Pada beberapa hari yang lalu pemberitaan media yang mengatakan anas ditetapkan sebagai tersangka korupsi Hambalang berdasarkan surat perintah penyidikan ternyata hanya nyanyian kosong. Dimana kebocoran surat perintah penyidikan (sprindik) tanpa ada nomor dan tanda tangan ketua KPK atau dengan kata lain surat perintah penyidikan (Sprindik) itu merupakan surat yang sangat rahasia dan hanya diketahui oleh segilintir orang yang memiliki kedudukan penting di KPK. Lantas dari mana surat itu dan siapa yang mengeluarkan…..???
Kiranya pertanyaan diatas tidak dapat dijawab berdasarkan asumsi yang nantinya menimbulkan opini yang miring, tapi yang pastinya KPK harus bertanggung jawab atas SPRINDIK yang keluar dari institusi KPK agar tidak menghakimi orang yang belum tentu bersalah secara hukum karena KPK merupakan lembaga yang independen dan bukan lembaga yang dibentuk untuk mengikuti syahwat penguasa.
Independensi KPK
Sebagai Instutusi Negara yang dibekali seperangkat kekuatan. Seperti, UU Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi baju Hukum KPK, lembaga anti korupsi tidak berwenang menerbitkan surat penghentian pemeriksaan dan penuntutan (SP3) kasus korupsi yang ditangani (pasal 40 UU KPK).
Perangkat Non-SP3 itu mengharuskan KPK harus benar-benar tidak boleh salah langkah dalam menentukan tahap pemeriksaan kasus korupsi atau sederhananya, jika dalam tahap penyelidikan KPK tak bisa atau tak mampu menemukan suatu peristiwa yang mengarah ke tindak pidana korupsi, ia tidak akan meningkatkannya ke penyidikan. Sebab, jika pada tahap penyidikan ditemukan bukti keterlibatan seseorang dalam kasus korupsi, padahal di sisi lain ia tidak boleh menerbitkan SP3 maka habislah KPK dan kepecayaan publik terhadap KPK akan minus.
Di sekeliling perangkat non-SP3 berdiri tegak tembok Independensi. Tembok Independensidijamin Hukum sebagai dasar bagi KPK mengatur sendiri strategi dan taktik pemberantasan korupsi. Pasal 3 UU 30 Tahun 2002 mengatakan “KPK adalah lembaga Negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.” Di samping itu KPK harus memiliki pilihan politik, yakni politik pemberantasan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H