Mohon tunggu...
Husein JeffryArbiansyah
Husein JeffryArbiansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - mahasiswa

Sans

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Tumpahan Batu Bara PT Paiton

19 Desember 2021   18:31 Diperbarui: 19 Desember 2021   19:49 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hari Senin tanggal 30 bulan November tahun 2020 telah terjadi di di demo di PLTU Paiton oleh sejumlah aktivis lingkungan yang menduga tumpahan batu bara yang merusak ekosistem laut di daerah tersebut. 

Anton selaku koordinasi aksi koalisi laut biru 2020 mengatakan kerusakan ekosistem tersebut diketahui dari laporan kelompok masyarakat pengawas atau pokmaswas Desa binor Kecamatan Paiton, berdasarkan data yang dihimpun Anton telah terjadi kerusakan ekosistem laut akibat tumpahan batubara di area Septi atau Dermaga loading dengan perkara volume tumpahan mencapai 19.000 ton selama unit ini beroperasi. 

Sementara itu aktivitas pemerhati lingkungan sekolah Anthony Sofyan mengatakan aksi ini bermula dari surat pokmaswas keranji pada unit yang bersangkutan sebanyak 2 kali surat itu tak pernah ditanggapi. 

PT Paiton Energy melalui Widya Tresna Utami kepada kompas.com menanggapi protes koalisi Laut Biru tersebut dengan keterangan tertulis yang dalam keterangannya PT Paiton energy menyatakan unit itu beroperasi dengan memperhatikan dan memenuhi standar lingkungan dan keselamatan nasional serta internasional PT Paiton energy memastikan dampak lingkungan yang disebabkan pengoperasian pembangkit listrik telah Sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. 

Di sisi lain PT Paiton energi juga menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi yang dibangun oleh produsen berkualitas diantaranya memakai supercritical boiler teknologi yang memberikan efisiensi lebih tinggi konsumsi bahan bakar lebih rendah dan mampu menurunkan emisi CO2.

ANALISA

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh secara sukarela melalui dua pilihan mekanisme yaitu mekanisme proses pengadilan dan mekanisme diluar pengadilan. 

Menurut penulis penyelesaian sengketa pada ada kasus ini lebih baik di lakukan dengan mekanisme di luar pengadilan yang dalam kepustakaan Indonesia disebut dengan pilihan penyelesaian sengketa (PPS). Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 dan pada pasal 85 ayat 3 menyebutkan bahwa dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dapat digunakan jasa mediator atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Dengan demikian para pihak dibolehkan menyelesaikan dengan bantuan mediator atau arbiter dengan cara negosiasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun