum-hukum seperti yang terdapat dalam ilmu alam, tidaklah cukup.

Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum. Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil, yang dapat diukur secara tepat. Ilmu-ilmu sosial mempelajari manusia selaku perseorangan maupun selaku anggota dari suatu kelompok sosial yang menyebabkan situasi yang bertambah rumit. Variabel dalam penelaahan sosial adalah relatif banyak, terkadang membimbingkan peneliti.

Apabila seorang ahli kimia mencampurkan dua buah zat kimia dan meledak, hal itu dapat dijelaskan dnegan tepat dalam ilmu alam. Namun apabila terjadi kejahatan, maka kajiannya terdapat faktoryang banyak sekali untuk dijelaskan. Tingkat-timgkat kejadian suatu peristiwa sosial selalu menyulitkan ahli ilmu sosial untuk menetapkan aspek-aspek apa saja yang terlibat, pola pendekatan mana yang paling tepat, dan variabel-variabel apa saja yang termasuk didalamnya.

b.Kesukaran dalam pengamatan.

Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan gejal ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin melihat, mendengar, meraba, mencium, atau mengecap gejala yang sudah terjadi di masa lalu. Seorang ahli pendidikan yang sedang mempelajari sistem persekolahan di jaman penjajahan, tidak dapat melihat sendiri kejadian-kejadian pada masa tersebut. Keadaan ini berbeda dengan seoramng ahli kimia yang bisa mengulang kejadian yang sama setiap waktu dan mengamati suatu kejadian tertentu secara langsung.

c.Objek penelaahan yang tidak terulang.

Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam, dan gejala tersebut dapat diamati sekarang. Gejala sosial banyak yang bersifat unik dan sukar untu terulang kembali. Abstraksi secara tepat dapat dilakukan terhadap gejal fisik melalui perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku umum. Masalah sosial sering kali bersifat spesifik dan konteks historis tertentu. Kejadian tersebut bersifat mandiri. Bervariasinya kejadian-kejadian sosial, ditambah dnegan sulitnya pengamatan secara langsung waktu penelaahan dilaksanakan menyebabkan sukarnya mengembangkan dan menguji hukum-hukum sosial.

d.Hubungan antara ahli dan objek penelaahan sosial.

Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah suatu individu, melainkan barang mati. Ahli imu alam tidak perlu memperhitungkan tujuan atau motif dari planet. Ahli sosial mempelajari manusia yang merupakan makhluk yang penuh tujuan dalam tingkah laku. Manusia bertindak sesuai dengan keinginannya dan mempunyai kemampuan untuk melakukan pilihan atas tindakan yang akan diambilnya. Hal ini menyebabkan manusia dapat melakukan perubahan dalam tindakannya. Kondisi ini menyebabkan objek penelaahan ilmu sosial sangat dipengaruhi oleh keinginan dan pilihan manusia, maka gejala sosial berubah secara tetap sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan tersebut.

Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses. Ahli alam tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju dengan proses tersebut. Ahli ilmu alam hanya berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik dan alam akan memungkinkan manusia untuk memanfaatkan proses alam. Ahli ilmu soaisl tidaklah bersikap sebagai penonton yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial.

Ahli ilmu alam mempelajari fakta dan memusatkan perhatiaanya pada keadaan yang terjadi pada alam. Ahli ilmu sosial juga mempelajari fakta, umpamanya mengenai kondisi-kondisi yang terdapat dalam suatu masyarakat. Namun demikian, terkadang peneliti mengembangakan materi berdasarkan penemuannya tersebut, untuk dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

Perbedaan-perbedaan secara epistemologi tersebut dapat dijadikan asumsi bahwa pada pengkajian ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial tidak dapat disamakan. Metode dalam pengkajian ilmu-ilmu alam berbeda objeknya, sehingga akan menyebabkan perbedaan cara pengkajian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun